Chapter 19 - Neither Runaway Nor Dead

Author's POV

"Jangan melakukan percobaan bunuh diri lagi, Tyazel."

Yuuji langsung mengatakan kalimat itu di saat (Y/n) baru saja tiba. Yuuji, Fushiguro, dan Nobara sudah lebih dulu berada di sana. Mereka memang telah disuruh berkumpul oleh Gojou. (Y/n) sudah tahu di mana dan apa yang akan mereka lakukan sekarang. Namun, karena sangat tidak mungkin ia memberitahukannya, maka ia pun hanya diam. Lagi pula, masalahnya akan menjadi bertambah panjang dan merepotkan jika ia memberitahu hal tersebut pada mereka bertiga.

"Kuusahakan," sahut (Y/n) singkat sebagai tanda ia tak ingin membahas hal itu lebih lanjut. "Dan, jangan panggil aku dengan marga keluargaku lagi," tambahnya. Ia menatap Fushiguro dan juga Nobara. "Kalian juga."

"Aku akan menuruti permintaanmu jika kau menuruti perkataanku tadi," balas Yuuji santai.

"Hai, hai," sahut (Y/n) malas.

Sebenarnya alasannya sangat sederhana mengapa (Y/n) meminta—lebih tepatnya memaksa—mereka untuk tidak memanggil dirinya dengan marga keluarganya. Karena pada kenyataannya, (Y/n) bukanlah bagian dari keluarga Tyazel. Ia hanya berpura-pura berperan sebagai bagian dari keluarga milik Tyazel Lilliana. Jadi, tidak ada aturan yang mengharuskan dirinya memakai nama keluarga itu.

Beberapa detik setelahnya, hujan pun turun. (Y/n) menengadahkan kepalanya. Membiarkan hujan menjatuhkan diri ke atas wajahnya. Juga membiarkan pikirannya tertuju ke momen menyakitkan di dunia asalnya.

"Hujan," ucap (Y/n) sambil mengangkat tangannya.

"Hanya hujan saja. Mengapa memangnya?" tanya Nobara heran.

"Tidak. Bukan apa-apa." (Y/n) membenarkan letak tudung seragamnya yang menutupi kepalanya. Ia tidak mengatakan apa-apa meskipun sebenarnya ia memiliki suatu hal yang bisa ia katakan pada mereka.

"Siapa dia?" (Y/n) bertanya ketika seorang pria dengan kacamata menghampiri mereka. Karena orang itu berdiri di kejauhan, (Y/n) tidak bisa melihatnya dengan jelas. Ditambah pandangannya yang buram karena hujan.

"Perkenalkan aku Ijichi Kiyotaka." Pria itu langsung memperkenalkan dirinya ketika tiba di hadapan mereka.

"Langsung saja. Aku akan menjelaskan situasi di sini," ujarnya tanpa basa-basi.

Ia pun mulai menjelaskan seraya menatap pada bangunan di belakang mereka. "Mado kita menginformasi Janin Terkutuk itu tiga jam yang lalu.  Saat sembilan puluh persen warga telah dievakuasi, tempat kejadian di sana langsung ditutup. Warga dalam radius lima ratus meter juga telah diungsikan."

Yuuji tiba-tiba bersuara. "Ijichi-san, aku ingin bertanya. Apa itu Mado?"

"Mado adalah petugas SMK Jujutsu yang bisa melihat kutukan. Namun, mereka bukanlah Jujutsu."

"Oh, begitu." Yuuji tampak paham.

"Para tahanan ada di Blok 2. Totalnya ada lima tahanan bersama Janin Terkutuk itu. Jika Janin Terkutuk ini adalah tipe kutukan yang mampu berubah, maka ada kemungkinan jika kutukan ini bisa menjadi roh terkutuk tingkat tinggi."

Tingkat tinggi ya, batin (Y/n).

"Nee, nee. Aku masih belum paham tentang tingkat tinggi ini," celetuk Yuuji.

(Y/n) melirik ke arah Yuuji sesaat. Sedetik kemudian ia berucap, "Kau itu bodoh ya?"

Reaksi Yuuji hanya meringis ketika ia mendengar ucapan (Y/n) yang bisa dianggap benar itu. Lalu, Ijichi pun mulai menjelaskan lagi.

Karena (Y/n) sama sekali tak tertarik untuk mendengarkan—ia pun sudah mengetahuinya—tatapannya tertuju pada bangunan bertingkat di depannya. Tempat di mana Janin Terkutuk itu berada. Ia jadi merasa penasaran dengan bagaimana rupa Janin Terkutuk itu jika dilihat langsung, bukan melalui layar laptop-nya.

"Jadi, di mana Gojou-Sensei?"

"Sedang ada urusan kerja. Lagi pula, beliau bukan orang yang seharusnya membuang-buang waktu di sekolah," jelas Fushiguro.

"Begitu, ya."

"Karena kekurangan pekerja, maka kalian akan sering menerima misi di luar kemampuan kalian. Dan, kalian pun tak boleh bertarung. Di saat kalian menghadapi roh terkutuk tingkat khusus, pilihannya hanya dua: lari atau mati."

Reaksi mereka tampak terkejut, khususnya Yuuji. Namun, berbeda dengan mereka bertiga, (Y/n) hanya diam saja. Ekspresinya masih sama sejak pertama kali mereka tiba di sana.

"Aku tidak akan memilih keduanya," celetuk (Y/n) membuat perhatian mereka teralihkan kepada gadis bersurai (h/c) itu.

"Memang, kuakui selama ini aku selalu mencoba untuk melakukan percobaan bunuh diri. Namun, bukan berarti aku akan mati hanya karena roh terkutuk sialan itu."

Ia diam sejenak. Membiarkan mereka bereaksi karena pernyataan yang (Y/n) ucapkan.

"Setidaknya, aku ingin mati dengan cara yang lebih keren," sambungnya. "Benar, 'kan?"

"Apakah mati dengan bunuh diri itu keren?" tanya Nobara datar.

"Tidak. Itu adalah tindakan bodoh," sahut (Y/n) sambil menatap langit. Salah satu tangannya menutupi wajahnya.

"Lalu, mengapa kau melakukannya, Bodoh?!" Nobara mulai geram karena jawaban yang (Y/n) berikan. Ia tidak mengerti jalan pikiran gadis bermanik (e/c) yang kini tengah menatap hujan.

"Tidak ada alasan khusus."

Nobara menghela napas gusar. Teman barunya itu benar-benar tidak memiliki akal sehat. Ia mengalihkan tatapannya ke luar, tepat ke arah seorang wanita yang tengah ditahan pergerakannya oleh beberapa penjaga.

"Ano, di mana Tadashi?! Apakah putraku baik-baik saja?!"

Seruan itu membuat mereka, kecuali Nobara, menoleh ke belakang. Seorang wanita yang ditahan oleh beberapa penjaga tampak tengah khawatir akan suatu hal.

Raut wajah Yuuji berubah seketika saat ia mendengar perkataan wanita itu. Ia paham sekali bagaimana perasaan wanita di hadapan mereka saat ini.

"Dia adalah wali yang berkunjung." Ijichi menatap ke arah wanita itu. "Tolong menjauhlah! Di sini berbahaya. Ada kemungkinan ada gas beracun yang tersebar. Saat ini, kami tak bisa menjelaskannya lebih jauh."

"Tidak mungkin..." Wanita itu merosot ke atas tanah. Ia berjongkok sambil menutupi wajahnya yang tengah menangis. "Mengapa? Mengapa justru jadi seperti ini?"

"Tyazel. Fushiguro. Kugisaki."

(Y/n) yang sejak tadi diam memperhatikan wanita itu sontak menoleh kala namanya disebut. Ia masih kesal karena Yuuji memanggilnya dengan nama keluarga milik Lilliana itu. Ia mengumpat dalam hati. Memang, Yuuji akan menuruti permintaannya jika (Y/n) juga menuruti perkataan lelaki itu. Benar-benar merepotkan.

"Ayo, selamatkan mereka!" seru Yuuji.

"Tentu saja," timpal Nobara.

"Ya," sahut (Y/n) tanpa berpikir panjang. Tatapannya tertuju ke arah bangunan bertingkat beberapa meter di depannya itu.

Setidaknya, (Y/n) tidak ingin memiliki penyesalan akan perbuatannya di kemudian hari. Tidak seperti masa lalunya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top