part 15 - Jalan-jalan Bersama

Ledi hanya terdiam di tempat,menatap lelaki yang sepuluh tahun silam meninggalkan cinta dalam hatinya. Dan pergi tanpa kata perpisahan.

Dia lelaki pemilu itu, lelaki yang begitu Ledi rindukan. Dan hati yang biasanya terasa kosong kini berdegub kencang. Ada rindu yang tersirat sangat dalam hingga membuatnya berlinang air mata.

Tak ada sepatah kata yang terucap dari bibir ledi. Namun,Lelaki di depannya tersenyum begitu indah padanya,dengan kedua tangan berada pada saku celana.

Entah hal bodoh apa dalam otak Ledi. Ia hanya ingin pergi dari hadapan lelaki di depannya. Rasanya ia harus meluapkan hatinya di sebuah ruangan privasi.

"maaf,saya pamit sebentar," ucap ledi perlahan. Dan berbalik,melangkah sekedar ke toilet.

Namun siapa yang bisa menebak, baru dua langkah Ledi beranjak pergi-langkah lelaki pemilu itu lebih besar dari langkahnya. Menggenggam pergelangan tangan Ledi. Menarik dan memeluk Ledi dalam pelukannya. Pelukan yang erat.

Ledi membulatkan matanya tak percaya. Degup jantung yang sedari tadi tak normal semakin kencang brdentum.

Dan kini Kehangatanlah yang dapat Ledi rasakan sekarang-dan jelas sekali di telinga Ledi degub jantung lelaki pemilu itu.

Ledi menarik nafasnya karna keterkejutannya beberapa saat tadi.

Perlahan lelaki pemilu itu mendekatkan wajahnya pada daun telinga Ledi, membisikkan kata yang sungguh membuat Ledi terhipnotis seketika.

"Aku merindukanmu," ucap lelaki pemilu itu lirih.

Perlahan pelukan itu mulai terlepas, tanpa mereka sadari banyak mata yang memperhatikan mereka dengan tanda tanya di kepala mereka.

"perkenalkan,namaku Mhin Ledelard" tutur lelaki pemilu itu dengan menujulurkan tangannya. Terkesan formal seperti tak terjadi apa-apa sebelum ini.

Ledi hanya menyipitkan mata-merasa ia pernah mendengar nama itu. Tapi dimana,ah otaknya sangat minim ingatan.

Dengan sedikit ragu,Ledi menjabat tangan lelaki yang ia tambatkan rasa itu. Dan ya sekarang ia tau nama lelaki itu,nama yang menjadi misterius sepuluh tahun silam. Namun sangat familiar.

"Ledi victoria," jawab ledi gugup. Ah sungguh gila, ia harus ke dunia nyatanya. Tapi sungguh ia sangat merindukan lelaki di depannya.

"senang bertemu denganmu" ucap Mhin dengan senyum menawannya.

"saya juga," balas Ledi. Perlahan jabat tangan itu mulai terlepas.

Walau Mhin sungguh sangat ingin memeluk wanita di depannya lebih lama lagi. Meluapkan rindu yang selama ini ia tahan,di balik layar kaca. Namun ia coba tahan sekuatnya.

"silahkan ke arah sini tuan Mhin," papar Martin yang memecahkan semua percakapan singkat di antara kedua makhluk yang saling merindukan itu. Tentu Martin juga sedang di penuhi tanda tanya di otaknya. Dan Ledi berhutang penjelasan padanya.

Kini Mhin dan pekerjaan yang ia bawa sudah duduk dengan santai di ruangan yang terbilang besar, dengan meja bundar dan alat presentasi di depan ruangan.

Terkesan elegan,karna ruangan ini bewarna silver. Di tambah dengan dinding kaca yang membuat semua takjub saat melihat ke luar.

Sedangkan Ledi masih belum berada di ruangan itu,ia masih di toilet dengan degub jantung yang ia coba normalkan. Ah ia bisa gila.

"Mhin ladelard...." lirihnya. Mengingat ingat dimana ia mendengar kata itu. Bukannya mengingat,jantungnya malah lebih terpompa lebih cepat.

"sungguh,aku bisa gila," rutuknya dengan mengatur nafas naik turun.

"aku bisa,Ledi bisa," semangatnya dengan menepuk kedua pipinya. Seakan sebuah tepukan itu dapat menyadarkannya.

Ledi berjalan anggun menuju ruangan rapat. Semoga ia bisa melakukannya tanpa degub jantung sialan ini.

Semua mata melihat ke arah Ledi,ketika pintu terbuka dan ia muncul dari sana.

Perlahan tapi pasti,ia berjalan ke arah depan ,tempat ia mempresentasikan hasil kerjanya. Dengan sekali tarikan nafas Ledi memulai presentasinya.

"selamat sore...," ucapnya dengan senyum menggembang. "baiklah,saya Ledi Victoria akan menjelaskan kerjasama antara pihak LD Capital dengan Ladelard Company," jelasnya yang berawal dengan keguguepan luar biasa.

Setelah beberapa lama ia mempresntasikan,semua penjelasannya mengalir tanpa beban. Walah Mhin selalu tersenyum padanya,dan itu selalu membuat Ledi salah tingkah. Namun, Ledi berdeham agar tak terlihat jelas betapa gugupnya ia. Dan Ledi memilih untuk mengalihkan pandangannya,agar menghindari segala bentuk yang membuat degub jantungnya berdetak begitu menggema di dalam sana. Telinganya saja sudah pekak mendegar degup jantung yang tak menentu itu.

Dan entah berapa kali harus ia katakan,ia akan gila karnanya.

"sekian penjelasan saya kali ini,terimakasih kepada tuan mhin sudah menyempatkan waktunya untuk datang" ucap ledi setelah selesai dengan presntasenya. Dengan anggukan dari berbagai pihak.

"apa ada semua jelas?". Kini mata tajamnya menatap lelaki di depannya yang berjarak cukup jauh darinya. Entah keberanian dari mana,kini ia menatap Mhin begitu intens. Seakan menemukan jati dirinya debelum ini. Khas ketegasannya.

"tidak,kau bisa menutup presentasimu" pangkas Mhin dengan mata yang sama tajamnya.

Dengan sekali sentak,Ledi kembali ke puncak kesadarannya. Dan mengakhiri presentasinya hari ini.

Bagus semuanya berjalan sempurna,walau jantungnya tak bisa di ajak kerja sama.

Semua orang perlahan-lahan beranjak dari tempat duduknya,dan berjalan keluar dari ruangan ini,dengan kata pamit kepada Ledi dan Mhin yang masih di dalam.

Kini hanya kesunyian yang menghinggapi keduanya dia rungan itu. Ledi sedang membereskan berkas-berkas presentasenya. Sedangkan martin ada sedikit keperluan dengan salah satu pemegang saham.

"test... Test...." ucap mhin pada mic di depannya. Dan membuat Ledi menatal ke arahnya.

"aku merindukanmu,ledi. Sangat...," ucapnya lagi. Ledi yang tadi hanya menatap sekilas,dan menlanjutkan beres-beresnya. Kini berhenti seketika dan meletakkan berkas itu perlahan di atas meja.

Perlahan Ledi menatap Mhin. Ada semburat malu di sana. Dan tentu degub jantung yang tak akan pernah ia dustai.

Mhin berjalan pasti ke arah Ledi yang tengah terpaku.

"kau kini sangat cantik," puji mhin setelah bersandar pada meja bundar tak jauh dari ledi yang hanya berjarak satu meter saja.

"trimakasih" jawab Ledi. Tentu wajahnya yang memerah sudah terlihat sekarang. Tak seperti dulu.

"kau masih sama,ledi. Wajahmu masih bersemu merah saat di dekatku".

Ledi menundukkan kepalanya,berpura-pura mengecek berkas yang memang sudah ia rapikan tadi.

"apa kita harus berkencan?" tanya Mhin yang tak lagi bisa menahan rindunya itu.

"aku pergi,jika kau masih ingin di sini. Silahkan" tangkas Ledi. Sungguh ia ingin menanggapi ajakan Mhin untuk berkencan. Tapi tidak sekarang. Namun setelah semua aksi balas dendamnya ia lakukan dengan sempurna.

"kau menggemaskan sekarang," goda Mhin dengan mncubit puncak hidung Ledi.

"awww" aduh Ledi.

Mhin berjalan keluar tanpa menghiraukan Ledi. Ia tau ia akan mendapatkan penolakan. Tapi sungguh ia tak kecewa,ia tau apa yang ada dalam pikiran wanita itu sekarang.

"ish,sakit. Awas kau Mhin," teriak Ledi dari dalam. Membuat Mhin menorehkan senyum mengembangnya.

....

"kau berhutang penjelasan padaku Ledi," tuntut Martin setelah seleai dengan urusannya dengan salah satu pemegang saham.

Mereka duduk bersantai di sofa yang biasa mereka gunakan untuk bersantai. Dan tentu itu di ruangan ledi. Ledi hanya bermain ponselnya,sedangkan Martin seakan seorang anak yang menunggu masakan ibu mereka.

"penjelasan apa?" tanya Ledi berpura-pura tak tau.

"ayolah,kau tak lagi ABG yang harus ku jelaskan segalanya".

Ledi terkekeh geli.

"tidak ada apa-apa. Apa yang harus aku jelaskan?"

"adegan pelukanmu tadi Ledi" papar Martin yang langsung membuat ledi bersemu merah.

"jelaskan padaku," tuntut martin.

"untuk apa aku menjelaskannya padamu,martin"

"ayolah,aku masih temanmu. Atau kau sudah tak menganggapku lagi"

"martin,kau bukan wanita. Jangan merengek seperti itu. Menjijikkan"

"jika kau tak ingin,maka jelaskanlah ledi. Aku sudah sangat penasaran sedari tadi"

"baik-baik,ku beri tau padamu. Mhin adalah teman semasa SMAku. Apa kau puas?"

Martin masih menimang. Manamungkin sekedar temann harus berpelukan cukup lama seperti tadi.

"apa dia kekasihmu waktu SMA"

Tawa Ledi meledak seketika.

"kau gila Martin? Mana mungkin aku yang dulu,memiliki seorang kekasih. Sungguh mustahil" kekeh Ledi. Walau hatinya tak berkata demikian. Ada yang mejadi kekasih nya,tapi hanya untuk memeanfaatkannya dan mempermainkannya. Ada kepedihan kini yang ledi sembunyikan dalam dalam.

"lalu kenapa kalian berpelukan cukup lama?". Pertanyaa Martin membuat Ledi berhenti dari tawa leabarnya.

"heem..." deham ledi. "itu karna dia teman dekatku,dulu. tentu sebuah pelukan-biasa untuk kita bukan?" jelas Ledi dengan otak berputar lebih cepat. Mencari kata yang tepat.

Seperti jawaban Ledi membuahkan hasil, martin tampak mengangguk setuju

"sepertinya aku harus pergi cukup lama,agar aku juga bisa memelukmu" tutur Martin.

Membuat kening Ledi mengkerut. Sebelum kekehan Ledi keluarkan Untuk Martin.

"kau sangat lucu Martin"

Namun,martin hanya diam. Karna kata-katanya sungguh bukan sebuah candaan. Namun Ledi mengganpanya bercanda, tak ada pilihan lain kecuali ikut tertawa bersama dengan wanita yang ia sukai itu.

...

Ledi hanya terdiam di depan gedung kantornya itu. Melihat ke arah depan. Menatap lelaki di depannya membuka pintu mobilnya dengan kesan romantis.

"masuklah,bukankah mobil ini menjadi perpisahan kita waktu itu?" ungkap Mhin dengan mempersilahkan Ledi masuk.

Ledi ingat jelas bagaimana posisinya dan setiap kata yang ia ucapkan ketika perpisahan antara mereka berdua.

"ayo masuk,apa kau berniat menjemurku di sini?" gurau Mhin. Dan akhirnya ledi memasuki mobil Mhin. Mobil sepuluh tahun silam. Dan tampak masih sama. Sungguh mobil klasik inilah yang sangat ia rindukan,ah tidak yang lebih ia rindukan adalah pemiliknya.

Kini Mhin sudah berada di samping ledi. Dengan setelan berbeda dengan sepuluh tahun silam. Dulu Mhin hanya berpakkaian urakan khas lelaki SMA yang nakal.

Namun,kini lihatlah. Setelan jas hitam dan kemeja dongker dengan dasi bergaris hitam,sangat jauh dari kesan urakannya dulu. Sekarang Rambut lelaki itu tertata rapi dengan wajah berpahamnya. Tidak lupa dengan rambut-rambut halus menghiasi rahangnya. Terkesan sangat dewasa.

"apa kau sudah puas melihatku?" tanya Mhin. Yang membuat ledi mengalihkan pandangannya secepat kilat,tak lupa dengan pipinya yang memerah.

"heem,aku hanya melihat ke sisi luar jendelamu. Bukan kau,mhin. Kau terlalu percaya diri"

"apa kau yakin dengan ucapanmu,ledi"

"ya aku yakin"

"benarkah,wajahmu sangat memerah,ledi. Dan kau masi saja beralasan"

"tidak.. Aku hanya..."

"hanya apa?"

"hanya... Merindukanmu"

Mhin mengulas senyum lebarnya. Wanita di sampingnya yang sudah berubah 180 derajat itu. Tengah mengungkapkan bahwa ia merindukan dirinya.

"kau sangat lucu" gemas Mhin dengan mecubut hidung Ledi lagi.

"aww sakit Mhin. Hidungku bisa hilang karnamu" sungut ledi dengan mengelus-elus hidung yang kini terasa berdenyut-denyut. Apa ini kebiasaan mhin padanya sekarang? Jika setiap bertemu dengan mhin ia akan mendapatkan satu cubitan. Cukup sudah dalam sepuluh kali pertemuan hidungnya akan hilang,atau benjol sebesar bola Volly.

"aku sangat gemas padamu,itu saja"

"kau menyebalkan,mhin" sungut Ledi yang kini menampakkan raut kesal pada Mhin. Tentu itu bukan hal yang perlu mhin khawatirkan. Karna wanita di sampingnya ini hanya perlu sebuah perlakuan romantis,agar tak marah lagi.

Mhin mengelus lembut kelala Ledi. "aku hanya bercanda,kau tak perlu mengembungkan kedua pipimu seperti bola pimpong"

Dan yap, Ledi memerah seketika. "kau beruntung mhin, awas saja kau" balas Ledi tak mau kalah.

"lihatlah keluar,kau sekarang ada dimana"

Kini ledi melihat keluar. Melihat jejeran ombak yang berlomba menghempas tak mau kalah. Tak lupa denga burung berterbangan di atasnya,mencari makan.

Ledi takjub dengan tempat ini. Apa dia baru tau jika ada laut indah di daerahnya. Sungguh ia perlu berwisata sekarang.

"ini sangat indah mhin" puji Ledi.

"sepertinya kau gila kerja sampai tak tau jika pantai ini tak begitu jauh dari kantormu"

"jelas,aku tak punya waktu untuk bersenang-senang Mhin" pangkas Ledi. Namun ia masih takjub,membuka jendela mobil dan menghirup nafas dalam. Angin sejuk memenuhi rongga hidungnya,menghantarkan kedamain pada otaknya.

Mhin tersenyum geli. Bagaimana bisa gadisnya kekurangan hiburan seperti ini. Walau wajahnya tak terlihat menua,namun cara wanita itu menatap tak ada sebuah hiburan yang menghibur hatinya yang sudah lama terluka. luka yang masih menganga.

Sungguh,mhin berjanji akan membuat wanita di depannya ini. Mendapatkan apa yang ia inginkan. Ya,iya akan berkorban untuknya.

...

Semoga suka😊
Jangan lupa vote ya kk😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top