Chapter 24 - Why?
Author's POV
(Y/n) menangkis serangan Clove. Namun, dengan mudahnya lelaki bersurai pirang itu melancarkan serangan lain, tepat di titik buta (Y/n). Gadis itu membelalakkan matanya terkejut. Hampir saja pedang kayu milik Clove menusuk pinggangnya. Sekali lagi, (Y/n) berputar di udara. Namun, selama ia melakukan putaran itu, tangannya bergegas melemparkan pedang kayu Clove dengan pedang kayu miliknya sendiri. Alhasil, kini Clove tak memiliki senjata apapun di tangannya.
"Aku lelah. Kita istirahat dahulu, Clove," ujar (Y/n) dengan napas yang terengah-engah.
Berlatih pedang selama satu jam di halaman depan asramanya terasa melelahkan. Terlebih gadis itu sedang dibebani dengan berbagai pikiran sehingga membuatnya merasa lebih lelah daripada biasanya. Dan, Clove pun tahu akan hal itu.
"Aku ingin makan mochi. Kau ingin ikut?" (Y/n) menoleh pada Clove. Lelaki itu ternyata sedang membereskan beberapa pedang kayu yang patah dan yang masih utuh.
Clove pun menoleh seraya menyahut, "Ya."
***
"Karena sudah lama tidak memakan mochi, kini rasanya terasa lebih enak," ujar (Y/n) setelah gigitan pertamanya.
"Hm," gumam Clove. Ia sendiri tampak sibuk dengan mochi di tangannya.
"Lagi?"
Clove menggeleng. "Tidak, terima kasih," jawabnya.
"Oh ya, Clove."
"Apa?" sahut lelaki itu.
"Tentang mimpi burukku* di hari itu, apakah kau sudah mendapatkan informasinya?" tanya (Y/n) lagi. Ia kemudian membuang kemasan kertas yang membungkus mochi yang kini telah masuk ke dalam lambungnya. (*Chapter 14)
"Ah, tentang itu ya."
"Jangan bilang padaku jika kau lupa," ujar (Y/n) datar.
Clove mendengus. "Tidak, aku selalu mengingatnya. Sayangnya, hingga saat ini masih belum ada petunjuk terkait mimpi burukmu di malam itu," jelasnya singkat.
"Kurasa kau harus mulai mencarinya melalui tuan-tuan yang kau layani sebelum Lilliana," usul (Y/n).
Anggukan kepala Clove menjadi respon atas usulan (Y/n). Sebagai tanda jika ia memang setuju dengan perkataan gadis itu.
(Y/n) yang sebelumnya bersandar pada pagar pembatas antara trotoar dan jalan raya, kini berdiri dengan tegap. Ia meregangkan ototnya yang terasa kaku karena selama kurang lebih tiga puluh menit ia berada di posisi yang sama.
"(Y/n)."
"Ap—"
Awalnya (Y/n) hendak menyahuti panggilan orang yang ia duga adalah Clove. Namun, ternyata bukan. Clove tidak mengatakan apapun. Pandangannya kini tertuju ke arah yang sama dengan orang yang kini (Y/n) tatap.
"Bisa bicara sebentar denganku?"
***
Dan di sinilah (Y/n) sekarang. Di sebuah restoran cepat saji yang tampak tidak terlalu ramai. Bersama dengan Fushiguro yang memanggilnya sebelumnya. Mengatakan jika dirinya hendak berbicara dengan (Y/n).
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?" tanya (Y/n) to the point. Ia melipat tangannya di atas meja. Menatap lurus ke arah Fushiguro yang duduk di hadapannya.
Diam adalah hal yang Fushiguro lakukan saat ini. Manik biru gelap lelaki itu hanya menatap (Y/n) sejak tadi. Yang sebentar lagi pastinya akan membuat gadis itu salah tingkah. Mau sedingin apapun atau seacuh apapun, (Y/n) tetaplah seorang perempuan. Dan lagi, perempuan mana yang tidak akan merasa salah tingkah jika terlalu lama ditatap oleh lelaki seperti Fushiguro?
"Kau..."
(Y/n) mengangkat sebelah alisnya. Sekaligus merasa lega karena Fushiguro akhirnya mengatakan sesuatu setelah hanya diam beberapa belas menit. Bahkan hingga minuman (Y/n) telah hampir tandas.
"Kau benar-benar ingin mengatakan kalimat itu? Kepada kami."
Namun, pertanyaan Fushiguro membuahkan beberapa pertanyaan di dalam kepala (Y/n). Yang salah satunya ia tanyakan saat ini.
"Kalimatku yang mana?" Pertanyaan dibalas dengan pertanyaan. Hal itulah yang terjadi sekarang.
"Di hari itu," ucapnya. Ia diam sejenak, hendak mengatakan sesuatu namun tertahan di dalam tenggorokannya. "Ketika kita tahu bahwa Yuuji telah tiada," lanjut Fushiguro dengan nada pelan.
Tatapan wajah (Y/n) berubah datar. Lalu, ia menyedot isi minuman di gelasnya. "Ya, aku bersungguh-sungguh."
Jawabannya itu seketika membuat Fushiguro tersentak. Namun, wajahnya pun kembali normal dalam hitungan detik setelahnya.
"Mengapa? Mengapa kau mengatakannya?" tanya lelaki itu lagi, menuntut penjelasan lebih lanjut pada (Y/n).
Pandangannya ia palingkan dari Fushiguro. Dilemparkannya tatapan gadis itu ke luar jendela. Ke arah gedung-gedung pencakar langit yang tampak menjulang tinggi. Seolah-olah bisa menyentuh awan dan menariknya ke permukaan.
(Y/n) kembali menatap ke depan. Tepatnya ke arah Fushiguro yang sejak tadi hanya memandang gadis bersurai sebahu di hadapannya itu.
Ketika bibir (Y/n) mengucapkan satu kalimat, Fushiguro tak tahu harus mengatakan apa. Lebih tepatnya ia tidak mengerti apa maksud perkataan (Y/n) itu.
"Demi masa depan kita bersama nanti."
***
"Sensei."
Panggilan itu (Y/n) tujukan kepada seorang lelaki bersurai putih dengan penutup mata di wajahnya. Tentu saja, lelaki yang menjabat sebagai gurunya itu langsung menoleh kala dipanggil. Terlebih jarang sekali (Y/n) akan memanggil Gojo lebih dahulu.
"Ada apa, (Y/n)?"
(Y/n) diam sejenak. Ia tidak akan lagi merasa ragu. Sejak awal, ia sudah membulatkan tekadnya untuk melakukan hal ini. Tidak ada lagi hal yang perlu ia ragukan dan cemaskan. Seharusnya memang seperti itu, 'kan?
"Aku ikut, ke acara itu."
***
"Kau berubah pikiran, (Y/n)?"
Langit telah berubah malam. Kumpulan awan putih sudah tak dapat terlihat. Tertutupi oleh gelapnya malam kala bulan memantulkan sinar matahari dengan terang. Sebagai satu-satu benda langit yang bersinar.
"Tidak juga."
"Lalu?"
"Hanya ingin."
Clove mendecih lalu ia mendengus. "Kau itu aneh."
"Memang. Mengapa kau baru sadar sekarang?" (Y/n) menoleh pada Clove yang tengah menatap ke arah sang rembulan.
"Kupikir kau akan menyangkalnya," ujar lelaki itu kemudian.
"Awalnya memang aku berniat seperti itu. Namun, aku sedang malas untuk berdebat denganmu," balas (Y/n) seraya mengalihkan pandangannya.
Kembali diam. Membiarkan keheningan mengambil alih dan menyelimuti mereka.
"Clove."
"Hm."
"Pada cerita Hansel and Gretel, menurutmu, apakah perbuatan ibu tiri mereka itu sudah tepat?" tanya (Y/n) tiba-tiba. Membuat Clove mengernyit heran.
"Maksudmu, perbuatan ibu tiri mereka yang meninggalkan Hansel dan Gretel di hutan agar mereka bisa makan?"
(Y/n) mengangguk.
Lelaki bersurai pirang itu memasang gestur berpikir. "Kurasa itu adalah tindakan yang salah. Seharusnya masih ada solusi lain yang bisa mereka lakukan agar mereka tetap bisa makan tanpa perlu mengorbankan kedua anak mereka," jawab Clove.
"Kau salah, Clove."
"Apa maksudmu?" Clove mengernyit heran.
Manik (e/c) itu tertuju ke arah sang rembulan. Pantulan cahayanya membuat mata (Y/n) tampak bersinar dengan indah.
"Ada kalanya perbuatan yang terlihat jahat nyatanya adalah perbuatan yang baik. Sama seperti apa yang kulakukan kepada Megumi dan Nobara di hari itu. Benar, 'kan?"
Clove hanya diam. Sibuk memikirkan apa yang sebenarnya menjadi maksud dari perkataan (Y/n) barusan. Sungguh di luar akal. Benar-benar tidak masuk akal dan logika.
Namun saat ini Clove tahu satu hal; ia belum benar-benar mengenal (Y/n) dengan baik.
***
Psst, makasih sudah baca dan vomment(๑•ᴗ•๑)♡
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top