-DECISION-
CHAPTER 8
DAMN HEART
Discalimer
Masashi Kishimoto
Story By
Lavendark
[Hinata Hyuuga, Sasuke Uchiha]
Genre
Romance, Drama, Slice of Life
-Sasuke POV-
Aku melihatnya saat akan memasuki salah satu kamar rawat inap. Niatku ke rumah sakit ini adalah untuk bertemu Sakura dan mengatakan hubungan kita telah berakhir, namun melihat kelinciku yang masih mengenakan piyama entah mengapa membuat niak awalku jadi berubah. Tak mau kehilangan kesempatan, aku menariknya dan membawanya ke tempat sepi. Aku bukannya mesum, tapi memmbicarakan hal yang privasi memang membutuhkan ruangan yang privasi juga.
Dan disinilah kami, entah mengapa aku membawanya ke toilet perempuan yang seharusnya untuk laki-laki sepertiku tidak berada disini. Apalagi aku ini tampan, terlalu beruntung untuk perempuan-perempuan yang berada di toilet ini.
Termasuk Hyuuga Hinata.
Ekspresi yang terkejut dengan piyama beruang yang lucu membuatku ingin sekali memakannya. Apalagi berdua dengannya di toilet ini.
"Apa kau sudah gila?!!"
Lihatlah gadisku ini, dia mengatakan aku ini gila... Memang benar. Aku sudah gila. Uchiha Sasuke gila terhadap Hyuuga Hinata. Memikirkannya membuatku terkekeh. Aku tidak mau berlama-lama lagi, sebaiknya kelinciku ini segera mengetahui jika dia sedang berada di genggaman buaya, dan Sasuke akan dengan tangan terbuka menerima kelincinya untuk mendampingi hidupnya. Ya meskipun Sasuke akan rugi jika hidup dengan Hinata, lihat saja perbedaannya
Sasuke yang kaya raya dan tampan.
Sedangkan Hinata? Hanya pegawai biasa dan muka pas-pasan.
Bukankah Sasuke sangat dermawan?
Khayalan tinggalah khayalan. Jawaban perempuan di depanku ini benar-benar di luar dugaanku. Dan itu membuatku merasa terhina.
Apa-apaan dia? Dia lebih memilih pacar brengseknya dibandingkan diriku? Seorang Uchiha Sasuke.
Meski aku juga brengsek.. Tapi setidaknya aku ini lebih unggul dari segi fisik dan materi dibandingkan pacar tololnya. Dan kata-kata kasarku keluar.
Apa aku menyesal? Cih.. tentu saja tidak! Perempuan ini duluan yang mengajakku berdebat. Dan aku Uchiha Sasuke tidak akan mengemis cinta padanya. Lagipula bukankah Hinata itu tidak adil? Dulu dia tidak memberiku kesempatan kedua. Sedangkan pria berambut merah itu? Hyuuga Hinata memang tidak berguna!
Aku mengejarnya ketika dia keluar toilet. Setidaknya aku akan memberikan kenyataan pahit jika pacar merahnya bena-benar brengsek. Aku memberitahunya jika Sasori dan Sakura pergi ke hotel bersama.
"Ah! Jangan bilang kau masih menyukai wanita jelek ini?"
Dan kata-kata jika aku menyukai dirinya menjadi pemicu kemurkaanku. Apa-apaan gadis Hyuuga ini? Aku? Menyukainya? Itu tidak benar! Yang kulakukan sekarang adalah mengasihaninya... Aku hanya memberikannya kesempatan untuk bisa bersamaku... Lagi pula, aku selama ini juga belum menemukan kecocokan dengan perempuan di luar sana.
"Ap-apa??? Kau sudah gila? Aku.... denganmu? Yang benar saja..!!" Aku membela diriku sendiri. Tentu saja aku masih punya harga diri. Dan harga diri seorang Uchiha tidak ternilai harganya.
Perdebatan kami diakhiri dengan kakiku yang di injak.
Wanita sialan!
Aku murka... dan marah. Semua tidak sesuai dengan ekspetasiku. Kupikir wanita itu akan menangis tersendu-sendu.. Lalu memutuskan pacarnya dan memohon cinta padaku.
"Brengsek!" Aku mengumpati diriku sendiri. Hyuuga Hinata benar-benar telah merendahkan seorang Uchiha Sasuke. Bahkan aku sudah terlanjur minta dipindahkerjakan ke sini. Hanya untuk dia.
Moodku hilang. Aku malas bertemu dengan Sakura.
Persetan dengan perjodohan. Jika pada akhirnya aku seperti orang bodoh.... maka aku tidak akan peduli lagi pada Hyuuga Hinata.
Biarlah aku menikah dengan Haruno itu! Aku sudah tidak peduli jika dia sudah dicicipi oleh orang lain.
Dicicipi oleh pacarnya Hinata.
Memikirkan itu membuatku tambah murka, dan meninju keras tembok yang ada di sampingku. Sangat keras sampai seorang perawat yang lewat terkejut. Aku memandangnya tajam, membuatnya beringsut ketakutan dan menjauh.
Persetan dengan tata krama
Seorang Uchiha Sasuke tidak kenal tata krama.
-Sasuke POV End-
.
.
.
...
.
.
.
-Hinata POV-
Aku memandang kalung ametis ini cukup takjub. Tapi..... aku menyendu, memikirkan banyak hal. Sepertinya tidak akan pantas jika aku menerima kalung ini darinya. Lagi lagi aku bimbang. Jadi aku harus seperti apa?
Sekarang aku ada di apartemen. Ini sudah dua hari sejak Sasori seharusnya keluar dari rumah sakit. Dan panggilan dari Sasori di ponselku sudah aku abaikan. Bahkan panggilan Karinpun aku abaikan.
Aku yakin Sasori dan Karin sangat mengkhawatirkanku. Bahkan mereka bolak-balik mendatangi apartemenku. Aku tidak menanggapinya.
Aku hanya mengirimkan pesan pada mereka jika aku sedang ada urusan dan baik-baik saja.
Tentu saja agar mereka berdua tidak melaporkanku sebagai orang hilang pada polisi. Terutama Karin.
Katakanlah aku ini jahat. Tapi mau bagaimana lagi?
Aku sedang ingin sendiri.
Setelah bertemu dengan Sasuke, aku tidak menemui Sasori di ruangannya. Aku takut jika aku lepas kendali saat melihat wajahnya. Bayangan-banyangan Sasori dengan model Haruno itu memenuhi kepalaku.
Aku tidak tau, apakah Sasori itu benar-benar selingkuh atau tidak. Lagi pula, bagaimana Sasori bisa mengenal model papan atas seperti Haruno?
Ah ya.. Kau lupa betapa tampannya pacarmu Hinata.
Lagi-lagi, aku memandang kalung ametis di tanganku.
Kalung ini pemberian Karin. Dalam catatannya, Karin bilang jika kalung ini adalah hadiah atas pertunangannya nanti dengan Sasori.
Pertunangan?
Ah memikirkannya membuat aku sedih. Apa hubunganku dengan Sasori bisa berlanjut setelah ini? Apakah aku bisa berpura-pura tidak terjadi apapun? Aku benci dibohongi. Dan aku juga tidak mau membohongi.
Perkataan Sasuke benar. Orang seperti diriku ini tidak pantas bersanding dengan laki-laki tampan. Aku adalah perempuan yang tidak tau diri yang berpacaran dengan laki-laki tampan. Tapi mau bagaimana lagi? Bukannya aku sombong... Hanya saja, aku tidak pernah mendekati laki-laki sekaliber Sasori maupun Sasuke. Merekalah yang dulu mendekatiku. Aku hanyalah perempuan biasa yang akan luluh jika diberi perhatian lebih. Bukan berarti aku juga gampangan! Hanya saja... Perjuangan Sasori untuk menjadikanku pacarnya adalah perjuangan yang tidak bisa dianggap sepele.
Sasori itu orang yang gigih.
Dan aku masih tidak percaya jika dia selingkuh.
Apa semua laki-laki seperti itu? Seperti kucing yang akan tergoda ketika dia di berikan ikan?
Jika memang semua lelaki sebrengsek itu.... lebih baik aku tidak usah menikah sekalian. Mengadopsi 2 orang anak dari panti dan hidup nyaman adalah opsi yang menyenangkan. Tapi aku tau... Otousan tidak akan menyetujui itu.
Ah Hyuuga Hiashi. Bagaimana aku akan menjelaskan padanya nanti. Dua hari yang lalu, aku menelepon Otousan jika diriku di ajak tunangan oleh Sasori. Dan otousannya sangat bersyukur karena gadisnya yang jelek ini dilamar oleh laki-laki tampan.
Aku menggigit bibir. Dadaku mulai terasa sesak.
Ini yang kedua kalinya. Namun kali ini lebih sesak.
Bayangkan jika menjadi diriku, pacarmu berselingkuh dengan tunangan mantan pacarmu? Posisi aneh apa ini? dan aku menjadi orang yang paling dirugikan disini!
Sasori brengsek!
Uchiha Sasuke lebih brengsek!
Kenapa Uchiha itu memberitaukan ini sih?? Jika begini kondisinya aku lebih memilih tidak tau tentang hal ini. Katakanlah aku itu bodoh
Aku menangis.... Sasori sialan. Dia membuatku mencintainya dan memperlakukanku seperti ini?
Dia serius dengan diriku tidak sih? Jika dirinya hanya ingin main-main kenapa harus melakukan sejauh ini?.
Aku menghapus air mataku kasar.
Benar....! Aku butuh jawaban. Jawaban dari mulut Sasori.
Sudah cukup aku mengurung diri selama dua hari di apartemen. Aku juga sudah lelah jika harus memakan mie instan terus menerus. Aku bukan lagi seorang mahasiswi! Aku wanita karir.... Dan mie instan tidak cocok untukku!
Aku akan menemui Sasori dan meminta penjelasannya.
Meski aku sudah memiliki keputusan finalnya.
.
.
.
...
.
.
.
Entah kesialan apa yang menimpa diriku ini. Baru saja kau keluar apartemen, dan hampir menghubungi Sasori ketika aku bertemu dengan Karin di lantai bawah. Aku terkejut. Karin pun begitu..
Tapi tak lama, pandangan terkejut Karin tergantikan dengan pandangan kemurkaan.
Habislah diriku.
"Hai Hinata sayang.... Bisa jelaskan kenapa kau mengabaikan panggilanku? Urusan yang seperti apa sehingga kau menomorsekiankan sahabatmu ini??" Kulihat Karin bersidekap dan memandang diriku tajam.
Aku tau dia sangat marah padaku. Dia pasti sangat mencemaskanku dua hari ini.
"Kembali keapartemenmu... Hyuuga! Kita perlu bicara." Hyuuga? Ah... Karin benar-benar sudah murka. Wanita ini sangat mencemaskanku. Meski wajahnya menunjukan kemarahan, tapi aku bisa melihat ada kelegaan di matanya. Baginya aku seperti anaknya sendiri.
Anak? Ya... Karin dan segala kebodohannya.
Dia pernah bilang, jika aku tidak mau menikahi kakaknya... Dia akan menganggapku sebagai anaknya saja. Pemikirannya gila. Karin bilang... jika ayahku meninggal nantinya, dia akan mengadopsiku sebagai anaknya. Mengganti marga Hyuugaku menjadi Uzumaki dan menjadi wali saat aku menikah nanti.
Wanita seperti Karin sepertinya sudah tidak waras dalam bersahabat.
Meski begitu, aku sangat menyayanginya. Menganggapnya seperti kakak perempuanku. Dan melihatnya saat ini, membuat mataku lagi-lagi memanas. Sepertinya aku membutuhkan tempat untuk bercerita dan melepas kesedihan.
Dan Karin adalah orang yang tepat.
"Hiks.... Karin..." dan airmataku meluncur begitu saja. Bahkan aku tidak bisa menahan isakanku. Bukannya aku cengeng atau minta dikasihani... Hanya saja, dikhianati oleh calon tunanganmu itu sangat menyakitkan.
Kulihat ekspresi Karin langsung berubah. Wajahnya kali ini dipenuhi dengan raut khawatir. "Hi... Hinata?" dan dengan cepat aku memeluk Karin yang terkejut.
Bertemu Sasorinya Nanti saja. Kurasa aku membutuhkan saran dari Uzumaki Karin.
.
.
.
"smSudah kubilang kau menikah dengan kakakku saja! Aku akan menyuruhnya untuk putus dengan pacarnya dan menikahimu!"
Lupakan meminta saran dari Uzumaki Karin. Dia sama sekali tidak berbakat! Dia sudah sinting. Kenapa sih, setiap kali aku curhat mengenai pria dia selalu membawa-bawa kakaknya itu? Dekat saja tidak... Aku dan Nagato-nii itu cukup canggung. Terlebih kakaknya Karin itu sudah punya kekasih.
"Sasori brengsek.... Kau membuatku membenci orang berambut merah, Hinata!" Karin berdiri dari duduknya dan berjalan menuju dapur.
Kurasa dia haus. Aku terlalu banyak bercerita sehingga aku lupa menyediakannya air minum. "Kau juga berambut merah Karin. Jika kau lupa." Aku mengatakannya ketika melihat dia membawa segelas air.
Benarkan dia kehausan.
"Ini beda Hinata.... Rambutku berwarna maroon!" dia duduk disampingku dan menyuguhkan gelasnya padaku. "Minumlah..... Suara serakmu tidak enak didengar! Kau menangis berapa lama sih? Lihatlah mata bengkakmu!"
Mataku terbelalak. Sebenarnya siapa yang tuan rumah disini. Aku memandang Karin terharu. Ah.... andai karin laki-laki, aku pasti akan melamarnya!
Lupakan pemikiran bodohmu Hinata. Cintamu sedang dipertaruhkan disini.
"Apa?!" tanya Karin dengan nada jengkel ketika aku masih saja memandanginya. "Putuskan Sasori dan menikahlah dengan kakakku. Itu saranku. Sekian. terimakasih"
"Kau tidak waras Karin!... Aku tidak dekat dengan Nagato-nii. Jangan berpikir yang aneh-aneh." Keinginanku untuk menangis sudah menghilang. Tergantikan dengan rasa jengkelku pada Karin yang terus menjodohkanku dengan sang kakak.
"Ah.... Depresimu membuatmu menjadi perempuan yang jorok. Lihatlah... banyak debu di apartemen ini! Membuat mataku iritasi saja sih." Ucap Karin sambil melepas kacamata dan mengucek matanya.
Aku tersenyum memandangnya. Aku tau Karin sedang menahan untuk tidak menangis juga. Aku sudah menceritakan segalanya. Begitupula dengan pertemuanku dengan Sasuke dan perselingkuhan Sasori dengan tunangan Sasuke. Karin pasti merasa kasihan dan sedih padaku. Untung Karin tidak menangis. Jika kami berdua menangis.... siapa yang akan menghibur nantinya?
"Kurasa aku tidak bisa menerima ini, Karin." Aku memberikan kalung ametis pada Karin.
"Ambil saja....... Anggaplah itu kado dariku untuk menghibur temanku yang sedang bersedih." Karin membuang mukanya. Aku tau dia sedang malu. "Lagipula itu cocok untukmu."
Aku tersenyum kepadanya. Lalu aku merenggangkan tanganku kearahnya "Aku membutuhkan pelukan sekarang."
Kulihat Karin menghela nafas dan memutar matanya malas. Dan dia memelukku.
Dia adalah sahabat terbaikku. Karin adalah salah satu hal yang aku syukuri saat aku mengenal Sasuke.
"Kau harus mentraktirku setelah ini Hinata...... Pelayananku tidak murah!"
-Hinata POV End-
.
.
.
...
.
.
.
-Sasuke POV-
"Ada apa denganmu, Sasuke? Kau terlihat berantakan dua hari ini." Aku melirik kearah Suigetsu. Dia sangat mengganggu. Dia benar jika aku sangat berantakan. Rencanaku untuk menangkap kelinci berdada besar gagal. Bahkan aku harus rela dimutasi ke Jepang hanya untuk rencanaku yang sia-sia. Hyuuga Hinata sialan! Bahkan tadi malam dia datang kemimpiku dan mengejekku jika aku tidak bisa move on. Ah yang benar saja! Itu adalah mimpi paling buruk yang pernah aku alami.
"Kupikir kau tidak mencintai tunanganmu Sasuke... Kau berantakan ketika tau tunanganmu berselingkuh? Haaah... jadi Haruno itu berhasil membuatmu tergila-gila padanya." Suigetsu si mulut besar. Dia itu sok tau... Membuatku ingin mengusirnya saja! Itachi bodoh! Kenapa dia memindahkan Suigetsu untuk menjadi asisten pribadiku?? Aku sudah cukup muak bertemu dengannya sebagai teman. Aku butuh wajah yang baru.
BRAK!
Aku sedikit kaget saat mendengar pintu dibuka dengan kasar. Begitupun dengan Suigetsu. Dan melihat wanita berambut merah berdiri dengan wajah garangnya membuat kepalaku semakin berdenyut nyeri.
"Ka-karin... mengapa kau kesini?" kulihat Suigetsu dengan wajah terkejutnya. Dasar! Dia terlihat seperti suami yang takut dengan istrinya saja.
"Tentu saja karena sahabat brengsekmu Sui-sayang!" Aku melihat mata wanita itu melirik kearahku.
"Sa-sasuke?" Suigetsu terlihat seperti orang bodoh.
"Jika kalian ingin bertengkar.... Keluar dari ruanganku." Kepalaku sedang sakit gara-gara Hyuuga sialan. Dan sekarang? Mendengar pertengkaran pasangan bodoh? Yang benar saja!
"Dasar brengsek!... Dengar ya Sasuke.... Aku ingin sekali memaki dan mencungkil lidahmu! Hanya saja... aku tidak sudi lagi berbicara dengan orang sepertimu..... Jadi......." Kulihat Karin menahan kuku-kuku merahnya untuk mencakar. Dia memang wanita yang menyeramkan. Meski begitu.. aku tidak merasa terintimidasi. Kulihat Suigetsu kelabakan ketika Karin meliriknya.... "Suigetsu.... Katakan padanya untuk tidak menggangu Hinataku lagi!!.... Lagipula, kenapa dia jadi menetap di Jepang sih?!!! Kau bilang dia akan tinggal di Jerman sampai berambut putih!!" Lanjut Karin.
Suigetsu sialan! Apa dia menceritakan aku yang ingin menetap di Jerman pada karin?! Dasar penghianat! "Keluar kalian berdua!" aku mendesis. Kesabaranku sudah diluar batas. Ditambah telingaku yang sakit akibat suara Karin yang nyaring.
"Dengan senang hati... sialan! Ayo Sui-sayang.." Karin menarik paksa lengan Suigetsu yang masih melotot terhadapku. Dia sepertinya meminta penjelasan dariku. Bisa kulihat gerakan bibirnya yang bertanya padaku.
'Kau... bertemu dengan Hinata, Sasuke?'
-Sasuke POV End-
.
.
.
...
.
.
.
-Hinata POV-
"Maaf terlambat Hinata" Aku melihat Sasori berlari kecil menghampiriku dan duduk disampingku. Aku mengajaknya bertemu di taman terdekat dengan apartemenku. Sekarang jam 19.15 malam.... Itu artinya Sasori terlambat 15 menit dalam janjian pertemuan ini.
Aku tidak mempermasalahkan itu, karena aku menghubunginya sangat tiba-tiba. "Aku sangat terkejut, akhirnya kau mau bertemu denganku." Sasori masih mengatur nafasnya. Aku bisa melihat raut bahagia dari Sasori.
Aku tersenyum. Sasori adalah laki-laki yang baik.
"Apa kau ada masalah Hinata? Aku sangat sulit menghubungimu dua hari ini. aku sangat mengkhawatirkanmu"
Aku tau Sasori masih mencintaiku. Akupun demikian.
Tapi....
"Sasori, kurasa... aku ingin kita mengakhiri hubungan ini." Aku mengalihkan pandanganku dari Sasori. Aku tidak kuat, keputusanku cukup berat untukku. Aku tidak mendengar apapun, akhirnya dengan berani aku menatap wajah Sasori.
Sasori terkejut. Tentu saja... pacarnya memutuskannya secara tiba-tiba, padahal terakhir kali bertemu kami masih romantis.
"Hi-Hinata.... kau bercanda ya?! Ini tidak lucu." Aku melihatnya memasang ekspresi yang ingin tertawa, tapi aku masih melihat ada sorot was-was disana.
Tatapan menahan marah dan takut bersamaan.
"aku serius Sasori.... Aku juga ingin mengembalikan ini." Kuberikan kembali cincin yang pernah dia berikan padaku. "Aku tidak pantas menerimanya." Mata sasori membelalak. Maaf Sasori.... Ini yang terbaik untuk kita berdua.
Sasori masih diam, bahkan dia tidak menghiraukan tanganku yang ingin mengembalikan cincinnya. Aku jadi bingung dengan situasi ini, apa yang harus aku lakukan? Baru saja tanganku akan menyentuhnya untuk menyadarkannya... Sasori sudah bergerak cepat dengan mencengkram bahuku.
Aku yang mendapatkan perlakuan yang tiba-tiba ini menjadi terkejut, ditambah lagi, cengkraman Sasori yang cukup kuat pada lenganku. "Kenapa Hinata? Kenapa!" Sasori berteriak, dan aku kembali lagi menhindari matanya. Sungguh mataku sudah memanas menahan air mata. Aku diam saja, mengalihkan pandanganku dari sasori. "Hinata... Jelaskan!?"
Jelaskan? Apa yang harus jelaskan? Aku juga tidak tau apa yang harus kujelaskan. Karena kau yang bisa menjelaskannya Sasori...
Secara perlahan aku mencoba melepaskan cengkraman, dan untungnya Sasori mengalah dan melemahkan tangannya. Aku mengambil foto dari dalam tasku. Dan kuberikan pada Sasori.
Foto dirinya dengan model Haruno Sakura yang sudah kusolasi.
Benar, aku memungut lagi foto dari Sasuke yang sudah aku sobek-sobek sebelumnya. Untung saja saat itu toilet masih sepi, sampah fotonya masih tertinggal di lantai. Dan apa yang aku bayangkan benar-benar terjadi. Ekspresi terkejutnya Sasori. Matanya membola, dan memangdangku dengan rasa penuh bersalah.
Aku tidak butuh rasa bersalahmu Sasori!
"Kau berada disatu ruangan bersama wanita ini sebelum terjadinya kebakaran, Sasori."
"Hinata... Ak-aku... bisa menjelaskannya." Nada suaranya sedikit tersendat. Apa kau khawatir... Sasori-kun?
Aku mengangguk. Aku ingin mengetahui bagaimana penjelasan Sasori. Walau pada kenyataannya....
Itu tidak akan mengubah apapun.
"Aku hanya sebatas mengenalnya Hinata.... Aku tidak ada hubungan apapun dengannya. Masalah hotel... kami tidak melakukan apapun. Dia hanya teman lamaku saja." aku tidak tau Sasori berbohong atau tidak. Aku bukanlah seseorang yang bisa mengetahui itu hanya dari tatapannya saja.
Sasori menggenggam tanganku. Bahkan sampai akhirpun tangannya masih terasa hangat. Aku menggigit bibirku.
Kehangatan yang terasa hampa.
Aku melepaskan genggamanya secara lembut. Aku ingin berpisah baik-baik dengan lelaki ini. Meski dia memberikan kesan yang pahit padaku.
"Sasori...." Aku tersenyum memandangnya. "Aku tidak berhak menilai bagaimana hubunganmu dengan model Haruno itu. Karena pada kenyataannya aku tidak mengetahui apapun. Sebagai pacarmu.... Bukankah seharusnya aku mempercayai semua perkataanmu?" Aku mundur satu langkah darinya. Kini aku bisa melihat dengan jelas keseluruhannya. Kakinya yang panjang, Bahunya yang kokoh, dan wajahnya yang tampan. Ini adalah terakhir kalinya aku mengagumi sosok seorang Akasuna Sasori. Karena setelah ini, aku hanya akan menganggapnya sebagai lelaki biasa. "Hubungan yang baik dicerminkan dari komunikasi yang baik dan saling mempercayai." Aku melanjutkan perkataanku. "Kepercayaanku padamu sangat besar Sasori... Sangatlah besar melebihi kepercayaanku pada diriku sendiri." Aku masih bisa menahannya, meski mataku mulai berkaca-kaca.
"Tapi kau sendirilah yang menghancurkan kepercayaanku... Sasori!" aku melihatnya mulai menampakan raut penyesalan.
"Kau bisa beralasan banyak hal yang tidak aku ketahui..... Tapi kau tidak bisa membuang satu fakta yang ada, Sasori" aku meremas jari-jariku, Sasori masih diam... Aku tau dia menghargaiku untuk tidak memotong perkataanku. "Fakta bahwa kau berbohong padaku, Sasori..."
"Hi...Hina"
Tidak akan kubiarkan dia berbicara, aku memotong suaranya, "Malam itu! Kau katakan jika kau pergi ke rumah nenek Chiyo..... Dan kau malah berada di hotel bersama wanita lain. Terlepas apa status wanita itu. Kau tetaplah berbohong padaku, Sasori." Aku tersenyum miris ke arah Sasori "Kau tidak akan menjelaskan itu... Sasori."
"Hinata____ Ma-Maafkan aku." Sasori bergerak mendekatiku. Berusaha menggapaiku, dan aku..... menghindarinya. Aku mundur dan menatap ke arahnya.
Aku menggelengkan kepala lemah terhadapnya. Seharusnya Sasori mengerti.
Hubungan ini sudah berakhir.
Lagi-lagi aku tersakiti. Dan ini semua karena kesalahanku.
Karena aku tidak tau diri atas keadaanku. Wanita jelek yang bukan apa-apa.
Sasuke benar. Aku tidak tau bagaimana dunia bekerja.
Dan aku memutuskan.
Aku tidak akan menyukai lelaki kaya dan tampan. Karena aku tau... itu hanya akan menyakitiku lagi nantinya.
TBC
Maafkan Author yang sangat ngaret hehehehe
Have a nice Day! Nakama
Signature (Lavendark) [apakah banyak Typo? ]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top