9. Bocah Bermata Bulat
"Yakin hari ini masuk kerja?" Kenan memastikan keadaan Lakshita.
Perempuan itu hanya mengangguk dan mengulas senyum tipis. Hari ini adalah hari ulang tahun Arya. Sejak kemarin Kenan mengambil cuti dan seharian menemaninya untuk mencari hadiah, jalan-jalan dan melakukan kegiatan yang membuat Lakshita bahagia.
Di lemari Lakshita ada enam kado yang sudah dipersiapkan sejak ulang tahun kedua Arya. Setiap tahun Lakshita selalu membelikan hadiah untuk putranya meski mereka terpisah jarak.
"Nanti aku jemput, ya?" Mata teduh Kenan menatap Lakshita.
"Boleh," jawab Lakshita.
Tak bisa dipungkiri jika kehadiran Kenan mampu menyelipkan rasa nyaman yang telah lama hilang dari dalam dirinya.
"Mau makan malam bareng juga? Kita rayain ulang tahun Arya." Kenan menawarkan.
"Ide bagus," jawab Lakshita menyetujui tawaran Kenan.
Senyum tersungging dari bibir Lakshita. Matanya menatap Kenan penuh haru.
"Terima kasih ya, Ken," ucap Lakshita lirih.
"Terima kasih untuk apa?"
"Untuk semuanya."
Mata mereka saling menatap penuh haru. Kadang Lakshita merasa dirinya tidak pantas bersanding dengan lelaki sebaik Kenan.
"Aku masuk dulu, ya." Lakshita mengulurkan tangannya menyalami Kenan lalu mencium punggung tangan lelaki itu takzim.
Kenan terperanjat. Tangannya gemetar dan jantungnya mendadak bertalu tak beraturan. Ia bahagia, sangat bahagia dengan apa yang baru Lakshita lakukan. Sepertinya wanita itu memberi sinyal mengajak untuk melangkah maju satu langkah lagi.
Sementara di luar, seorang lelaki memandangi mereka dengan mata berkilat penuh kemarahan. Tangannya mengepal seolah ingin menghancurkan apa saja yang ada di sekitarnya.
***
Lakshita baru menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Ia meregangkan tubuhnya sebentar dan menguap. Arloji di tangannya menunjuk pada angka dua, masih ada tiga jam lagi sampai jam pulang kantor, tetapi mata Lalshita terasa berat. Di luar, gerimis masih terus membasahi tanah Jakarta.
Ingin mengusir kantuknya, Lakshita berjalan keluar dari kubikelnya menuju pantry. Munkin secangkir kopi bisa membuat tubuhnya lebih segar.
"Mbak, Papa rapatnya sampai jam berapa, sih?" suara anak kecil yang terdengar lucu dan menggemaskan masuk ke indra pendengaran Lakshita.
Saat menoleh ke arah sumber suara, Lakshita melihat sosok kecil sedang duduk. Kakinya yang menggantung diayun-ayun. Beberapa kali ia terlihat membuang napasnya. Sedang bosan, nampaknya.
"Hei, siapa ini?" sapa Lakshita lembut.
Lakshita mengelus kepala bocah kecil itu. Mata bulat, rambut hitam tebal dan pipi gembil mengingatkannya pada seseorang yang sangat dirindukannya saat ini. Bocah itu berkedip-kedip melihat Lakshita yang baru pertama kali ditemuinya.
"Namanya siapa?" Lakshita kembali bertanya lembut.
"Evan, Tante." Bocah kecil itu menjawab malu-malu.
"Lagi nunggu siapa?" Lakshita kembali bertanya ramah.
"Papa."
Lakshita melempar senyuman kepada wanita yang ada bersama Evan. Wanita yang ditaksir Lakshita berusia pertengahan empat puluh adalah pengasuhnya.
"Bosan, ya?" tanya Lakshita sambil mengacak rambut hitam tebal Evan.
Hati Lakshita berdesir saat tangannya menyentuh rambut itu. Sejenak ia seperti merasakan deja vu. Merasakan saat tangannya mengelus lembut rambut Arya yang juga hitam dan tebal.
"Kami disuruh menunggu di sini karena papanya Evan masih ada rapat." Pengasuh Evan membuka suaranya.
Lakshita tersenyum ramah pada perempuan di hadapannya. Diliriknya jam di tangan kirinya. Pekerjaannya sudah selesai dan jam pulang kantor belum tiba. Waktunya lumayan untuk dipakai bermain bersama Evan.
"Evan mau main sama Tante?" tawar Lakshita, "eh iya, Tante belum memperkenalkan diri."
"Aku tahu kok nama Tante," sambar Evan, "Tante Lakshita, kan?"
"Anak pinter." Lakshita mencubit pelan pipi Evan, "lihat dari sini, ya?" Lakshita menunjukkan name tag nya kepada Evan.
Anak kecil itu mengangguk malu-malu. Lakshita langsung menyukainya. Kulit Evan yang bersih mempertegas garis mata yang membingkai mata bulatnya. Lakshita segera menghela napas mengusir perasaan aneh yang mendadak merayapi hatinya.
"Mbak, saya ajak Evan ke ruangan saya, ya? tanya Lakshita meminta izin.
Perempuan yang menjadi pengasuh Evan awalnya nampak keberatan dengan usulan Lakshita. Namun, setelah melihat name tag yang menunjukkan posisi Lakshita di kantor ini, Mbak Yanti nama pengasuh Evan itu akhirnya menyetujui.
"Nanti kalau papanya Evan sudah selesai rapat, bilang aja Evan ada di ruangan Bu Lakshita."
Lakshita tersenyum ramah berpamitan kepada Mbak Yanti, pengasuh Evan. Mbak Yanti hanya mengangguk sambil tersenyum sebagai tanda persetujuan.
Evan melangkah riang dalam gandengan Lakshita. Dalam waktu singkat bocah kecil itu segera akrab dengan Lakshita yang baru dikenalnya.
Selama lima belas menit mereka berdua bermain game yang ada di laptop milik Lakshita. Mulut bocah kecil itu tak henti berceloteh menceritakan segala hal. Ia begitu bersemangat menceritakan teman-teman di sekolahnya serta beberapa kelinci peliharaannya di rumah yang suka makan kangkung.
"Evan," panggil Lakshita lembut, "baru pulang sekolah, ya?"
Bocah tersebut mengangguk. Seragam sekolah yang masih melekat menegaskan bahwa bocah kecil itu langsung ke kantor tanpa pulang terlebih dahulu.
"Hari ini Evan ulang tahun, Papa janji mau ajak Evan makan es krim sama pizza bareng," jelas Evan polos.
"Wah, selamat ulang tahun ya."
Ada getaran merasuki hatinya. Matanya, rambutnya dan kini hari ulang tahunnya sama dengan Arya.
"Oh iya, nama ...."
"Bu, papanya Evan sudah selesai kerjanya." Mbak Yanti datang menyusul. "Ayo Evan kita temui Papa."
"Yah," protes bocah kecil itu.
"Kapan-kapan kalau ke sini lagi, langsung ke ruangan Tante saja, ya." Lakshita menyiah rambut di dahi Evan.
"Boleh?" seru Evan dengan mata berbinar.
Lakshita mengangguk. "Tentu saja boleh, Sayang. Tapi harus izin Papa dulu, ya."
Dalam sekejap Lakshita dan Evan sudah menjadi sahabat. Rupanya kerinduan yang begitu membuncah kepada Arya membuatnya dengan mudah memberikan kasih sayang kepada setiap anak yang ditemuinya.
Evan segera berlari menghampiri Mbak Yanti yang seperti sedang berbicara dengan seseorang. Bocah kecil itu melambaikan tangannya.
Rasa penasaran membuat Lakshita mengikuti langkah Evan dan pengasuhnya. Sesosok lelaki terlihat menyambut mereka. Namun, kaca pembatas ruangan membuat Lakshita tidak bisa melihat jelas.
Lakshita memicingkan matanya, mencoba mengenali pemilik siluet di balik kaca buram pembatas ruangan itu. Tubuh itu seperti tak asing. Namun, ia tidak yakin.
Didorong rasa penasaran yang semakin menuntut, Lakshita berdiri dan melangkahkan kakinya pelan.
"Ta." Arum menepuk bahu Lakshita membuat wanita itu terperanjat. "Ini hasil kerja tim kreatif kemarin, kamu cek dulu laporannya baru nanti bisa diserahin ke Pak Damar, ya."
Lakshita hanya mengangguk. Debas keras lolos dari mulutnya, kecewa karena Evan sudah tak terlihat lagi sekarang.
"Ada apa?"
"Enggak, bukan apa-apa."
***
Tetep ga pernah bosen buat ngasih tahu kalau e book masih available, ya. Soalnya, di wp ga akan dipublish semuanya.
Terima kasih sudah membaca 😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top