Bab 11

Love dulu buat part ini ♥️

Jangan lupa follow vote and comen.

Wajib Komen setiap paragrafnya ya biar aku semangat

Semoga suka cerita ini 💜💜💜

***

Pagi ini suasana hati Moka baik. Semalam ia tidur nyenyak berkat Bima. Ia tidak menyangka jika cowok menyebalkan itu perhatian juga. Ia kira Bima hanya bisa meledeknya. Moka tidak sabar bertemu Bima dan mengucapkan terimakasih.

Ketika memasuki kelas, Moka tersenyum mendapati Bima yang tengah tertidur telungkup di meja. Moka melangkah pelan-pelan mendekat. Lalu mengagetkan cowok itu.

"Dor!!!!"

Bima terkejut ia langsung lompat dari kursi. Mendapati Moka yang tertawa membuat Bima kesal. Bayangkan saja orang lagi enak-enakan tidur dikejutkan.

"Nggak lucu Mokacino! As*" desis Bima.

"Maaf hehe, lagian lo pagi-pagi tidur. Pamali tau!"

"Ngantuk gue. Semalem gue nggak tidur gara-gara lo, Anjir!" Bima mengatakan itu dengan kesal. Matanya menatap tajam Moka.

Moka terdiam mendengarnya, ia meneguk ludah takut. Ia tidak mengira Bima se-marah itu. Baru kali ini ia melihat Bima seperti ini. Bima yang ia kenal adalah Bima yang humoris, baik dan jahil. Ia jadi merasa bersalah. Karena telah menyusahkan Bima. Kenapa sifat Bima jadi berubah padanya?

"Maaf,"

"Lain kali jangan manja sama gue! Gue nggak suka!" setelah mengatakan itu Bima kembali menaruh kepalanya di meja dan tidur.

Moka menggigit bibirnya menahan tangis. Perkataan Bima menyakiti hatinya. Padahal biasanya Bima selalu mengejeknya tapi tidak pernah Moka merasa sesakit ini. Baginya sosok Bima bisa melengkapi rasa sakitnya. Ia tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayahnya lagi. Dan bersama Bima ia mendapatkan itu. Hanya bersama Bima, moka bisa berpura-pura untuk menjadi sosok yang kuat. Ia bisa melepaskan topengnya kapan saja.

Hening.. hanya ada mereka berdua. Moka memutuskan untuk duduk di kursi. Ia mengecek kembali tugas biologinya. Ia berusaha untuk tidak menangis, benar kata Reva kemarin. Bima itu baik tapi ia akan kejam jika ada wanita yang memiliki perasaan lebih pada cowok itu. Bodohnya ia malah bersikap manja. Bima pasti ilfil padanya. Sekarang ia harus bagaimana?

Pikiran Moka berkecamuk, semuanya terasa berbeda. Padahal kemarin-kemarin ia begitu dekat dengan Bima. Tapi sekarang hanya dalam hitungan detik Bima berubah dan membentaknya. Moka sampai tidak menyadari kehadiran anak-anak. Bunyi bel sekolah yang menyadarkan Moka. Ia melirik sebentar kebelakang. Saat matanya tak sengaja menatap Bima. Cowok itu melengos seolah tak ingin menatapnya.

Sakit... Ia lebih suka Bima yang jail dari pada yang cuek padanya.

"Selamat pagi anak-anak jangan lupa keluarkan tugas kalian. Bagi yang tidak mengerjakan harap keluar kelas," suara Pak Irwan bergema memenuhi ruangan. Anak-anak dengan sigap menyiapkan tugas mereka.

"Sial!" Moka tak sengaja mendengar umpatan Bima. Hatinya bertanya-tanya apa Bima tidak mengerjakan atau membawa tugas? Rasa bersalah Moka semakin membesar.

Lalu suara kursi berdecit terdengar. Bima bangkit maju ke depan. Moka menatap nanar punggung tegap itu. Ia menarik napas, lalu menaruh buku tugasnya ke dalam laci meja. Moka berdiri maju ke depan mengikuti langkah kaki Bima.

"Ckckck, kalian berdua benar-benar nakal! Bapak tidak mau mendengar alasan apapun kenapa kalian tidak mengerjakan tugas mau itu ketinggalan, lupa, di robek adik atau lainnya."

"Hormat di bawah tiang bendera sampai pelajaran saya selesai."

"Baik Pak," ucap Bima dan Moka serentak membuat keduanya saling menatap satu sama lain.

"Mereka berdua ini bukan contoh yang baik. Bapak harap kalian tidak meniru mereka." Ujar Irwan ketika Moka dan Bima keluar dari kelas.

Bima dan Moka berdiri di dekat tiang bendera. Matahari begitu terik menyengat tubuh mereka berdua. Lebih dari lima menit berlalu tidak ada satupun yang berbicara, meski diam-diam mereka saling melirik satu sama lain.

"Kenapa pura-pura nggak ngerjain?" tanya Bima tidak sanggup menahan keingin tahuannya. Ia tak sengaja melihat buku tugas Moka ketika maju ke depan.

"Kalau cuma karena kasihan, gue nggak suka!" sambung Bima karena Moka tak kunjung menjawab.

"Bima mau tau?"

"Hm."

"Moka suka di deket Bima. Percuma Moka di kelas kalau Bima di luar rasanya sepi," ucap Moka sambil tersenyum manis menatap Bima.

Bima terdiam sejenak mendengarnya, lalu ia memalingkan wajah. Perasaannya jadi tidak beraturan. Kenapa Moka bisa berkata seperti itu? Disaat ia sudah menyakiti gadis itu.

***

"Ikut gue!" Bima menarik tangan Moka membawa gadis itu pergi.

Moka menatap Bima bingung. Ia hendak ke kantin dengan Reva tapi Bima seenaknya membawanya. Hari ini Bima benar-benar aneh.

"Kemana Bim?"

Bima tidak menjawab. Moka mendesah, ketika mereka melewati lorong sekolah. Banyak pasang mata yang menatap mereka penasaran. Hingga mereka berhenti di sebuah ruangan OSIS. Untuk apa mereka kesini? Kening Moka berkerut.

Bima membuka pintu lalu menyuruhnya masuk ke dalam. Disaat itu juga ia menemukan Ervan, Dimas dan Dandi sudah lebih dulu tiba.

'Klik' Bima mengunci pintu rapat-rapat.

"Ada apa sebenarnya?"

"Biar Evan jelasin." Bima lebih memilih tidur di salah satu sofa.

Moka terhenyak lagi-lagi Bima bersikap dingin padanya. Ternyata benar diamnya orang ramah itu lebih menakutkan dari pada orang yang biasa marah. Moka duduk di salah satu kursi dekat Evan.

"Karena lo udah tau keberadaan kita. Maka mau nggak mau lo harus terlibat dalam misi kita."

"Misi apa?"

"Mencari bukti."

"Tadi gue dapet surat curhatan dari adik kelas. Namanya sekar anak IPA 2. OSIS angkatan gue selalu ngadain event keluh kesah di sekolah dan surat itu langsung gue yang nerima."

"Intinya dia lagi tertekan. Selama di sekolah ini si cewek ini dijadiin babu parahnya lagi temen-temen yang bully dia nyimpen foto bugil dia. Dia nggak berani lapor BK dan guru."

"Gila! Masih kelas 10 udah main bully-bullyan." Moka berdecak, ia tiba-tiba marah mendengar itu.

"Sebenernya di semua sekolah itu ada kasus bullying setiap tahunnya mau dia kelas berapapun. Tapi, nggak semua korban bisa speak up." Dimas ikut menyahut. Ia menjawab itu berdasarkan pengalamannya sekolah. Bahkan ketika di taman kanak-kanak, pembulian sudah sering terjadi.

"Emang kenapa dia di bully?"

"Karena dia jelek dan gendut." Evan melipat surat tersebut memasukannya dalam tas.

"Bener-bener nggak ngotak. Emang dikira setiap orang mau terlahir seperti itu. Itukan udah takdir!" Moka benci orang-orang yang suka menghina secara fisik.

"Gimana Bim ada rencana?" tanya Evan.

"Biasanya gerombolan cabe itu suka kemana aja sama si Sekar?"

"Mall, karaoke, club' malam, atau nggak rumah salah satu geng itu."

"Pertama kita harus ikutin semua kegiatan mereka. Kedua kita sadap ponsel mereka. Ketiga kita harus dapetin laptop mereka juga. Gue yakin foto-foto haram itu ada di salah satu mereka."

"Buat yang pertama gue belum ada ide. Tapi kedua dan ketiga gue ada ide bagus tapi ini melibatkan OSIS." Lanjut Bima.

"Urusan OSIS serahin sama gue," balas Evan.

"Good! besok kita bisa lakuin cara itu." Moka menatap Bima penasaran. Kenapa pria itu tidak mengatakan apa-apa? Ia juga ingin tahu rencana Bima.

"Gue ada ide buat ngawasin mereka." Dandi tiba-tiba mencela membuat keempat orang itu menatapnya. Sedangkan Moka merasa bodoh disini karena tidak bisa apa-apa.

"Apa?"

"Gimana kalau Moka sama Bima aja yang ngawasin mereka? Pasti nggak bakal dicurigain."

"Maksud lo gimana?" Bima menatap Dandi tidak mengerti.

"Kalian pura-pura kencan aja."

"Hah?" Moka menatap aneh Dandi. Apa hubungannya coba?

"Mereka kan suka ke mall, karaoke, club' malam kalau Moka sama Bima yang ngawasin mereka nggak bakal curiga. Mereka bakal ngira kalau lo berdua pacaran."

"Kenapa nggak lo sama Moka aja?" balas Bima.

"Karena gue nggak cocok sama Moka. Kalau sama lo keliatan lebih serasi. Apalagi kalian sering bareng. Nanti kalau misal ketahuan kan kalian bisa pura-pura sayang-sayangan gitu."

"Yang Dandi bilang bener," timpal Dimas.

"Gue juga setuju," Evan mengangguk puas dengan rencana Dandi.

Bima mengusap wajahnya kasar. Kalau begini bagaimana bisa ia menjaga jarak dari Moka. Ia melirik Moka sebentar lalu menghembuskan napas pasrah. Jujur ia tidak suka jika Moka memiliki perasaan lebih padanya. Ia tidak suka jika ada perempuan yang menyukainya. Ia hanya ingin hidup sendiri.

"Oke." balas Bima dengan berat hati.

Diam-diam Moka tersenyum senang. Ia masih memiliki harapan untuk dekat dengan Bima lagi. Kemudian mereka keluar dari ruangan secara bergantian. Agar tidak ada yang curiga.

"Moka," panggil Bima disaat Moka hendak keluar. Hanya tinggal mereka berdua disini.

"Iya."

"Masalah bokap lo tenang aja. Gue udah masuk jadi salah satu pemilik saham disana. Kita lakuin perlahan." Bima mencari celah masuk sebelum berperang. Kebetulan sekali ayahnya adalah salah satu pemegang saham disana dan ayahnya dengan percuma memberikan sahamnya pada Bima.

Deg!

Bagaimana itu bisa terjadi? Moka menatap Bima takjub. Rencana seperti apa yang Bima jalankan. Apa cowok itu hendak mengambil alih perusahaan ayahnya atau menghancurkannya?

***

Gimana part ini?

Instagram Roleplay

@mokavann_ | Moka
@bimacalvin | Bima
@psychoteam46

@yudis_tiracalvin | Yudistira
@naomilee124 | Naomi
@bimacalvin | Bima
@arju.nacalvin | Arjuna
@sadewacalvin | Sadewa
@nara.asavira | Nara
@nakulasadewa | Nakula

Instagram author

@wgulla_
@wattpadgulla buat info update cerita

Song Gulla
Istrinya song Jong Ki

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top