Chapter 37 - Upset, Yet Worried

Sebuah botol air mineral dilemparkan ke arahnya. Dengan cekatan, tangan (Y/n) menangkapnya meskipun hampir saja botol itu tergelincir dari tangannya. Sekaligus menerapkan konsep gerak refleks di sana.

"Terima kasih."

Itulah dua kata yang (Y/n) ucapkan pada Fushiguro yang memberikan minuman itu padanya. (Y/n) sendiri bahkan tidak ingat untuk membawa air mineral. Yang ia pikirkan sejak tadi hanyalah mengapa dirinya bisa berada di sana bersama orang-orang yang mungkin sebenarnya tidak menginginkan keberadaan (Y/n). Khususnya Nobara.

Ucapan terima kasih dari (Y/n) itu diangguki oleh Fushiguro. Ia beranjak mendekati sang gadis. Lalu duduk di sisinya.

Sejenak keheningan meliputi keduanya. Kakak kelas mereka—Maki, Inumaki, dan Panda—masih berada di sana. Tentunya melakukan kesibukan mereka masing-masing. Latihan yang sebelumnya mereka lakukan telah usai. Dikarenakan (Y/n) yang cedera membuat mereka memilih untuk mengakhiri latihan hari ini. Toh masih ada hari esok jika mereka memang masih ingin berlatih lagi.

"(Y/n)."

Gadis itu menoleh. Memberikan tatapan penuh tanda tanyanya.

"Tanganmu. Apakah masih sakit?" lanjut Fushiguro.

Sontak atensi (Y/n) beralih pada tangannya yang kini telah diperban. Memang tidak ada darah yang keluar dari permukaan epidermisnya. Namun, perban itulah yang menjadi satu-satunya pertolongan yang bisa Maki lakukan sebagai bentuk pertanggungjawabannya. Meskipun (Y/n) menolak, Maki tidak akan mendengarkannya. Apa lagi menurutinya.

"Mungkin sudah terasa lebih baik," jawab (Y/n) seraya mengangkat perlahan tangan kanannya itu. Meyakinkan Fushiguro bahwa perkataannya dapat dipercaya meski tidak seratus persen.

"Kau harus pergi ke rumah sakit," ujarnya lagi.

"Ya, nanti."

"Sekarang, (Y/n)."

Mendengar Fushiguro yang membalas perkataannya seketika (Y/n) menoleh. Ia menghela napas. "Baiklah, baiklah," katanya pasrah.

Percakapan mereka itu terhenti seketika. Penyebabnya ialah Maki yang berseru tiba-tiba. Membuat baik (Y/n) maupun Fushiguro menatap ke arahnya.

"Latihan untuk hari ini telah usai. Kalian sudah boleh pulang!" serunya yang tentunya didengar oleh semua orang yang berada di sana.

Bayangan ranjang yang empuk dan air conditioner di dalam kamarnya sudah memenuhi isi kepala (Y/n). Namun, khayalannya itu pun buyar dikarenakan oleh perkataan lelaki yang sejak tadi duduk di sebelahnya.

"(Y/n), kau harus pergi ke rumah sakit terlebih dahulu."

Lirikan sinis dilemparkan oleh (Y/n) kepada Fushiguro. Namun, yang ditatap demikian memang merupakan orang yang tidak peka, sehingga dirinya hanya acuh dan menganggap bahwa (Y/n) hanya menatapnya seperti biasa. Tentunya dengan anggapan bahwa gadis itu akan mendengarkan perkataannya tadi.

"Biar aku antar."

"Tidak perlu, Megumi. Aku bisa pergi seorang diri," tukas (Y/n), bahkan sebelum Fushiguro berkata lebih banyak.

Namun, karena sifat keras kepala yang Fushiguro miliki, alhasil lelaki itu tak menuruti perkataan (Y/n). Ia memilih untuk berjalan beriringan dengan gadis itu. Menuruni tangga yang akan membawa mereka ke luar hutan.

"Hei, kalian. Tunggu aku."

Kedua insan yang sudah berjalan lebih dahulu itu sontak menoleh. Di atas sana, Nobara berdiri sambil berkacak pinggang. Tampak ingin mengomel namun tertahan di dalam kerongkongannya. Karena pada dasarnya baik (Y/n) maupun Fushiguro tidak menunggu Nobara. Benar seperti itu, bukan?

"Tempat yang ingin kutuju sama dengan arah yang akan kalian lalui," ujar Nobara lagi. Entah perkataannya itu merupakan fakta atau hanya sekedar alibi semata.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Nobara menuruni beberapa anak tangga hingga berada dekat dengan (Y/n) dan Fushiguro. Mereka memang tidak mengatakan apapun pada Nobara. Namun, dilihat dari tindakan mereka yang sebelumnya menunggu Nobara agar berdiri di dekat mereka, sudah cukup menjelaskan bagaimana isi pikiran dari diri mereka masing-masing.

***

Langit senja menjadi penaung dalam perjalanan mereka. (Y/n) dan Fushiguro yang hendak pergi ke rumah sakit, sedang Nobara yang berkata bahwa arah tujuannya sama dengan kedua rekannya itu.

Baik (Y/n) maupun Fushiguro tidak protes sama sekali. Termasuk dengan Nobara. Bagi orang awam yang tidak mengetahui permasalahan di antara mereka, bisa saja menanggap mereka bertiga sebagai rekan yang akrab. Bahkan hingga berjalan beriringan di sore hari seperti ini.

"Ugh, aku benci keheningan ini."

Tentu saja bukan Fushiguro yang berkata demikian. Karena apabila lelaki itu yang melakukannya, sifatnya akan menjadi out of character di dalam fanfiction ini.

Pelakunya, Nobara, melirik ke arah (Y/n) yang berjalan di sisi kirinya. Sementara Fushiguro berjalan di sisi kiri (Y/n). Posisi (Y/n) diapit oleh mereka berdua. Entah siapa yang memulai, namun mendadak posisi berjalan mereka berubah menjadi demikian.

"Kalau begitu, kau saja yang berbicara, Kugisaki," ujar (Y/n) tampak apatis.

"Itu yang kau inginkan? Tidak mungkin akan kulakukan!" balas Nobara.

Bibir (Y/n) terbuka, hendak mengatakan sesuatu pada Nobara hingga dapat memancing sebuah percikan api pertikaian. Namun, niatnya itu lenyap kala ia melihat sesuatu dari atas menyerang mereka secara tiba-tiba.

"Clypeuse!"

Sebuah perisai transparan dibuat oleh (Y/n). Namun, dikarenakan tangan kanannya yang menciptakan perisai itu tengah berada dalam kondisi cedera, alhasil perisai yang dibuatnya tidak berlangsung lama. Tepat sesaat kemudian serangan lain kembali datang. Membuat Fushiguro dan Nobara pun segera bertindak sesuai kemampuan mereka masing-masing.

Roh terkutuk yang biasa mereka lihat kini berada tepat di hadapan mereka. Jumlahnya ada sekitar tiga roh terkutuk. Yang masing-masing dari mereka bertubuh besar. Pandangan orang yang melihat mereka pasti akan beranggapan bahwa para roh terkutuk itu sulit untuk dikalahkan.

Dengan tatapan yang sulit diartikan, (Y/n) menatap para roh terkutuk itu. Mengapa mereka harus muncul tepat ketika tangan kanannya cedera? Hal tersebut tentunya mengesalkan bagi (Y/n). Sekaligus menghambat pergerakannya nanti.

"Sial," umpat gadis itu.

Tidak perlu menunggu lama, para roh terkutuk itu mulai menyerang. Dikarenakan jumlah mereka ada tiga, secara otomatis roh terkutuk itu menyerang masing-masing dengan (Y/n), Fushiguro, dan juga Nobara.

Kemampuannya sudah (Y/n) kerahkan semaksimal mungkin. Ditambah menggunakan Senjata Kutukan dengan tangan kirinya terasa jauh lebih sulit. Rasanya sama seperti ketika ia pertama kali berlatih anggar dengan ayahnya.

Roh terkutuk itu menyerang (Y/n) dengan tangannya yang panjang. Meskipun gadis itu bisa menghindar serangan pertama, ia tidak menyangka jika terdapat serangan selanjutnya. Tubuhnya terpental ke arah lain meski tangan kanannya sudah menangkisnya. Namun, tangan kanannya itu sedang cedera, alhasil penangkisannya tidak terlalu baik. Pada akhirnya, tubuhnya membentur pagar pembatas antara jalan yang mereka lalui dengan jurang di bawah sana.

"(Y/n)!"

Seruan itu kembali menyadarkan (Y/n). Ia rasa tubuhnya baik-baik saja. Setidaknya ia berharap demikian. Cukup cedera di tangan kanannya saja yang menyulitkan dirinya saat ini. Tidak perlu tambahan apapun.

"Senjata Kutukan: Blue Wind!"

Sesuai dengan namanya, angin berhembus ke arah roh terkutuk di hadapan (Y/n). Angin itu berasal dari seruling yang gadis itu mainkan oleh mulutnya. Iramanya ia buat mencekam dan menegangkan. Hembusan angin itu pun bergerak mengikuti irama yang (Y/n) ciptakan.

Mencabik-cabik tubuh mereka yang sudah tampak sekarat. Tentunya baik Fushiguro maupun Nobara sudah mengerahkan kemampuan mereka masing-masing. Kini (Y/n) hanya melakukan finishing-nya saja.

Tubuh gadis itu pun ambruk. Bersamaan dengan serulingnya yang lenyap tak berbekas. Fushiguro yang berlari ke arahnya serta Nobara yang menyerukan namanya merupakan pemandangan terakhir yang ia lihat dan dengar sebelum netranya benar-benar terpejam. Membentuk kegelapan tak pasti.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top