3. Glorious Days

Gintama copyright Sorachi Hideaki

Glorious Days by THREE LIGHTS DOWN KINGS

Tema Utama : Changing Destiny

Sub tema : Back to the Past

Genre : Fantasy / Romance

Kategori : Cerita Pendek

Setting : Gintama Movie 2 : Kanketsu-hen – Yorozuya yo Eien Nare

Pair : HijiGin/Hijikata Toshiro x Sakata Gintoki
slight
TakaGin/Takasugi Shinsuke x Sakata Gintoki

Warning : yaoi, BL, boyxboy, breaking the walls

*

*

*

"Aku tidak ada maksud jahat dengan kelompok kalian."

Hijikata berusaha meyakinkan semua patriot Joui yang ada di sana. Masih dengan posisi tangan terangkat menandakan ia tidak akan berbuat macam-macam pada mereka. Dapat ia lihat pula tak jauh dari tempatnya dikepung, berdiri Gintoki, Katsura, Takasugi dan pria dengan logat Tosa-Ben bernama Sakamoto Tatsuma. Semuanya memandang dengan waspada.

"Jadi, apa tujuanmu datang ke sini?" Gintoki bertanya dengan wajah kesal. Bisa dilihat urat muncul di wajahnya yang telah bersih dari muntahan.

Hijikata memperhatikan saksama sosok kekasihnya yang tampak jauh lebih muda. Meski proporsi tubuhnya tidak sesekal yang diingatnya, setidaknya tidak sekurus sebelum kematiannya. Sepertinya juga sedikit lebih pendek beberapa senti dari Hijikata. Tak sadar jika telah memandang Gintoki dengan pandangan rindu, membuat si pemuda berambut perak itu merinding.

"Berhenti memandangku!" dengkus Gintoki. Ada sedikit perasaan aneh saat mata biru itu memandangnya begitu intens. Ia tidak ingin mengakui bahwa detak jantungnya menjadi sedikit lebih cepat. Memang, sih, pria yang lebih tinggi darinya itu memiliki wajah yang sangat tampan dengan sorot mata tajam dan garis wajah tegas meskipun tampak sudah berumur jauh lebih tua dibandingkan mereka yang ada di sini. Andai saja Gintoki wanita, sudah pasti akan langsung jatuh cinta dengan si pria misterius.

"Maaf." Hijikata menghela napas. Kedua tangannya ia turunkan dan mengepal di samping tubuh, menahan dirinya agar tidak menerjang Gintoki lalu memeluknya. Ia merindukan sosok kekasih yang di masanya telah tiada. Semua anggota Joui yang berada di sana masih mengacungkan pedang ke arahnya. "Aku ke sini untuk menghancurkan Enmi dan pasukan Penghancur Dunia yang dikirim Amanto." Agar aku dapat melindungi Gintoki.

Mereka terkejut mendengarnya dan mulai ricuh saling berbicara satu sama lain. Banyak yang menuduhnya sebagai mata-mata dan sebagainya. Tapi Hijikata tidak peduli. Dari awal sesungguhnya ia tidak berniat untuk bertemu dengan Gintoki dan kelompoknya, kenyataannya bertolak belakang. Jadi, masalah mereka menerimanya atau tidak asalkan dirinya dapat membunuh Enmi dan mencegah Gintoki terkena kutukan Kodoku, ia akan tetap melakukannya meski harus seorang diri.

"Dari mana kautahu mengenai pasukan Penghancur Dunia dan Enmi? Dan kenapa kau ingin menghancurkan mereka?" Kali ini Katsura yang bertanya.

Menatap lurus pada Katsura yang juga terbilang masih muda, Hijikata menjawab dengan lantang. "Untuk membalas kematian kekasihku."

Satu kalimat itu membuat semua orang terdiam. Balas dendam adalah kata yang tidak asing bagi mereka para patriot Joui. Sebagian dari diri mereka juga memiliki alasan itu untuk berdiri di sini. Kehilangan sosok yang mereka sayangi menjadi motivasi mereka untuk mengangkat katana dan memerangi Amanto yang semena-mena di bumi. Meski harus bersimbah darah, terluka, kehilangan teman dan nyawa, mereka tetap teguh untuk mengusir Amanto yang merajalela.

Melihat pandangan tajam yang diberikan pria berambut hitam di depannya, Katsura pun memutuskan, "Baiklah, lepaskan dia."

"Katsura-san, tapi-"

"Oi, Zura, kau yakin? Pria ini tidak jelas asal-usulnya, kautahu." Takasugi mengeluarkan pendapatnya. Sepasang mata hijau memandang tajam pada sosok pria jangkung dengan pakaian serba hitam itu.

"Bukan Zura, namaku Katsura. Matanya tidak berbohong. Aku bisa mengetahuinya bahwa pria ini jujur."

"Tapi kau lihat sendiri bahwa orang ini datang dengan sangat mencurigakan. Lihat saja balon transparan besar yang tadi dinaikinya. Itu bukan benda yang dibuat di bumi. Mungkin saja dia Amanto."

"Maaf menyela, tapi itu buatan manusia dan dibuat di bumi. Lalu aku juga manusia bumi," ujar Hijikata memotong keraguan Takasugi.

"Kau dengar?"

"Ahahaha ... ahahaha ... Aku setuju dengan Zura. Sepertinya dia berada di pihak yang sama dengan kita."

Takasugi memandang tajam pada rekan-rekannya lalu pada Hijikata. Iris hijaunya melirik pada Gintoki yang berdiri di sebelahnya. Pemuda yang dijuluki Shiroyasha itu memandang ke arah si pria berambut hitam sambil memegang dagunya seolah berpikir. Melihat rekan sekaligus rivalnya sejak kecil itu, Takasugi yakin bahwa Gintoki akan berpikir ulang untuk melepaskan si pria misterius.

"Sebelumnya ada yang ingin kupastikan darimu, Paman."

Alis Hijikata mengernyit mendengar panggilannya. Ia baru menyadari bahwa saat ini mereka memang memiliki selisih umur yang cukup jauh.

Jika dipikir ulang, sejak kecil Gintoki sudah berhadapan dengan peperangan dan kematian berkali-kali. Sedangkan dirinya masihlah belajar menempa ilmu atau bertarung dengan siapa pun seperti berandalan jalanan. Sungguh jalan yang mereka tempuh sangatlah berbeda jauh perbedaannya. Karenanya sejak dulu sesungguhnya Hijikata sangat mengagumi Gintoki yang tetap berusaha mempertahankan prinsip hidupnya di jalan yang benar meski penderitaan yang menyakitkan dirasakan berkali-kali. Meski ia kini dapat melihat sosok muda Gintoki, tetap saja rindu akan kekasihnya itu tak begitu saja terhapuskan.

Gintoki maju dua langkah mendekat. Beberapa anggota Joui yang ada di hadapannya menyingkir seolah memberi ruang bagi si pemuda berambut perak untuk melihat jelas pada si pria misterius. Iris merahnya memandang serius pada sosok di depannya.

"Hei, Paman, bisakah kau berteriak 'Here we go! Let's Party!', dengan berpose-UWAAAAH!" Gintoki ditendang Takasugi hingga terjerembap jatuh.

"Apa maksudmu, Bodoh? Seriuslah sedikit!"

"Gintoki, ini bukan saatnya bermain-main!"

"Ahahaha ... ahahaha ...."

Sebulir keringat bertengger di kepala Hijikata. Ia memperhatikan bagaimana Takasugi dan Katsura menginjak-injak Gintoki tanpa belas kasihan, sedangkan Tatsuma hanya tertawa saja melihat kelakuan antik rekan-rekannya. Bahkan anggota Joui lainnya hanya menghela napas sambil menggelengkan kepala. Mereka sudah terbiasa dengan pertengkaran bodoh semacam ini.

Kini Hijikata pun menyadari bahwa kebodohan mereka yang sering tiba-tiba muncul memang sudah terjadi sejak dulu. Terutama Gintoki. Si rambut perak itu sepertinya  tidak banyak berubah sejak dulu hingga akhir hayatnya. Tetap bodoh dan menyebalkan. Membuat Hijikata tersenyum kecil dengan ekspresi rindu.

Dengan kasar si pemuda yang dijuluki Shiroyasha itu mendorong kedua rekan yang menganiaya dirinya.

"Berhenti kalian! Sakit, Bodoh! Aku hanya penasaran kenapa suaranya terdengar familier dengan Date Masamune dari Sengoku Basa-UHUEK!"

(A/N : Nakai Kazuya pengisi suara Date Masamune dari Sengoku Basara dan Hijikata Toshiro dari Gintama)

Kali ini Takasugi meninju perut Gintoki tanpa belas kasihan. Ekspresinya berubah sangat bengis dan memandang tajam tubuh si pemilik rambut perak yang sedang tersungkur menahan sakit.

"Oi, Sialan. Berhentilah bermain gim disaat perang begini. Kau benar-benar ingin mati, ya?"

"Gintoki, bermain gim terlalu banyak dapat merusak otakmu dan etiket sebagai seorang samurai," ujar Katsura sambil menghela napas berat.

"Diam kalian, Sarutobi Sasuke dan Takenaka Hanbei! Aku sebal karena tidak ikut berperan dalam gim itu!"

(A/N : Koyasu Takehito mengisi suara Sarutobi Sasuke dari Sengoku Basara dan Takasugi Shinsuke dari Gintama. Ishida Akira mengisi suara Takenaka Hanbei dari Sengoku Basara dan Katsura Kotaro dari Gintama.)

Jika saja kautahu bahwa Tot-san, si gembel Madao, pemimpin Hyakka Yoshiwara, ketua ninja klan Hattori dan si botak Umibouzu ikut berperan dalam gim itu, kau pasti akan lebih mengamuk dari ini, Gintoki.

Kali ini Gintoki melawan ketika kedua rekannya yang mencoba menebas dengan menggunakan pedang masing-masing. Tak ada seorang pun yang berani melerai mereka bertiga. Meski tampak seperti bermain-main, Hijikata menyadari bahwa ayunan pedang mereka sangat cepat dan efisien. Namun ketiganya dapat menghindar, menangkis dan menyerang kembali dengan tak kalah hebat. Mereka dapat membaca gerakan lawannya dengan mudah.

Seperti yang pernah dikatakan Katsura di masanya, mereka bertiga memang tumbuh serta berkembang bersama dan terlalu sering mengayun pedang bersama sehingga dapat mengasah kemampuan masing-masing dengan cepat. Tidak heran jika mereka menjadi pemimpin Joui yang disegani dan ditakuti pada usia muda.

"Ahahaha ... ahahaha ... Selamat, Paman. Tampaknya kau diterima dalam kelompok ini. Jika mereka sudah seperti itu, artinya mereka tidak mempermasalahkan kehadiranmu di antara kami."

"Uh ... terima kasih?" Hijikata tidak yakin harus berkata apa atau merespon bagaimana. Sebelum tiba-tiba Gintoki, Katsura dan Takasugi berbalik dan kini menghajar Tatsuma dengan menginjaknya secara bersamaan.

"Tu-tunggu dulu! Apa yang kalian lakukan, Kintoki, Zura, Takasugi? Hentikan!"

"Apa maksudmu, Tatsuma? Jangan mengatakan hal yang tidak pernah kami katakan!" Gintoki menginjak Tatsuma tanpa mengurangi tenaga.

"Sakamato, sejak kapan kau jadi penerjemah? Lagipula terjemahanmu itu tidak sesuai!" Katsura tidak kalah sarkas.

"Kubunuh kau." Takasugi yang paling kejam.

Hijikata hanya tersenyum seraya menggelengkan kepala melihat polah mereka di masa ini. Membayangkan keadaan mereka di 15 tahun yang akan datang membuatnya tersenyum kecut.

Katsura mungkin tidak banyak berubah, masih sering bertingkah bodoh. Hanya saja tindakannya sebagai teroris kian agresif sejak Gintoki menghilang. Tatsuma tidak ada kabarnya. Katsura menduga bahwa si pemimpin Kaientai itu telah dibuang anak-anak buahnya karena sikapnya yang semakin konyol. Sedangkan Takasugi dikabarkan meninggalkan terkena wabah putih. Lalu Gintoki yang meregang nyawa di tangannya, hanya tinggal Katsura yang tersisa. Mengetahui rekan-rekannya telah meninggalkannya, tidak heran jika Katsura semakin gencar dalam melemparkan bom-bom buatannya. Tentu saja pria berambut hitam panjang itu akan kesepian.

"Hei, Paman, kenapa kau tiba-tiba jadi diam?"

Mengangkat alis hitamnya, iris biru Hijikata bertemu pandang dengan iris merah Shiroyasha. Ia tersenyum lembut tanpa disadari. Membuat Gintoki harus menahan rona merah yang hampir muncul di wajahnya.

"Ah, tidak apa-apa. Sebagai diterimanya aku dalam kelompok Joui ini, akan kuberikan sesuatu sebagai perkenalan."

Merogoh tasnya yang cukup besar, Hijikata mengambil sesuatu dari dalam dan mengeluarkan benda yang membuat beberapa orang di sana memberikan pandangan berbinar, termasuk Gintoki. Ya, pria berambut hitam dengan poni yang dibelah tengah itu mengeluarkan sebotol sake.

Jika kalian bertanya bagaimana caranya botol sake yang dibawa Hijikata tidak pecah saat terjatuh tadi, si penulis ingin menjawab "Karena ini 'kan Gintama.", tapi tahu kalau jawaban itu tidak relevan maka akan diganti dengan lebih logis.

Karena sejak Gintoki meninggalkannya, selain mayones dan rokok yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya, ia pun mulai bergantung pada sake. Hampir setiap hari ia tidak lupa mengonsumsi minuman itu, sama seperti dua benda penting lainnya. Saat ia mendapat kabar dari Gengai tentang mesin waktu yang dimintanya, ia segera menyiapkan botol sake kesukaannya yang dibungkus dengan berlapis-lapis handuk. Ditambah lagi saat terjatuh di dalam balon transparan tadi, rupanya balon tersebut memiliki fungsi peredam benturan sehingga meskipun Hijikata dan tas yang dibawanya berbenturan dengan seluruh dinding balon, sedikit pun ia tidak merasakan sakit apalagi terluka. Kecuali rasa mual tentu saja.

"I-itu ... Asahi Shuzou Dassai '23 Ni-Wari San-Bu' Junmai Daiginjo Sake!" Gintoki memekik sambil menunjuk dengan gemetaran botol sake yang digenggam Hijikata.

Asahi Shuzo Dassai '23 Ni-Wari San-Bu' Junmai Daiginjo Sake adalah salah satu sake dengan kualitas premium. Karena tidak menggunakan alkohol maka disebut Junmai. Sedangkan sebagai sake berjenis Junmai Daiginjo, maka memiliki komposisi bahan dengan rasio beras putih kurang dari 50%, kouji beras, dan air. Sake yang dibuat oleh Asahi Shuzou ini berasal dari kota Iwakuni, Prefektur Yamaguchi dan menjadi sake yang disukai banyak orang karena rasanya yang ringan dengan aromanya yang harum. Pada umumnya, rasanya lebih lezat dan lebih harum dibandingkan dengan Daiginjo yang lain.

Dengan liur yang menetes dan jemari yang bergerak liar untuk menyentuh botol sake itu, Gintoki tidak malu untuk menunjukkan kecintaannya pada sake. Meski seharusnya ia belum boleh mencoba minuman sake berdasarkan hukum karena ia masih berumur 18 tahun. Tapi sejak kapan Sakata Gintoki menjadi seorang penurut?

Sadar akan tindakannya, pemuda berambut perak itu berdeham pelan.

"Baiklah, Paman. Kau diterima di sini. Jadi, siapa namamu?"

"Aku Hi-" Hijikata bungkam.

"Hi?" Gintoki menaikkan alisnya agar pria dewasa di depannya melanjutkan kalimatnya yang terpotong.

Sial. Tidak mungkin ia menyebutkan nama lengkapnya pada Gintoki dan lainnya. Memang saat ini mereka tidak saling mengenal, namun di masa mendatang mereka akan saling mengejar dan dikejar meski ada saatnya mereka saling bekerjasama. Tapi dalam tahun-tahun awal, mereka selalu berada di sisi yang berlawanan.

"Hi ... jiki. Namaku Hijiki Tosshi."

"Hijiki?" Mereka membeo mengulang nama palsu Hijikata. "Nama yang tidak pernah kudengar. Bukankah itu adalah rumput laut cokelat yang tumbuh liar di daerah pantai berbatu?" tanya Katsura seraya memasang pose berpikir.

Hijikata menelan salivanya. Ia tahu bahwa Katsura sangatlah jenius tidak kalah seperti Takasugi. Hanya saja karena sikapnya yang sering bertingkah konyol, tak ada yang percaya ketika pria berambut hitam panjang itu dengan cepat dan mudah membuat jalur kabur saat terdesak. Banyak yang mengira bahwa keahlian Katsura tidak lebih hebat dibandingkan Gintoki atau Takasugi. Sebaliknya membuat jalur kabur bagi rekan-rekannya agar tidak banyak pasukan mereka yang terbunuh saat terdesak merupakan kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam taktik perang. Karenanya semasa Hijikata masih menjadi Shinsengumi, ia tahu betapa sulitnya menangkap pria yang dijuluki titisan Lupin the Third ini.

"Ya-yah ... kau tahu sendiri bahwa Hijiki cukup digandrungi. Jadi kurasa bukan nama yang aneh untuk digunakan."

"Oh ... apa ini, Paman? Kau mau bilang kalau karena nama dan wajahmu yang tampan, kau jadi digandrungi banyak wanita? Sombong sekali kau," Gintoki berdecih sebal sambil mengupil dengan kelingkingnya.

Aku tidak pernah berkata begitu, Bodoh. Kau saja yang berasumsi begitu.

Hijikata tak sanggup untuk tidak memasang ekspresi sama sebalnya dengan Gintoki. Benar-benar pria berambut perak ini sejak dulu sangat mudah membuat orang lain kesal. Ia tahu bahwa Gintoki selalu kesal dan protes dengan wajahnya yang tampan sehingga digandrungi banyak wanita. Alasan kesalnya karena si bodoh pemalas itu jadi kalah popularitas dengannya. Bukan berarti dirinya bangga, hanya saja hal bodoh seperti itu tidak pernah digubrisnya.

"Ahahaha ... ahahaha ... Ada apa, Kintoki? Bukankah paman itu adalah tipe kesukaanmu? Tampan, tinggi, pandangan taja-hmph."

"Ta-tsu-ma. Kubunuh kau!" Gintoki sudah menarik katana dari sarungnya dan menerjang Tatsuma yang menangkis sambil tertawa.

"Ahahaha ... ahahaha ... kau sendiri yang mengatakannya saat mabuk, Kintoki. Kau lebih suka melihat pria yang lebih tinggi darimu dengan paras tampan. Kau bilang jika ada orang yang setinggiku dengan wajah lebih tampan dari Takasugi, orang itu adalah tipemu."

Huh?

"Aku tidak ingat pernah mengatakannya. Jangan asal bicara kau, Bodoh!"

Gerakan Gintoki yang menyerang Tatsuma menjadi tidak terarah dan banyak celah. Mungkinkah pria berambut perak itu sedang merasa malu? Rasanya tidak mungkin, mengingat si keriting itu bertindak seperti tidak kenal kata malu dalam kamus hidupnya. Tapi melihat reaksinya ditambah sekilas iris biru Hijikata menangkap rona merah pada pipinya, mungkinkah itu?

Bibir si pria perokok berat itu menukik. Gintoki yang melihatnya sekilas ingin merobek mulut itu namun pada akhirnya memilih mengalihkan pandangannya pada objek lain.

Pada akhirnya Katsura yang melerai dan mempersilakan Hijikata bergabung ke dalam rumah tradisional besar itu yang kini menjadi markas mereka. Hampir semua anggota Joui ikut ke dalamnya kecuali beberapa orang yang bertugas untuk berjaga di luar.

*

*

*

To be continue

*

*

*

Gw dah ksh warning kalo ff ini bakal byk breaking the walls khas Gintama...

Pasti dah pd tau ya kalo "Here we go! Let's Party!" itu kalimat khas yg sering dikeluarin Date Masamune-nya Sengoku Basara kalo mau gelud...
Makanya di 2 episode Gintama udah prnh disebut jg soal Nakai Kazuya yg ngisi suara Hijikata n Masamune...
Pas episode yg hostclub Takamagahara n pertarungan ranking character... 😂😂😂
That's why gw suka Hijikata sbg seme krn Masamune jg seme buat gw... buat fans ZoroSanji One Piece jg pasti sependapat ma gw...

Judul chapter diambil dr Ending ke 25 Gintama... ini jg fave song gw dr Gintama...

Oke, selanjutnya bakal ada adegan romantis HijiGin... muehehehehe..  😆😆😆

Thanks for reading, vomment and support

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top