Bab 6

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

Komen setiap paragrafnya ya

Semoga suka cerita ini 💜💜💜

Bima

***

Moka dan Reva memasuki kantin. Setelah rapat dadakan yang diadakan Joni. Perut mereka terasa lapar. Disaat Moka berpisah dengan Reva ingin memesan makanan. Ia menabrak sesuatu. Baju Moka basah dan kotor terkena es coklat.

"Eh, Sorry." Ujar cewek yang menabrak Moka.

Ketika Moka mendongak ia terkejut melihat siapa yang menabraknya. Dia adalah Lana. Anak tiri ayahnya. Moka terdiam, setiap melihat wajah Lana mengingatkannya akan ibu Lana yang telah merebut hati ayahnya. Tangan Moka terkepal tanpa sadar.

"Mo-ka?" Wajah Lana terkejut ketika tahu siapa yang di tabraknya.

"Udah lama nggak ketemu. Gue kira lo nggak bakal balik lagi ke kota ini."

"Gimana ibu lo udah sehat? Udah nggak gila lagikan?"

Brengsek!

Moka tidak membalas. Ia langsung menampar wajah Lana kencang. Sontak saja hal itu membuat keributan. Semua mata tertuju menatap mereka penasaran. Khususnya moka, karena sering kali bertengkar. Kemarin dengan Bima sekarang Lana. Mereka jadi ngeri dengan Moka.

"Ibu gue nggak gila! Sekali lagi lo ngomong gitu gue bakal bunuh lo."

Lana malah menangis, cewek itu bersikap seolah-olah dia yang sakiti oleh Moka. "Hiks.. sakit aku salah apa sama kamu? Aku kan nggak sengaja numpahin minuman kamu."

Beberapa orang yang mendengar itu menaruh iba pada Lana. Mereka jadi berpikir negatif pada Moka. Mereka mengganggap Moka kejam karena menampar Lana untuk kesalahan kecil yaitu menumpahkan minuman. Padahal mereka tidak tahu jika Lana sempat mengolok Moka.

"Dasar Iblis! Ibu sama anak sama aja drama queen." Dulu Ibu Lana adalah sekertaris ayahnya. Wanita memfitnah ibu Moka selingkuh. Hingga ayahnya menceraikannya. Padahal Moka tahu ibunya tidak pernah melakukan hal keji itu.

"Maafin aku Moka. Aku nggak sengaja nyiram kamu. Aku minta maaf." Lana pura-pura mengelap baju moka dengan tisu. Tentu saja hal itu membuat Moka terlihat semakin jahat di mata orang-orang.

"Lepas jijik gue di pegang orang munafik kayak lo!" Moka mendorong Lana hingga jatuh. Ia tidak peduli lagi jika orang-orang memandangnya jahat. Ia lebih suka orang yang melihatnya bukan hanya dari luar, tapi juga tahu hatinya. Ia tidak butuh orang-orang munafik untuk menjadi teman.

"Gila tuh cewek jahat banget. Padahal Lana cuma numpahin minuman aja sampe dorong begitu."

"Jahat banget mirip kayak penyihir."

"Nggak punya hati cewek kayak gitu mah. Kasian Lana nggak salah apa-apa dijahatin."

Moka pura-pura tuli. Ia tidak peduli dengan bisikan itu. Ia malah semakin jijik dengan orang-orang yang berada di pihak Lana. Mereka bodoh dan tertipu oleh wanita ular itu.

***

Bel selesai istirahat berbunyi. Moka menyematkan sebentar ke kamar mandi. Reva sudah lebih dahulu ke kelas. Lebih tepatnya Moka yang meminta Reva duluan.

Disaat ia berada disana kesialan datang padanya. Lana berada disana menatapnya dengan sombong. Selama ini ia diam. Jika diinjak-injak wanita itu. Namun sekarang ia tidak ingin terus menjadi bodoh. Lana terlihat berbeda dari yang tadi. Jika di kantin Lana akan bersikap seperti seorang korban tapi disini sebaliknya. Wujud iblis sesungguhnya terlihat.

"Mending lo pergi dari sekolah ini."

"Kenapa nggak suka liat gue disini?" Moka menatap sinis Lana.

"Ia gue nggak suka. Karena kehadiran lo posisi gue terancem."

"Asal lo tahu aja, ayah lo upsss salah maksud gue ayah gue. Dia aja nggak mau ngakuin lo anak lagi hahahaha..."

"Ayah gue nggak bakal pernah balik ke nyokap lo. Andai dia tahu lo dan nyokap lo ada di kota ini lagi. Pasti dia bakal nyingkirin kalian lagi." Moka mengepalkan tangan menahan amarah.

"Karena apa?"

"Karena ayah gue muak dan jijik sama kalian berdua." Ujar Lana dengan percaya diri.

Kemudian Lana pergi meninggalkan Moka yang rapuh di dalam sana. Hati Moka teriris mendengar itu. Ayahnya sudah tak mencintainya lagi. Moka menangis tersedu-sedu menahan rasa sakitnya. Hatinya semakin perih.

***

Hujan turun begitu derasnya. Langit mendung ditutupi awan hitam. Aroma aspal yang basah tercium begitu sesak. Moka turun dari Bis. Ia berlari sambil menangis menuju jembatan di bawah rintiknya hujan.

Moka berdiri dipinggir jembatan yang dibawahnya terdapat air sungai yang mengalir. Airmatanya turun semakin deras. Tubuhnya bergetar mengingat setiap kata yang diucapkan Lana. Ayahnya sudah tidak mencintainya lagi. Bahkan ayahnya ingin ia tak muncul lagi. Bahkan jijik padanya.

Moka mengambil obat yang selalu dibawanya. Lalu ia membuang obat tersebut ke sungai. Sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Selama ini ia berjuang untuk sembuh agar ia bisa menemui ayahnya lagi. Tapi, perjuangannya tidak ada gunanya. Ayahnya sudah tak mengharapkannya lagi.

Moka menghapus air matanya. Ia kemudian naik ke atas pembatas jalan. Ia berdiri di sana bersiap ingin terjun dan melompat ke dasar sungai.
Sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Ia sudah tidak diharapkan lagi. Tubuhnya bergetar menahan rasa dingin, bajunya basah kuyup. Namun Moka tak peduli. Hanya sakit yang ia rasakan.

"Ayah kamu adalah pria pertama yang membuat Moka jatuh cinta tapi kamu juga pria pertama yang mematahkan hati Moka." Gumam Moka ditengah derasnya hujan.

"Moka sayang ayah. Tapi, kenapa Ayah nggak sayang sama Moka lagi?"

Moka memejamkan matanya seiring air matanya yang mengalir. Ia sudah lelah hidup berteman penyakit. Hatinya sudah sakit dan tak dapat disembuhkan lagi. Lebih baik mati.

"Maafin Moka Ma, Moka nggak kuat. Moka mau mati."

Ketika moka hendak melompat tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya. Ada seseorang yang memeluknya dari belakang.

Deg!

Moka menoleh, ia terkejut mendapati Bima. Cowok itu yang memeluknya, bahkan begitu erat. Tidak peduli dengan deras hujan yang membasahinya.

"Jangan mati," bisik Bima dengan suara berbisik. Tubuhnya memeluk erat Moka seakan memberikan kekuatan.

Tubuh Moka menegang. Ia menggelengkan kepalanya menolak. Ia harus mati. Sudah tidak ada gunanya lagi ia hidup. Ayahnya tidak akan pernah kembali padanya. Seberapa keras ia mencoba. Untuk apa hidup jika tak memiliki seorang ayah. Moka ingin hidup normal seperti keluarga lainnya. Ia ingin memiliki keluarga yang utuh. Apakah itu salah?

"Lepas Bim. Gue mau mati."

"Jangan mati."

"Percuma gue hidup Bim. Gue nggak bakal sanggup ngeliat ayah gue hidup bahagia sama keluarga barunya. Gue nggak sanggup Bim. Lo nggak bakal ngerti apa yang gue rasain Bim! Lepas!"

"Kita bales dendam bareng." Perkataan Bima membuat Moka terdiam sejenak. Ia bingung apa maksud cowok itu. Untuk apa bales dendam?

"Gue bakal bantu bikin ayah lo nyesel karena udah nyia-nyiain lo dan nyokap lo. Dia bakal ngerasain semua rasa sakit yang lo rasain sekarang."

"Jangan mati, kita bales dendam bareng." Ujar Bima sekali lagi yang akhirnya membuat Moka luluh. Sudut bibir Bima terangkat lalu, ia tersenyum kecil.

Adegan terakhir terinspirasi dari drama Korea Taxi driver.

***

Gimana part ini?

SPAM KOMEN DISINI

Instagram Roleplay

@mokavann_ | Moka
@bimacalvin | Bima

@yudis_tiracalvin | Yudistira
@naomilee124 | Naomi
@bimacalvin | Bima
@arju.nacalvin | Arjuna
@sadewacalvin | Sadewa
@nara.asavira | Nara
@nakulasadewa | Nakula

Instagram author

@wgulla_
@wattpadgulla buat info update cerita

Gulla
Istrinya song Jong Ki

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top