4. Kenan Atmaja

Enjoy the story, semoga bisa membawa pelajaran buat semua, ya.

E book masih available buat kalian. Beli asli, ya. Jangan bajakan 🥰

***

Mata Lakshita tak berkedip ketika mendapati seorang lelaki sedang berbincang akrab dengan ibunya di ruang tamu rumah mereka. Kemeja biru laut berlengan panjang yang sudah digulung sekenanya sebatas siku menyiratkan bahwa lelaki juga baru pulang kantor.

"Kenan," ucap Lakshita tanpa bisa ditahan.

Kenan tersenyum semringah. "Eh, Ta sudah pulang?"

Lakshita hanya membalas dengan senyum tipis. Wanita itu langsung mencium tangan ibunya takzim lalu meletakkan tasnya dan duduk di kursi di seberang Kenan.

"Sudah lama, Ken?"

Kenan melirik jam tangannya.

"Enggak juga, tadi waktu pulang lewat martabak Pecenongan, jadi mampir deh sekalian bawain Ibu."

"Jauh amat, Ken." Lakshita terkekeh. "Baru pulang kerja?"

Kenan mengangguk. Lalu suasana berubah canggung. Mereka berdua sama-sama terdiam. Mata teduh Kenan menatap intens wanita dihadapannya. Penampilan Lakshita yang sekarang jauh berubah. Selain hijab yang menutup kepalanya, Lakshita juga tampak lebih matang dan dewasa.

"Kamu apa kabar?" tanya Kenan memecah keheningan.

"Baik," balas Lakshita canggung.

"Aku senang akhirnya kamu kembali ke Jakarta. Bagaimana hari pertama kerja?"

Alis Lakshita terangkat setelah mendengar pertanyaan Kenan. Namun, si empunya pertanyaan hanya terkekeh.

"Ardan yang cerita," lanjut Kenan.

Akhirnya Lakshita hanya mengangguk pelan mendengar penjelasan Kenan. Sejak lama memang Kenan menjalin hubungan baik dengan keluarganya meski dirinya memutus semua kontak ketika pindah ke Samarinda.

"Sudah jadi karib sama Ardan, nih?"

Kenan mengusap tengkuknya. Dulu, lelaki itu bagai dewa penolong untuknya. Banyak hal telah dilakukan Kenan untuk menolong dirinya. Namun, Lakshita merasa sungkan jika dirinya terus menggantungkan diri kepada Kenan.

"Besok makan siang, yuk," ajak Kenan.

Hati Lakshita sedikit meremang mendapatkan ajakan dari Kenan. Dirinya sangat tahu bagaimana perasaan Kenan di masa lalu. Jika perasaan itu masih dipupuk oleh Kenan, Lakshita merasa tak bisa memberikan harapan apa-apa.

"Ayolah, hanya makan siang dan hitung-hitung kita merayakan kepulanganmu." Senyum semringah menghias bibir Kenan.

"Oke, deh aku bisa. Tetapi di cafe depan kantor aku aja, ya?"

"Oke, di mana aja." Wajah Kenan berbinar bahagia.

Sudah saatnya Kenan mulai memperjuangkan cintanya kepada Lakshita saat ini. Wanita itu sudah sejak lama bebas. Mungkin luka-luka di hati Lakshita belum sepenuhnya sembuh. Namun, ia yakin bisa menyembuhkannya seiring berjalannya waktu.

"Ayo anak-anak makan dulu. "Ibu keluar dari ruang makan. "Ibu masak sayur asem, ikan kembung goreng dan sambal terasi."

"Wah pas banget menunya, Bu." Kenan menelan ludah. Apalagi perutnya juga sudah kosong minta diisi.

Malam ini mereka makan malam bertiga. Lakshita takjub dengan interaksi antara ibunya dengan Kenan. Selama lima tahun dirinya tidak di rumah, sepertinya sudah banyak kisah yang terlewat olehnya.

"Ta, temani Kenan. Tidak baik mengabaikan tamu." Ibu melirik Kenan yang sudah duduk kembali di ruang tamu dan mengambil alih piring-piring yang akan dibereskan oleh Lakshita.

Lakshita hanya menurut kemudian berjalan menemui Kenan. Lelaki itu hanya melirik jam tangannya sekilas kemudian beranjak dari tempat duduknya.

"Aku pamit ya, Ta. Sudah malam."

"Terima kasih kedatangannya ya, Ken." Lakshita tersenyum simpul.

***

Tangan Damar mengepal sejak melihat Lakshita memasuki pintu cafe bersama Kenan. Wajah semringah dan senyuman yang tak pernah lepas dari wajah Lakshita membuatnya senewen. Apalagi sosok yang bersama wanita itu adalah lelaki yang sangat ia benci.

Spagheti carbonara yang merupakan menu andalan cafe di seberang kantornya sudah tak menarik minatnya lagi. Selera makannya menguap begitu saja. Apalagi suara derai tawa lepas dari mereka berdua membuat darahnya mendidih. Dari balik cermin di depannya ia bisa melihat bagaimana keakraban Lakshita dengan Kenan.

Damar sangat tidak menyukai interaksi Kenan dan Lakshita. Rasa bencinya masih sama sejak sembilan tahun lalu, ketika Kenan selalu sok bersikap menjadi pahlawan kesiangan bagi Lakshita.

"Anything for you," ucap Kenan dengan mata mengerling menggoda.

"Kamu itu nggak pantes ngegombal, Ken." Lakshita tertawa lepas menganggapi ucapan Kenan.

Damar dapat melihat jelas bagaimana mata Lakshita memandang malu-malu lelaki di hadapannya. Ia berani bertaruh jika pipi Lakshita saat ini pasti sudah bersemu merah.

Lakshita menegang ketika sebuah suara panggilan kepada sebuah nama yang ia kenal mampir di telinganya. Ekor matanya langsung menatap sosok yang sudah ia duga dalam sekali edar.

"Damar." Suara seorang wanita mengagetkan Damar yang sedang tercenung.

"Al," balas Damar terkejut, "ngapain kamu di sini?"

Damar berdiri dan menyambut Alya. Wanita itu segera mencium pipi kanan dan kiri Damar.

Alya mengambil tempat duduk di depan Damar. Tas Louis Vuitton Taurillon Capucines miliknya diletakkan begitu saja di atas meja.

"Aku tadi ke kantor kamu, kata Sheila kamu ditarik ke Fresh Market sekarang." Alya tersenyum manis.

Damar bergeming. Lelaki itu seperti sama sekali tidak mendengarkan apa yang dibicarakan oleh Alya.

"Dam, kamu kenapa sih? Ada masalah?" Alya meraih tangan Damar yang mengepal dan mengelusnya lembut.

"Eh, ada apa?" Damar sedikit terhenyak.

Alya menaikkan alisnya. Merasa kesal tidak diperhatikan oleh Damar. Padahal biasanya juga interaksi mereka memang tak pernah spesial di mata Damar.

"Kamu ada masalah?" Alya bertanya ulang.

"Enggak," jawab Damar singkat.

Mata Damar terus mematap bayangan Lakshita dan Kenan melalui cermin di depannya. Suara tawa ringan Kenan terus menghampiri indra pendengarannya.

"Eh, itu Kenan, bukan?" Mata Alya tertuju pada lelaki berkemeja burnt sienna yang sedang menghadap menyamping darinya.

"Bukan," jawab Damar singkat sambil memainkan spagheti carbonara yang tampilannya sekarang berubah menjijikkan.

"Iya, Dam itu Kenan aku tahu banget dia tidak banyak berubah, kok. Memang sama siapa ya dia? Sudah menikah apa ya?" Alya terus bertanya dengan cerewet membuat Damar jengah.

Lelaki itu memutar bola matanya. Fokusnya masih pada Lakshita yang kini berubah lebih pendiam dibandingkan tadi ketika baru memasuki cafe.

"Aku sapa aja kali, ya?" Alya hampir beranjak dari tempat duduknya ketika Damar mencekal tangannya.

Damar mengeluarkan lembaran uang dari dalam dompetnya lalu menarik tangan Alya setengah menyeretnya. Alya pun terseok-seok mengikuti langkah Damar yang panjang.

Lakshita melihatnya kemudian menghela napas lega. Siapa wanita yang bersama Damar itu tidak tahu. Namun, melihat Damar berjalan keluar membuat rasa sesak di dadanya mengetahui ada Damar di tempat yang sama membuatnya lega.

"Kenapa, Ta?" Kenan bertanya heran.

"Eh, engga apa-apa, cuma lihat ada anak kantor aja tadi.

Kenan menoleh ke arah pintu keluar. Sesosok lelaki berperawakan tinggi terlihat berjalan keluar berasama seorang wanita.

"Kita balik ke kantor, yuk. Aku masih ada kerjaan."

Kenan mengangguk menyetujui permintaan Lakshita. Ada rasa bahagia membuncah di dada lelaki itu kali ini. Langkahnya ringan dengan senyuman terus terkembang di bibirnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top