Bab 4

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

Komen setiap paragrafnya ya

Semoga suka cerita ini 💜💜💜

🎵🎵Andai 'ku malaikat, kupotong sayapku.
Dan rasakan perih di dunia bersamamu. 🎵🎵

(SID- Sunset di tanah Anarki)

****

Bima menaiki bus dengan lesu. Ayahnya dengan tega menjual semua motor koleksinya. Terpaksa ia harus naik bis ke sekolah sebagai hukuman karena motornya rusak. Bima memilih tempat duduk paling belakang. Bis masih sepi hanya ada beberapa orang yang naik.

Bima menghembuskan napas, ia memasang earphone di telinganya. Kemudian lagu dari band SID yang berjudul sunset di tanah anarki terdengar. Ia penikmat lagu-lagu seperti SID, Bondan, last child dan Budi Doremi. Lirik yang mereka tulis itu dalam dan penuh makna.

Ketika Bima tak sengaja menoleh, ia terkejut mendapati Moka duduk dua baris di depannya. Nampaknya gadis itu tidak mengetahui keberadaannya. Ia merasa aneh anak orang kaya seperti Moka naik Bis. Bima hanya diam di belakang mengamati sosok gadis itu.

Bima merogoh tasnya. Ia memakai topi lalu merobek kertas. Ia buat seperti gumpalan bola. Kemudian ia lempar ke arah Moka. Bima tertawa dalam hati. Pasti Moka akan sibuk mencari pelakunya. Ia langsung menunduk disaat Moka menoleh. Gadis itu nampak kesal tidak menemukan pelaku.

"Anjir! Siapa sih iseng banget!"

"Mau mati ya lo! Lama-lama gue santet juga." Moka berteriak sambil berdiri dari tempat duduk, ia berkacak pinggang menatap sekeliling. Orang-orang terkejut mendengar teriakan Moka bahkan menatapnya aneh. Karena marah-marah sendiri tanpa sebab. Sedangkan Bima menunduk agar tidak ketahuan, Bima tertawa kecil melihat tingkah konyol Moka.

Moka menarik napas panjang. Ia duduk kembali karena malu menjadi pusat perhatian penumpang di bis. Ia pasti dianggap gila. Padahal ini masih pagi. Tapi sudah ada orang iseng yang mengerjainya. Sial! sekali hari ini.

Disaat Bima hendak melempar lagi. Bis berhenti di dekat halte sekolah. Ia mendesah, padahal ia belum puas mengerjai Moka. Ketika melihat Moka turun mata Bima mengernyit melihat helmnya dibawa gadis itu. Pasti  helmnya tertinggal karena kejadian waktu itu.

"Mokacino!" Teriak Bima sambil menyusul Moka turun dari bis.

Moka mengernyit melihat Bima yang berlari mengejarnya. Cowok itu turun dari bis yang sama dengannya. Sudah ia duga pasti Bima yang melemparinya kertas tadi. Dasar cowok kurang kerjaan!

"Helm gue kenapa bisa di lo?"

"Sini kembaliin!"

Moka tersenyum licik bukannya memberikan helm. Ia malah membantingnya hingga kaca helm tersebut pecah. Bima terperangah, ia menatap Moka tidak percaya. Helm kesayangannya sudah tidak terbentuk. Ia ingin marah, tapi ia tidak bisa. Mengingat Moka adalah seorang perempuan. Sial! Ia tidak bisa melanggar mottonya.

"Puas lo ngerjain gue di bis tadi!" Moka menatap Bima kesal. Karena ia dipermalukan di bis. Kenapa sih Bima hoby sekali mempermalukannya? Sedangkan Bima hanya tersenyum dimarahi Moka. Ia merasa terhibur melihat wajah kesal Moka.

"Gue malu anjir!"

"Lo nggak liat apa gue teriak-teriak kayak orang gila tadi."

"Diomelin malah ketawa! Dasar rese banget jadi cowok!"

"Kenapa sih lo tega bang—" perkataan Moka terhenti. Gadis itu terdiam menatap sesuatu di depannya. Bima yang penasaran ikut menatap ke arah yang di pandang Moka.

Moka terdiam menatap sosok pria paruh baya yang keluar dari mobil. Pria itu mengelus rambut gadis seumurannya dengan sayang. Moka jadi teringat dulu ketika kecil ayahnya pernah melakukan itu padanya. Ayahnya akan mengantarkannya ke sekolah setiap pagi. Lalu ia akan mengecup tangan ayahnya sedangkan sang ayah mengelus rambutnya sayang. Air mata Moka turun tanpa sadar. Ia jadi merindukan ayahnya. Dan sekarang ayahnya berada di hadapannya. Posisinya sebagai anak sudah digantikan dengan orang lain.

Napas Moka tercekat, dadanya bergemuruh. Rasanya begitu perih. Ketika melihat pemandangan itu. Seharusnya ia yang dipeluk ayahnya bukan gadis itu. Kenapa ayahnya tidak mau kembali lagi padanya? Kenapa ayahnya meninggalkannya?

"Ayah.. hiks..."

Bima memegang bahu Moka. Membalikkan tubuh gadis itu menghadapnya. Ia bingung kenapa Moka tiba-tiba menangis.

"Lo kenapa?" tanya Bima.

Bukannya menjawab Moka malah memeluk tubuh Bima. Gadis itu menangis di dada bidangnya. Bima terdiam, tubuhnya kaku. Ia merasa Dejavu dengan pelukan ini. Pelukan yang mengingatkannya dengan seseorang.

Moka yang biasanya membutuhkan obat disaat-saat seperti ini. Tapi sekarang berbeda. Pelukan ini terasa seperti penawar yang menyembuhkan lukanya.

"Bim, kenapa ayah gue nggak pernah balik ke keluarga gue? Padahal setiap hari gue berdoa Bim. Tapi, kenapa ayah tetep aja pergi? Hiks..." Bima tersadar ternyata pria paruh baya yang dilihatnya tadi adalah ayah Moka. Pantas saja Moka menangis, pasti berat melihat sosok ayah yang dulu menyayanginya berubah dan memberikan cinta kasihnya kepada orang lain.

"Apa Ayah nggak pernah sayang sama gue Bim sampe ninggalin gue sama mama?"

Bima tidak menjawab. Tangannya mengelus rambut panjang gadis itu. Ia bisa merasakan rasa sakit Moka. Tangannya terkepal erat menatap tajam pria paruh baya itu. Ia mencatat dengan baik nomer plat kendaraan ayah Moka.

"Ternyata lo cengeng banget ya." Bukannya menghibur Bima memilih untuk meledek. Sontak saja hal itu membuat Moka kesal. Ia melepaskan pelukannya pada Bima. Ia memukul cowok itu. Seharusnya tadi ia tidak memeluk Bima.

"Dada gue nyaman, kan buat bersandar?" ujar Bima sambil menggoda Moka.

"Gue tahu kok gue itu terlalu mempesona untuk dilewatkan."

"Fuck!" Balas Moka sambil mengacungkan jari tengah. Ia kesal setengah mati.

Moka menghentakkan kakinya kesal. Ia lebih memilih masuk ke dalam sekolah dari pada meladeni Bima yang semakin menggila. Moka menyesal tadi menumpahkan rasa sakitnya kepada Bima. Karena ujung-ujungnya ia malah di dipermalukan.

Bima tidak masuk ke dalam sekolah. Ia mencegat salah satu motor temannya yang akan masuk.

"Ada apa bos?"

"Pinjem motor lo bentaran."

"Buat apa?"

"Biasa ngasih peringatan seseorang." Mendengar itu Dandi tanpa ragu memberikan motornya. Lagipula motor ini pemberian Bima. Ia baru beli kemarin jadi belum ada plat motornya. Ia mendapat uang karena sering membantu sahabatnya itu dalam meneror seseorang. Sudah dipastikan Bima sekarang mau meneror orang lagi.

"Jangan sampe lecet!" Dandi berharap motor barunya pulang dengan selamat.

"Santai mending lo belajar aja sono ke kelas." Bima memakai helm milik Dandi.

"Lo nggak masuk Bim?" Tanya Dandi aneh. Bima benar-benar tidak waras menyuruhnya masuk tapi cowok itu bolos.

"Gue udah pinter jadi nggak perlu sekolah." Dandi cemberut, omongan bima mengisyaratkan jika dirinya itu bodoh perlu sekolah. Andai saja bukan bosnya sudah ia bunuh.

"Gue ada tugas maha penting nih. Mending lo masuk sana. Gue cabut dulu." Lalu Bima melajukan motor Dandi dengan ngebut membelah jalan raya. Ia mengejar mobil tadi. Ketika ia menemukan mobil tersebut, ia menambahkan kecepatannya.

Tangan kirinya mengambil pisau lipat di sakunya. Lalu ia mendekatkan diri ke mobil tersebut. Ia menggoreskan pisaunya ke badan mobil hingga membuat baretan yang panjang dari belakang sampai depan.

Srttttt....

Sosok didalam mobil menyadari perilaku Bima. Bahkan membuka kaca mobil meneriaki aksi kurang ajar Bima.

"Bocah kurang ajar turun kamu! Sialan berani bikin rusak sama mobil saya?"

Sedangkan Bima di balik kaca helm hanya tersenyum licik. Lalu ia mengacungkan jari tengah menantang sebelum menambah kecepatan motornya.

"Gue bukan malaikat yang bisa ngelindungin seseorang, tapi gue iblis yang sanggup membalas rasa sakit seseorang." Gumam Bima.

***

Gimana part ini?

SPAM KOMEN DISINI

Instagram Roleplay

@mokavann_ | Moka
@bimacalvin | Bima

@yudis_tiracalvin | Yudistira
@naomilee124 | Naomi
@bimacalvin | Bima
@arju.nacalvin | Arjuna
@sadewacalvin | Sadewa
@nara.asavira | Nara
@nakulasadewa | Nakula

Instagram author

@wgulla_
@wattpadgulla buat info update cerita

Gulla
Istrinya song Jong Ki

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top