Bab 18

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

Wajib Komen setiap paragrafnya ya biar aku semangat

Selamat ber-emosi ria. Siapkan hujatan terbaikmu untuk bab ini.

Semua akan jahat pada waktunya.

***

Sementara itu pertarungan antara Bima dan Dante masih berlanjut. Bima mengelap peluh yang menetes di wajahnya. Rambutnya berantakan seperti tak disisir. Justru itu menambah kadar ketampanannya. Berbeda dengan perempuan jika rambutnya acak-acakan pasti malah terlihat seperti sapu ijuk yang mencuat kesana kemari.

Bima mengambil ancang-ancang, lalu ia melompat hingga melayang dan kaki kanannya menendang leher Dante tepat sasaran. Dante tergeletak di lapangan. Keluar darah dari sudut bibir cowok itu. Ia kembali bangkit hendak membalas Bima. Sayangnya dua satpam datang memisahkan. Moka menghela napas lega. Bukannya ia tidak berani memisahkan mereka. Hanya saja ia sedang malas.

Kedua orang itu berhasil dipisahkan dan dibawa ke pos satpam. Moka tanpa sadar melangkah mengikuti keduanya. Lebih tepatnya Bima, ia ingin bicara dengan cowok itu. Agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara mereka lagi. Ia hanya ingin tahu Bima itu lawan atau kawan.

Di dalam pos satpam kedua cowok tersebut diceramahi habis-habisan. Mereka juga akan dilaporkan ke pihak sekolahan besok. Parahnya lagi alasan mereka berkelahi tidak jelas. Moka yakin pasti kedua orang itu sudah saling kenal. Mana mungkin tidak kenal saling berkelahi.

"Bim," panggil Moka disaat kedua cowok itu keluar. Moka bisa merasakan hawa permusuhan yang terpancar diantara keduanya.

Bima bergegas menghampiri Moka. Ia baru sadar jika gadis itu mengikutinya. "Ada apa?"

"Gue mau ngomong!"

"Oke."

Dante memandang penasaran kepergian dua orang itu. Sebenarnya ada hubungan apa Bima dengan perempuan itu? Mereka berdua begitu akrab. Ditambah lagi Bima menyerangnya disaat ia mengusik mainan barunya. Menarik!

Halte bus terlihat sepi. Hanya ada dia dan Bima. Gara-gara menonton adegan heroik tadi membuatnya ketinggalan bis. Moka mendesah duduk di kursi tunggu. Begitupun Bima yang ikut menyusul. Cowok itu memarkirkan motor terlebih dahulu.

"Cowok yang kamu pukul tadi siapa?"

"Kenapa tanya? Kamu suka?" terselip nada tidak suka di perkataan Bima.

"Sewot banget padahal cuma tanya aja." Moka bersedekap menatap Bima tidak suka.

"Jangan berurusan sama dia. Kalau dia deketin kayak tadi langsung pergi aja."

"Kenapa memangnya? Lagian dia nggak macem-macem."

Bima tergelak, ia mengacak rambutnya kasar. Ia kesal karena Moka tidak mau mendengarkannya. Tipe cewek yang nggak bisa nurut kalau dibilangin. Apasih susahnya untuk mengikuti perintahnya?

"Pokoknya lo harus jauhin dia?"

Moka mendesah, ia bangkit berdiri di hadapan Bima. Ia berkacak pinggang. Matanya menatap Bima nyalang. Sinar matahari terpantul mengenai wajahnya.

"Gue bingung sama lo, Bim."

"Kita itu sebenarnya apa?" pacar atau ? Ah sudahlah

"Kenapa lo suka bersikap seenaknya sama gue? Suka ngatur hidup gue, ngajak bales dendam bareng, dan ngasih perhatian kecil lainnya." Moka frontal mengeluarkan unek-unek di hatinya. Ia lelah dengan semua ini.

"Terus lo semalam tiba-tiba muncul di rumah bokap gue tanpa ngasih tau gue? Sebenarnya tujuan lo deketin gue apa? Gue yakin lo deketin gue bukan cuma sekedar mau nolong gue, pasti ada niat terselubung."

Bima tertawa kecil. Lalu ia bertepuk tangan layaknya seorang bapak yang kagum terhadap anaknya yang bisa berbicara untuk kali pertama. Menarik napas sejenak, ia bangkit mensejajarkan dirinya dengan gadis itu.

"Yang pasti niat gue baik. Gue cuma mau bantu lo ngancurin bokap lo nggak lebih."

Moka terdiam sejenak. Keraguannya sedikit menghilang. Perkataan Bima bisa membuatnya percaya. Cowok itu seperti memiliki kekuatan magis yang mampu menghipnotisnya tanpa perlu melakukan trik apapun.

"Jadi kenapa lo juga dateng ke rumah Narendra malam itu?"

"Gue cuma mau nyari sesuatu."

"Apa?"

Moka mengeluarkan sebuah foto dari tas memberikanny. Bima tersentak melihat dua orang cowok berwajah mirip sedang tersenyum disana. Jangan bilang kalau selama ini ayah Moka punya kembaran.

"Kembaran ayah gue. Waktu nemuin foto itu gue kaget. Selama ini gue nggak pernah tau kalau ayah gue punya kembaran."

Deg!

Wajah kedua cowok itu begitu mirip. Kira-kira usia mereka masih sepuluh tahun. Firasat Bima tidak enak. Jadi yang ia incar sekarang itu siapa. Apakah Narendra yang ia incar adalah orang yang pernah membuat Rafa dan adik Rafa meninggal atau justru orang yang berbeda?

"Dimana kembaran bokap lo?"

"Itu yang gue bingung Bim. Selama gue hidup gue nggak pernah tau dan liat kembaran bokap seperti apa."

Rumit. Bima jadi ikut galau. Namun ia yakin Narendra yang ia incar adalah orang yang dulu menyebabkan Rafa meninggal. Pria itu harus mendapatkan balasan yang setimpal. Bima ingin menyiksa pria itu terlebih dahulu sebelum membunuhnya. Ia ingin Narendra merasakan setiap rasa sakit yang ia rasakan dua tahun belakangan ini.

Dering ponsel membuyarkan lamunan Bima. Keningnya berkerut melihat nama Evan. Tanpa basa-basi ia mengangkatnya tak menghiraukan Moka yang sibuk bercerita.

"Bim tolongin gue. Ada lima orang yang ngikutin motor gue."

"Lo dimana?"

"..."

"Gue susul."

Bima mematikan ponselnya bergegas pergi. Moka yang penasaran menghentikan langkah Bima. Gadis itu berdiri di hadapan Bima sambil merentangkan tangan menghadangnya.

"Mau kemana?"

"Bukan urusan lo!"

"Gue ikut."

"Mending lo pulang. Nanti nangis bikin gue repot."

"Pokoknya gue ikut!" Moka penasaran dengan apa yang Bima lakukan. Ia harus mengawasi cowok itu.

Bima mendesah, kemudian mengangguk pasrah. Ia tidak punya pilihan.

***

Selama hidup Evan tidak pernah diikuti oleh para berandalan. Selesai menghubungi Bima ia melajukan kembali motornya. Melirik kaca spion terlihat lima motor mengikutinya. Ada sepuluh orang kira-kira. Mereka nampak tidak asing. Jaket yang dikenakan pengendara itu seperti punya anak buah Alaska. Sial! Apa yang mereka incar darinya?

Evan menelan ludah ketika jalur yang ia lewati sepi. Kelima motor tersebut langsung mengelilinginya. Pergerakan Evan terhenti. Ia tidak bisa kemana-mana.

"Lepasin tas lo?"

Tas? Kening Evan mengerut. Ada apa dengan tasnya? Perasaan ia hanya membawa buku pelajaran dan juga sepuluh ponsel anak dikelas yang ia curigai. Apa mereka mau mengincar ponsel tersebut?

Bug!

Salah satu dari mereka tiba-tiba tumbang. Bima datang melempar helmnya. Namun yang membuat Evan terkejut adalah kehadiran Moka. Bagaimana bisa Moka disini? Ia takut Moka akan menjadi beban.

"Kalian lagi? Nggak bosen gangguin hidup gue dan sekarang temen gue?" Bima tersenyum mengejek. Cowok itu mengibas rambutnya yang kusut dan berantakan. Rasanya ia ingin melempar kaos kakinya dan men-jejeli hidung mereka dengan benda kesayangan itu. Agar mereka bisa mencium bau surga.

"Nggak usah ikut campur! Gue cuma butuh tas dia!" cetus salah satu dari mereka. Kehadiran Bima membuat mereka terkejut. Sejak kejadian Bima meneror dan menghancurkan motor membuat mereka tak ingin mencari masalah dengan Bima.

"Mending kalian pergi sekarang atau gue hancurin wajah kalian berkeping-keping." Ancam Bima sambil menepuk-nepuk pipinya. Ia tertawa sambil mengejek.

"Maju kalau berani?" Bima mengambil ancang-ancang layaknya seorang atlit taekwondo yang siap berperang ketika pertandingan di mulai. Bima memang atlit taekwondo.

"Cabut!" teriak salah satu dari mereka. Kemudian rombongan pengecut itu pergi.

Pengecut! Kenapa hari ini banyak sekali yang mencari gara-gara dengannya? Bima mendesah kemudian menghampiri Evan.

"Mereka ngincer tas lo, emang Lo bawa apaan? Narkoba? Emas batangan? Atau apa?"

"Gue cuma bawa buku pelajaran sama HP anak-anak. Kayanya yang mereka incer HP."

"Buat apaan? Memang yang bocorin ke kelas sebelah itu mereka?" Evan mengedikan bahu tak mengerti. Sekolah aja mereka berbeda. Tapi kenapa mereka tiba-tiba datang dan mengancam.

Moka berpikir sejenak. Menurutnya ini aneh tapi apa yang dibilang Evan masuk akal juga. Atau jangan-jangan orang tadi dibayar untuk mengambil ponsel tersebut. Tapi untuk apa?

***

Ekskul basket selesai sampai pukul empat sore. Dimas salah satu atlit basket sekolah bukan hanya itu ia suka balapan liar. Waktu itu ia pernah hampir mati karena kecelakaan. Bima lah yang menolongnya. Mereka menjadi teman akrab hingga kina sejak peristiwa tersebut.

Peluh membasahi tubuh Dimas. Ia bergegas menuju parkiran motor. Dimas ingin segera pulang ke rumah.

"Dimas?" panggilan seseorang membuat langkahnya terhenti.

Dimas membalikan badan menatap bingung ke arah gadis berambut hitam panjang sepunggung itu. Ia tahu gadis itu berada di kelas sebelah. Namun tak saling mengenal. Bagaimana gadis itu bisa tahu namanya?

"Iya. Ada apa?"

"Boleh numpang pulang bareng nggak? Supir aku nggak bisa jemput." Lana berniat mendekati Dimas. Ia sering melihat Moka bersama Bima. Jadi ia ingin mengorek informasi mengenai Moka dari Dimas yang notabennya teman dekat Bima.

"Maaf tapi kita nggak kenal." Tolak Dimas. Ia tidak terlalu suka dengan orang asing.

"Kita temen satu angkatan kok. Aku sering liat kamu kalau lewat kelas ku."

Dimas mengangkat alisnya. Ia terkekeh, ia seperti memiliki seorang stalker.

"Pliss kasih aku tumpangan. Duit aku juga udah habis. Kamu tega biarin aku di sekolah sendirian nggak bisa pulang." Lana memohon bahkan mukanya dibuat semelas mungkin.

"Oke."

Dalam hati Lana berteriak senang. Rencananya berhasil. Ia hanya perlu melakukan tahap-tahap selanjutnya. Dan membuat Dimas patuh dengannya.

****

Semoga suka cerita ini 💜💜💜

Kalau cerita ini rame aku bakal update cepet

Gimana part ini?

SPAM KOMEN "BIMA GANTENG" DISINI

Ada yang mau di sampaikan ke Bima?

Ada yang mau di sampaikan ke moka?

Ada yang mau di sampaikan ke Dante?

Ada yang mau di sampaikan ke Dimas?

Ada yang mau di sampaikan ke Dandi?

Ada yang mau di sampaikan ke Evan?

Ada yang mau di sampaikan ke Joni?

Instagram Roleplay

@mokavann_ | Moka
@bimacalvin | Bima
@psychoteam46

@yudis_tiracalvin | Yudistira
@naomilee124 | Naomi
@bimacalvin | Bima
@arju.nacalvin | Arjuna
@sadewacalvin | Sadewa
@nara.asavira | Nara
@nakulasadewa | Nakula

Instagram author

@wgulla_
@wattpadgulla buat info update cerita

Song Gulla
Istrinya song Jong Ki

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top