Chapter 41 - Precious One
Langkah kakinya yang tergesa-gesa sudah cukup menjelaskan bahwa kepanikan sedang melanda dirinya. Gadis yang sebelumnya melangkah masuk ke dalam area sekolah itu dengan berani kini tengah digandrungi oleh kepanikan. Pun...
...penyesalan.
Namun, tak ada waktu untuk menyesali keputusannya masuk ke dalam sekolah itu. Jika semuanya sudah terjadi demikian, maka (Y/n) hanya perlu melanjutkannya. Tidak peduli jika nyawanya yang dipertaruhkan. Karena pada dasarnya, ia memang tidak pernah melakukan suatu hal dengan setengah-setengah.
"Yoshino Junpei!"
Seruan itu bak badai di tengah lautan yang damai dan tenang. Menggelegar di dalam ruangan berukuran cukup luas itu. Namun, yang (Y/n) dapati hanyalah keheningan semata. Keheningan yang tak akan berakhir.
Bodohnya dirinya. Mengapa ia berlari ke dalam gedung olahraga? Sudah pasti Junpei tidak berada di sana! Alurnya sudah berubah karena dirinya sendiri dan (Y/n) pun melupakan hal itu.
Tidak ada orang yang bisa gadis itu tanyakan saat ini. Clove disuruh pergi olehnya. Karena keberadaan Clove di sisinya terus-menerus, (Y/n) merasa dirinya selalu bergantung pada lelaki itu. Memang title roh penjaga melekat pada Clove. Hanya saja, (Y/n) bukanlah tuan yang sesungguhnya. Maka, ia tak perlu untuk terus berada di sisi gadis itu.
Dengan langkah kakinya yang gontai, (Y/n) berjalan keluar dari gedung olahraga. Ia melangkah menuju area luar sekolah. Berharap jika gadis itu bisa menemukan Junpei atau siapapun di sana.
Setibanya di luar gedung sekolah, dirinya disambut oleh suara sesuatu yang jatuh dari atas. Sontak (Y/n) menoleh ke sumber suara. Tepat di mana ada seseorang yang ia cari.
"Junpei!"
Seruan itu membuat Junpei menoleh. Mendapati (Y/n) berdiri di sana, lelaki itu segera melompat ke bawah. Mengikis jarak di antara dirinya dan juga (Y/n).
"(Y/n)-san! Mengapa kau bisa berada di sini?!" seru Junpei marah sekaligus terkejut.
Bibirnya terkatup rapat. Bukan karena (Y/n) tak sanggup menjawab pertanyaan Junpei. Melainkan karena seseorang di belakang lelaki itu yang kini tengah menatap ke arah dirinya, dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kau...?"
***
Debu-debu yang beterbangan di udara menandakan bahwa tempat itu tak pernah terjamah selama beberapa tahun lamanya. Bersamaan dengan sampul buku yang ditutup, debu-debu itu kembali muncul dan bergabung ke udara.
Bersin yang tak terelakkan terdengar di dalam ruangan itu. Disusul oleh suara batuk sesaat kemudian. Namun, lelaki itu mengabaikan kejadian tadi dan melanjutkan kegiatannya yang tertunda.
"Asano."
Jantungnya hampir saja keluar dari dalam tubuhnya. Meskipun sudah berkali-kali ia mendapatkan kejutan oleh pelaku yang sama, nyatanya Asano masih belum terbiasa.
"Oh, Clove. Ada apa?" Dengan senyum di wajahnya, ia pun bertanya ramah.
"Jauhkan basa-basi tak bergunamu itu. Apakah kau sudah menemukan petunjuk terbaru?" tanyanya ketus.
"Untuk saat ini belum ada. Ada belasan ribu buku di dalam perpustakaan ini. Sangat sulit untuk menemukan petunjuknya hanya dalam waktu satu malam," jawab Asano sambil menatap ke arah rak-rak buku lainnya. Namun, seketika lelaki itu berbalik dan menatap Clove. Mengejutkan yang ditatap tiba-tiba olehnya.
"Omong-omong, mengapa kau berada di sini?" tanya Asano heran. "Kurasa (Y/n) membutuhkan bantuanmu saat ini," imbuhnya.
"Tidak. Gadis itu sendiri yang mengusirku. Entah apa yang ia pikirkan," sahut Clove tak ada niat untuk peduli. Ketika (Y/n) menyuruhnya pergi, ia merasa bahwa dirinya tidak pernah dibutuhkan oleh gadis itu. Entah mengapa, hal itu membuatnya kesal.
"Kau benar-benar penurut ya, Clove," komentar Asano. Lelaki itu pun terkekeh pelan. "Mengapa kau tidak mencari tahu apa alasan (Y/n) menyuruhmu pergi? (Y/n) tidak mungkin melakukannya tanpa sebab."
"Untuk apa? Aku pun tidak ingin tahu."
Asano menoleh mendengar sahutan dari Clove itu. Dengan sirat jenaka di manik hazel-nya, lelaki itu berkata, "Kau yakin?"
Decakan kesal dibuat oleh Clove. "Ya, aku yakin! Mengapa kau bertanya tentang (Y/n) yang mengusirku, huh?! Lebih baik kau mencari petunjuk yang lebih banyak, Fuyumi Asano."
Tawa keluar melalui sela bibir Asano. "Hai, hai. Kalau begitu, bantu aku, Clove," ujarnya. Sejenak Asano kembali diam. Namun, bibirnya kembali berujar, "Tetapi, jangan sesali keputusanmu setelahnya."
Yang pada akhirnya, ucapan terakhir dari Asano itu terngiang-ngiang di setiap sudut kepala Clove.
***
Situasi yang berada di hadapannya saat ini sungguh sulit untuk dijelaskan. Benar-benar tak terduga. Junpei yang berdiri di depan (Y/n), merentangkan kedua tangannya. Sekaligus melindungi gadis itu dari seorang lelaki di hadapan mereka.
Lelaki yang tampak tak jauh berbeda sejak pertama kali (Y/n) bertemu dengannya. Bahkan hingga maut menjemput dirinya.
Awalnya memang itulah yang (Y/n) tanamkan di dalam kepalanya.
Namun, setelah ia melihat sosok lelaki di depannya itu dalam kondisi yang baik-baik saja, entah mengapa dirinya merasa... marah. Mungkin dirinya seharusnya memang merasa baik-baik saja. Tidak perlu peduli tentang nyawa lelaki beberapa meter di depan matanya itu.
"(Y/n)."
Tidak ada sahutan yang (Y/n) berikan. Gadis itu terlampau bisu bahkan hanya untuk sekedar memanggil jenama lelaki bersurai merah muda itu.
"(Y/n)-san, apa kau mengenalnya?"
Pertanyaan tiba-tiba dari Junpei itu menyadarkan diri (Y/n) yang seketika tergugu, tak mampu berkata-kata. Gadis itu pun akhirnya mengalihkan tatapannya ke arah Junpei.
Tetapi, apa jawaban (Y/n) selanjutnya itu mengejutkan kedua insan di depannya. Jawaban yang diberikan oleh (Y/n) sudah cukup menjawab berbagai pertanyaan di dalam pikiran Junpei. Ia memang tahu bahwa lelaki di hadapannya ini merupakan seseorang yang akan melukai (Y/n).
"Tidak, aku tidak mengenalnya."
Berbeda dengan Junpei yang seolah-olah menemukan potongan puzzle terakhirnya, Yuuji sendiri hanya mematung. Jawaban (Y/n) itu terdengar jujur dari dalam lubuk hatinya. Meskipun fakta yang ada menyangkal perkataannya sesaat setelah (Y/n) mengucapkan jawabannya itu. Entah mengapa, kini Yuuji merasa dejávù.
"Kalau begitu, matilah! Tidak akan kubiarkan kau melukai (Y/n)-san!"
Melihat Junpei yang tiba-tiba membuat shikigami dengan Energi Kutukannya, seketika (Y/n) terlonjak. Ia menatap tak percaya atas apa yang lelaki itu lakukan.
Tentankel dari shikigami-nya itu mendadak mengeluarkan benda tajam. Ketajaman benda itu sepertinya sudah cukup untuk melubangi objek apapun yang ditusuk olehnya.
Dengan kecepatan maksimal, benda tajam itu bergerak ke arah Yuuji. Berharap jika berhasil melukainya setelah serangan tersebut. Namun, apa yang terjadi saat ini bukanlah tentang apakah Yuuji mati atau tidak. Melainkan tentang siapa yang ditusuk oleh benda tajam itu.
Darah menetes dari tubuhnya. Memaksa diri untuk menutup mata. Namun, kedua kelopak mata gadis itu menolaknya.
"(Y/n)! Apa yang kau lakukan?!"
Seruan marah yang berasal dari lelaki di belakangnya itu masih bisa didengar dengan jelas oleh (Y/n). Gadis itu diam. Tak berniat untuk menjawabnya saat ini. Dirinya masih berusaha mengumpulkan kesadarannya yang kini sulit untuk ia dapatkan. Sesaat, dirinya dapat melihat raut wajah yang menyiratkan keterkejutan pada diri Junpei.
"Tubuhku... bergerak sendiri, Bodoh..."
***
Sy suka kesalahpahaman seperti ini😍
Btw, aku update cerita ini karena diriku sedang ultah, tepat di hari ini. Anggap saja sebagai traktiran dariku untuk kalian yang kucintai, mwach <3
Tetapi, bukan berarti cerita ini sudah tidak lagi hiatus. Masih hiatus ya, ges.
Pas udah update, malah makin gantung, eh— /plakk
Mari bersama-sama kita doakan agar ideku ini bisa segera ter-summon (´º∀º`)
Terima kasih sudah mampir ke sini dan juga meninggalkan jejak!! (∩´∀'∩)💖
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top