2. Bertemu Lagi

Just enjoy the story, Bestie 😊

E book available on playstore

***

Sebuah gedung megah berdiri gagah di hadapan Lakshita. Wanita itu memandang kagum kantor pusat Fresh Market salah satu anak perusahaan Prasodjo Grup. Fresh market merupakan jaringan retail terbesar yang cabangnya ada di seluruh Indonesia. Bekerja di kantor ini menjadi satu langkah baginya untuk membuka lembaran baru di Jakarta.

"Ibu Lakshita? Sudah ditunggu di ruangan Ibu Sheila di lantai tiga." Seorang perempuan muda berbusana kerja casual mengantarkannya ke ruangan direktur.

Sheila Prasodjo baru berusia tiga puluh tiga tahun, putri tunggal Pak Prasodjo CEO Prasodjo Grup. Perempuan cerdas itu memang layak menempati posisinya, bukan karena ia pewaris tunggal seluruh kekayaan ayahnya. Lakshita lama mengenalnya lewat beberapa artikel yang ia baca.

"Ibu Lakshita, silakan duduk." Sheila mempersilakan Lakshita duduk di sofa ruang kerjanya.

Lakshita terpaku dengan keramahan yang diperlihatkan Sheila. Sebagai sosok wanita sempurna, cantik, cerdas, dan tentu saja kaya raya, bersikap apapun tak mempengaruhi sosoknya. Namun, ternyata semua itu tak mempengaruhi sikapnya. Justru keramahan dan kebaikan yang ditunjukkan.

"Hari pertama," ucap Sheila ramah. "Nervous?"

"Sedikit," jawab Lakshita dengan wajah tersipu.

"Saya tahu bagaimana kinerjamu hhmm aku panggil Lakshita aja kali ya, kayaknya kita seumuran."

Lakshita hanya mengangguk. Sekejap bertemu Sheila membuatnya merasa nyaman dan betah bekerja di kantor pusat.

"Aku sendiri yang menyetujui penerimaanmu di sini," ungkap Sheila semringah. "Setelah membaca bagaimana pengalaman kerjamu selama ini. Dan kayaknya kita bisa jadi teman baik."

"Terima kasih apresiasinya," ujar Lakshita berbinar.

"Kita langsung ke ruang rapat, yuk," ajak Sheila.

Mereka berjalan beriringan menuju sebuah ruangan besar yang terletak di ujung lorong. Beberapa karyawan terlihat sudah keluar masuk ruangan itu. Mata Lakshita menangkap sosok yang dulu sangat dikenalnya, tetapi berusaha menepisnya. Namun, semakin dekat degub jantungnya berubah tak beraturan.

Sosok lelaki yang kini membelakangi Lakshita dan Sheila ini memiliki tinggi, lebar, dan postur yang persis sama dengan dia yang sangat dikenal Lakshita. Dirinya sangat mengenal postur tubuh itu. Kening Lakshita mengernyit, berusaha menepis bayangan lelaki yang telah menorehkan luka begitu dalam kepadanya.

Setelah jarak mereka hanya tersisa beberapa langkah saja, lelaki itu berbalik. Jantung Lakshita hampir melompat keluar begitu melihat lelaki di hadapannya. Lelaki itu pun sama terkejutnya dengan Lakshita. Mereka berdua membeku, diam, saling menatap tanpa kata.

"Oh iya, aku belum ngomong ya," ujar Sheila memecah keheningan. "Aku akan memperkenalkan kalian berdua bersama-sama karena kalian memang sama-sama baru hari pertama di kantor ini."

Lakshita hanya bisa melongo mendengar penjelasan Sheila. Kaki-kakinya saat ini lemas bagaikan tak bertulang. Ia harus berjuang keras untuk tetap bisa tegak berdiri. Tentu saja dirinya tidak mau terlihat lemah saat ini.

"Kalian kenalan dulu, gih. Kak, ini Lakshita manajer pemasaran kita yang baru dan Lakshita, ini Kak Damar, dia ini sepupuku dan ditarik ke sini sebagai Direktur Pemasaran yang baru. Selama ini dia ada di Kanada," papar Sheila panjang lebar.

Wajah Lakshita mengeras mengetahui di mana Damar selama ini. Sementara Damar masih sama seperti Damar biasanya, hanya menyeringai sambil memandang Lakshita tepat di matanya.

"Aku harap kalian bisa bekerja sama dengan baik," ujar Sheila.

"Pasti. Kami pasti bisa bekerja sama dengan baik, iya kan Ibu ...?"

"Lakshita," ucap Lakshita dengan tenggorokan tercekat.

Sheila tersenyum lalu meninggalkan mereka berdua dan berjalan menuju ruang rapat. Tinggal Lakshita yang sedang menata hati dan detak jantungnya yang kini tak beraturan.

"Nice to meet you again," bisik Damar sekilas sebelum beranjak mengikuti Sheila masuk ke dalam ruang rapat membuat tubuh Lakshita bergetar.

***

"I love you," ucap Damar dengan mata mengerling menggoda gadis di hadapannya.

Menaklukkan hati seorang gadis tentu bukan hal yang sulit dilakukan oleh Damar. Tak perlu menunggu ditaklukkan pun sudah berderet gadis mengantre untuk sekedar bisa berkencan dengannya. Tidak hanya fisik sempurna yang dimiliki, sebagai pewaris tunggal seorang konglomerat membuat Damar sangat digilai banyak gadis di sekitarnya.

Wajah Damar pongah, merasa sangat percaya diri tak ada satu gadis pun yang akan menolaknya. Baginya, Lakshita adalah gadis biasa yang bisa dengan mudah ditaklukkan.

"Sorry, aku gak bisa," jawab Lakshita datar.

Jawaban Lakshita sontak membuat Damar terperangah. Senyuman menggoda langsung luntur seketika. Penolakan itu membuat wajahnya berubah mengeras. Rass marah merayapi sudut hatinya. Tangannya pun mengepal erat.

Ekor mata Lakshita melirik Damar sekilas. Wajah yang terpahat begitu sempurna dengan bibir tipis, hidung mancung dan alis hitam dan garis mata tegas yang membingkai mata elangnya membuat Damar begitu mempesona. Apalagi dipadu dengan tubuh tegap setinggi seratus delapan puluh centimeter. Lakshita setuju jika Damar memang sempurna.

Lakshita mendengkus kesal. Gadis itu berusaha menghapus bayangan wajah Damar yang memang sempurna. Tanpa sadar, Lakshita menggelengkan kepalanya keras.

"Kenapa kamu menolakku?" tanya Damar.

"Ya karena aku enggak bisa."

Mata elang Damar menatap Lakshita tajam. Segera saja gadis itu beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Damar. Namun, tangannya berhasil diraih Damar. Membuat Lakshita tertahan di sana.

"Kamu belum mengatakan alasannya kenapa menolakku," selidik Damar sambil mencekal lengan Lakshita. "Atau __ kamu tidak mau mengakui kalau sebenarnya menyukaiku." Wajah Damar menyeringai seolah mengejek seorang Lakshita.

"Aku sudah mengatakannya padamu, kan?

Gadis itu kembali duduk di sebelah Damar. Namun, kali ini ia memberanikan diri untuk menatap mata Damar yang selalu tajam.

"Kenapa?"

"Karena kamu bukan tipeku." Lakshita menghela napas dalam. "Dan aku memang belum ingin terlibat hubungan apapun dan dengan siapapun saat ini."

"Are you sure?" tanya Damar lagi. Kali ini dengan nada sedikit mengejek.

"Ya!" tegas Lakshita.

Dengan gusar Lakshita beranjak, menghentakkan kakinya meninggalkan Damar yang masih tercenung di tempatnya.

"Lakshita, kan?" Seorang perempuan muda melongok ke dalam kubikel milik Lakshita dan membuyarkan lamunannya.

"Eh iya, maaf belum sempat keliling buat kenalan," sapa Lakshita ramah sambil mengulurkan tangannya.

"Arum," sambut wanita muda itu. "Mejaku di sini." Arum menunjuk kubikel miliknya yang tertata rapi.

Lakshita tersenyum. Ia menyapukan pandangannya sekilas. Beberapa orang melambaikan tangan kepadanya menyambut kehadirannya.

"Nanti kita makan siang bareng supaya kamu bisa kenalan sama semuanya. Biasa begitu kalau ada karyawan baru yang gabung di divisi ini," jelas Arum bersemangat.

Lakshita tersenyum semringah menyambut penjelasan Arum. Keramahan seluruh penghuni kantor sedikit menepis ketidak nyamanan dirinya karena bertemu Damar.

"Baiklah kalau begitu," balas Lakshita ramah.

"Nanti Pak Bos baru kita yang tampan juga ikutan kayaknya, kan beliau juga baru," ujar Arum dengan mata berbinar.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top