10. Cubic Zirconia

Versi e book sama persis dan lebih rapi daripada versi wattpad.


*** Selamat Membaca ***

"Kenapa milih tempat ini, Ken?"

Meski bertanya-tanya, mata Lakshita tak henti berbinar saat melihat pemandangan kerlip lampu yang berasal dari seantero Jakarta di atas ketinggian. Untungnya Kenan memilih meja di dekat jendela. Meski hanya di dalam ruangan,  hamparan kerlip lampu itu tetap menakjubkan.

"Kamu tidak fobia ketinggian, kan?" Kenan bertanya terkekeh.

"Tentu saja tidak kalau suguhannya seindah ini."

"Tadi aku mau memilih outdoor, tetapi ada rules soal baju di jam tertentu. Jadi daripada ribet, aku pilih di sini saja."

"Ini juga sudah menakjubkan, Ken."

Kenan tersenyum bahagia. Semesta  seakan mendukung dirinya. Meski seharian tadi Jakarta diguyur gerimis, tetapi malam ini suasana malam sangat mengagumkan.

"Kamu senang?" Mata Kenan lekat menatap Lakshita penuh cinta.

"Sangat," jawab Lakshita mantap.

Seorang waitres  datang menghidangkan appetizer mereka. Dua piring sesame chicken salad yang sangat menggugah selera. Aroma grilled chicken breast dipadu aroma unik wijen membuat Lakshita segera menelan ludah.

"Suka menunya?" tanya Kenan.

"Suka, ini saladnya enak banget, Ken," jawab Lakshita semringah.

"Kamu juga pasti menyukai main course nya nanti." Kenan tersenyum puas.

Dua orang waitres datang lagi ketika Kenan dan Lakshita usah memasukkan suapan terakhir salad mereka.  Dua porsi linguine aglio olio con gamberoni segera tersaji di atas meja mereka. Paduan aroma keju, udang, dan peterseli membuat Lakshita memberikan senyuman termanis kepada Kenan.

"Kok tahu aku suka banget linguine?"

Kenan mengedikkan bahunya sambil tersenyum. Ardan sudah memberikan banyak informasi kepadanya. Calon adik iparnya itu selalu memberikan dukungan penuh. Jadi informasi apapun yang ia tanyakan mengenai Lakshita selalu diberikan dengan sepenuh hati.

Makan malam mereka ditutup dengan dessert bernama chocolate dome. Hidangan manis yang terdiri dari coklat berbentuk kubah yang berisi raspberry mouse. Paduan saus white chocolate dan raspberry jelly membuat suasana hati Lakshita yang seharian didera mendung bisa berubah  menjadi cerah.

"Thanks for everything," ucap Lakshita lirih.

"You're welcome," balas Kenan dengan tatapan mata yang lembut. "Feeling better?"

Lakshita mengangguk. Wajahnya sekarang nampak lebih semringah dibandingkan dengan ketika Kenan menjemputnya di kantor tadi.

Pertemuannya dengan Evan tadi siang juga cukup membantu memperbaiki moodnya yang memburuk setiap kali hari ulang tahun Arya tiba.

Kenan menyodorkan sebuah kotak cincin berwarna merah. Degub jantungnya kini berubah tak beraturan menanti jawaban wanita di hadapannya.

Sementara itu Lakshita tercenung memandangi kotak cincin di hadapannya. Ia tidak mengira Kenan akan mengajak melangkah lebih jauh secepat ini. Sebelumnya mereka sepakat akan menjalani hubungan ini perlahan.

"Ken," gumam Lakshita.

"Aku tahu mungkin ini terlalu cepat untukmu. Tetapi aku tidak sedang ingin mengucapkan will you marry me? Aku hanya ingin membuktikan kalau aku serius denganmu dan akan selalu menunggumu."

Kenan membuka kotak beludru itu. Sebuah cincin platinum bermata cubic zirconia berpendar cantik. Lakshita memandang nanar cincin itu.

"Tapi, Ken ...."

"Tidak perlu menjawab sekarang, kalau kamu belum siap."

Lakshita menghela napas panjang. Kenan adalah lelaki baik. Namun, menerimanya sekarang juga bukan keputusan yang tepat.

"Aku menyiapkan cincin ini sudah beberapa tahun yang lalu. Ketika kamu masih berada di Samarinda. Kebetulan ada pameran perhiasan dan aku tertarik membeli satu untukmu." Kenan memasang senyuman manis. Mata teduhnya membuat rasa kurang nyaman Lakshita berkurang.

Kenan meraih jemari Lakshita, memberikan remasan lembut. Ia ingin wanita di hadapannya itu tahu kalau dirinya serius.

"Kamu benar-benar yakin memilihku?" tanya Lakshita dengan suara terbata.

"Yakin," jawab Kenan mantap.

"Dengan segala kekuranganku, masalahku, dan ....." Lakshita terdiam, ucapannya terjeda. "Masa laluku."

"Nobody's perfect, isn't it?" 

Lakshita mengangguk pelan. Menyetujui apa yang baru saja dikatakan oleh Kenan. Namun, masa lalunya kadang masih membuat dirinya merasa minder jika bersanding dengan Kenan yang menurutnya almost perfect sebagai lelaki.

"Kamu mau pakai cincin ini?" tanya Kenan mengusik lamunan Lakshita.

"Hah, apa?" balasnya terkesiap.

"Ambil cincin ini kalau kamu mau menerimanya. Atau tutup lagi kalau kamu menolaknya."

Hati Lakshita dibebat kebimbangan. Ia nyaman dengan lelaki yang sekarang ada di hadapannya. Namun, rasa nyaman saja baginya belum cukup. Ada hal yang butuh ia dapatkan sebelum mantap melangkah ke jenjang selanjutnya.

"Yang jelas bukan cincin ini yang akan aku bawa untuk melamarmu." Kenan terkekeh. "Aku lebih suka membelikan batu yang lebih kuat sebagai perlambang cinta."

"Begitu?" Lakshita menghela napas lagi. "Jadi cincin ini bukan perlambang apapun?"

"Tergantung kamu menganggap sebagai apa." Senyum tulus mengembang di bibir Kenan.

Perlahan tangan Lakshita terulur mendekati kotak beludru berwarna merah itu. Tangannya ragu menyentuh cincin yang nampak menawan. Diambilnya cincin itu dari tempatnya.

"Sebagai tanda pertemanan kita, oke?"
Lakshita memasang cincin bermata cubic zirconia itu ke jari tengah tangan kanannya.

"As you wish." Kenan tersenyum tulus.

***

"Wow sudah pake cincin nih." Mata Ardan mengerling menggoda kakaknya.

Lakshita mengangkat tangan kanannya, memandangi sebentar cincin platinum bermata cubic zirconia yang melingkar anggun di jarinya.

"Bagus, kan?" Senyum Lakshita merekah.

"Dari Kak Kenan?"

"Heem," gumam Lakshita. "Tetapi tidak ada arti apa-apa, cuma cincin pertemanan saja. Kita sepakat menjalani ini perlahan."

Ardan mengendikkan bahunya. Lelaki jangkung itu berdiri bersandar meja dapur di sisi kakaknya.

"Tetapi hubungan kalian sudah melangkah maju, kan?"

Lakshita membawa semur ayam yang baru selesai ia masak dan menghidangkannya di atas meja.

"Kami selalu melangkah maju meski perlahan."

"Aku senang Kakak akhirnya bisa menerima Kak Kenan. Dia lelaki yang baik." Mata Ardan menatap haru kakaknya.

Mereka berdua saling berpandangan. Senyuman tulus kemudian mengembang di bibir keduanya.

"Kakak dulu tidak menerima Kenan karena tidak percaya diri." Helaan napas panjang terdengar dari Lakshita.

"Kenapa?"

"Ga tau, ya insecure aja gitu. Kenan itu hampir sempurna, iya ga sih?"

Ardan tidak menjawab ucapan kakaknya. Matanya malah sibuk memandangi wajah cantik kakaknya itu. Rambut hitam yang hanya dicepol ke atas itu meninggalkan beberapa helai yang jatuh terurai di sisi wajahnya.

"Andai Kak Kenan melihatmu di pagi hari dalam kondisi seperti ini aku yakin dia tidak bakalan mau berangkat kerja dan ngajak balik ke kamar."

Lakshita segera memukul lengan adiknya. Derai tawa keras langsung terdengar dari mulut Ardan.

"Aku salah apa?" tanya Ardan ketika kakaknya semakin banyak melayangkan pukulan ringan disertai cubitan kepadanya.

"Mulai berani berpikiran mesum kamu, ya." Lakshita terus menghujani adiknya dengan cubitan halus sambil tertawa.

"Ampun,  Kak. Ampun." Ardan terus tertawa mendapat perlakuan dari kakaknya.

Melihat wajah Lakshita yang berbinar bahagia seperti itu membuat hati Ardan turut diliputi kebahagiaan. Satu-satunya harapannya sekarang adalah melihat kakaknya bahagia.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top