1. Genjou Destruction

"Gintoki ...."

"Hiji ... kata-kun ...."

Di malam senyap, ia memeluk sang terkasih yang bersimbah darah. Sebilah pedang melubangi dadanya, membuat aroma besi menguar tak terkendali. Kulitnya yang semakin pucat hampir tertutupi tulisan mantra yang mengutuknya. Pandangan mata yang dijuluki ikan mati pun kini telah kehilangan cahaya hidupnya. Hingga tubuhnya kian dingin.

Tak pedulikan bajunya yang basah oleh darah, ia mendekap kekasihnya yang tak bernyawa. Pandangan mata kosong menerawang jauh. Perlahan beranjak dan membawa tubuh kaku sang terkasih yang menghilang selama 5 tahun. Meski jalan terseok, tidak sedikit pun ia memelankan langkahnya. Pergi dari reruntuhan terminal luar angkasa Edo yang menjadi saksi biksu akhir dari hidup Sakata Gintoki.


*

*

*

Gintama copyright Sorachi Hideaki

Genjou Destruction by SPYAIR

Tema Utama : Changing Destiny

Sub tema : Back to the Past

Genre : Fantasy / Romance

Kategori : Cerita Pendek

Setting : Gintama Movie 2 : Kanketsu-hen – Yorozuya yo Eien Nare

Pair : HijiGin/Hijikata Toshiro x Sakata Gintoki
slight
TakaGin/Takasugi Shinsuke x Sakata Gintoki

Warning : yaoi, BL, boyxboy, breaking the walls, age gap

#ipenbiadabpeso2018 #pseucom PseuCom

*

*

*

Hijikata Toshiro. Julukan Wakil Komandan Iblis dari Shinsengumi telah pudar, berganti menjadi Wakil Komando Fraksi Patriot Joui Kondo yang membelot dari pemerintahan. Semua berubah sejak munculnya wabah putih bersamaan dengan menghilangnya Sakata Gintoki. Kenyataan pahit yang harus ditelannya bahwa semua kekacauan ini berakar dari si pemilik Yorozuya tersebut.

Gintoki menghilang 5 tahun lalu tak berapa lama sebelum wabah putih pertama kali muncul. Penyakit yang tak ditemukan obatnya ini membuat korbannya melemah, perlahan buta dan membuat setiap helai rambutnya memutih. Jika sudah terjangkit, kematian yang akan menunggunya. Tak jelas bagaimana bisa terjadi secara medis, maka para pengguna kekuatan supernatural pun bertindak.

Ane dan Mone, para gadis kuil yang memiliki kekuatan magis menjelaskan bahwa penyakit ini sejenis dengan kutukan sihir. Kekuatan sihir dari pasukan penyihir Amanto terdahulu yang menyebut dirinya Penghancur Dunia, kutukan Kodoku. Sulit bagi keduanya untuk menghancurkan kutukan tersebut karena perbedaan kekuatan yang jauh. Ditambah lagi penyebarannya yang meluas dengan cepat membuat kakak-beradik itu tidak dapat berbuat apa-apa.

Begitu pun dengan klan Onmyoji terkemuka, klan Ketsuno dan Shirino, tidak dapat berbuat banyak. Keluarga Onmyoji ini dapat memperlambat perkembangan penyakit yang berasal kutukan Kodoku dengan sihirnya. Namun karena ada begitu banyak yang terjangkit, mereka pun tidak dapat mencegahnya secara efektif karena kekuatannya yang terbatas.

Hijikata sendiri bukannya tinggal diam. Ia tahu bahwa semua ini berhubungan dengan menghilangnya Gintoki. Berdasarkan informasi dari Katsura, ada kemungkinan bahwa si pemalas berambut perak itu telah mengetahui tentang kutukan ini. Pemilik Yorozuya itu mungkin mengonfrontasi Penghancur Dunia seorang diri untuk mencegah wabah putih terjadi, namun sepertinya gagal.

Sayangnya kenyataan pahit meruntuhkan semua kemungkinan yang mereka duga. Gintoki sendirilah penyebab wabah putih itu terjadi. Kutukan Kodoku berasal dari tubuhnya. Semua karena pria berambut keriting perak itu pernah bertarung dengan Enmi sang pemimpin Penghancur Dunia dan terkena Kodoku tanpa disadari.

Meski Enmi telah dikalahkan, tidak serta merta kutukan tersebut hilang. Justru terpendam di dalam tubuh mantan pejuang Joui tersebut. Karena tidak memiliki kekuatan magis dalam dirinya, kutukan Kodoku tidak dapat aktif begitu saja. Hingga akhirnya Gintoki mendapatkan kristal Altana setelah mengalahkan Utsuro si manusia Altana, barulah kutukan itu mulai menyebarkan mimpi buruknya sejak 5 tahun lalu.

Altana adalah energi magis yang berasal dari dalam bumi. Setiap planet memilikinya. Kekuatan magis berbahaya jika berada di tangan orang yang salah. Terbukti dengan pasukan Tendoshu yang dipimpin Utsuro tidak bisa mati. Kekuatan magis ini dapat menghancurkan apa pun atau membuat mayat hidup dengan mudah. Bahkan membuat penggunanya berumur panjang atau abadi. Jelas saja banyak yang mengincarnya.

Karena kekuatannya yang besar itulah, kutukan Kodoku pun bereaksi terhadap kristal Altana dan mulai aktif dalam tubuh Gintoki. Bos Yorozuya itu menyimpan kristal Altana agar tidak disalahgunakan oleh orang lain. Ternyata menjadi malapetaka yang perlahan menghancurkan dunia dan Gintoki sendiri.

Selama 5 tahun mencari keberadaan Gintoki, fraksi Joui Kondo dan kelompok ekstremis Katsura akhirnya membentuk aliansi. Selain untuk menyelamatkan pemimpin mereka yang bodoh telah tertangkap dan akan dieksekusi, juga untuk membunuh Enmi yang setahun terakhir ini muncul secara tiba-tiba. Membuat Hijikata berjuang keras untuk membunuh penyihir yang selalu menutup wajahnya dengan perban bertuliskan mantra Kodoku. Sebelum akhirnya ia tahu bahwa sosok Enmi tersebut adalah Gintoki sendiri.

Ya, Gintoki menyamar sebagai Enmi dengan sengaja agar mereka yang mencarinya dapat membunuhnya. Karena kutukan Kodoku, Gintoki tidak bisa membunuh dirinya sendiri. Hal ini karena kutukan itu dapat mengendalikan inangnya agar tidak bisa melukai dirinya. Sehingga satu-satunya cara hanyalah dibunuh oleh orang lain. Ya, dibunuh oleh tangan Hijikata sendiri, kekasihnya.

Kenyataan mengerikan ini membuat dunia Hijikata runtuh. Ia yang selama ini mencari keberadaan Gintoki justru membunuhnya.

Masih ia ingat dengan jelas wajah bahagia Gintoki saat pedang tajamnya menembus tubuh kurus si pria berambut perak setelah pertarungan sengit keduanya.

"Gintoki ...."

Bibir tipis itu tersenyum lembut meski darah merembes keluar dari jubahnya. Menggenangi lantai kotor yang didudukinya.

"Terima kasih ... Hijikata-kun."

"Tidak ... tidak ... tidak! Kenapa?!"

Pria yang tengah sekarat itu hanya terkekeh lemah. Pipinya yang kini tirus berhiaskan tulisan mantra Kodoku.

"Bukankah ... sudah jelas? Aku ... ingin mati."

Bagi Hijikata, kalimat yang diucapkan kekasihnya itu terdengar seperti mimpi. Meski Gintoki seorang yang pemalas luar biasa, tidak berarti dengan mudah ia mencari kematian. Pria itu terlalu terbuai dalam menikmati hidupnya sehingga Hijikata yakin tak pernah terlintas dalam benaknya untuk memilih mati.

Meski jalan sedikit terseok, pria berambut hitam mendekati tubuh kekasihnya yang kian lemah. Ia merengkuh perlahan dalam dekapannya. Dua pasang mata crimson dan navy saling berserobok.

"Aku ... tahu kau memang idiot dan serampangan, tapi bukan begini caranya, Bodoh."

Pandangan mata yang sering disebut ikan mati, benar-benar telah kehilangan niat hidupnya. Air mata mulai menggenangi dan membuat iris merah itu berkaca-kaca terbias cahaya.

"Me-memangnya ... apalagi yang harus ... kulakukan?" Gintoki mulai tersedak dan terisak perlahan. "Semua wabah putih ini ... berasal dariku. Setiap aku melangkah ke suatu tempat ... seseorang akan terjangkit kutukan Kodoku dari dalam tubuhku secara acak. Lalu menyebar dengan cepat. Sedangkan aku ... tidak dapat berbuat apa-apa."

Bisa dilihat Hijikata dengan jelas betapa wajah itu penuh gurat kesedihan.

Gintoki sendiri telah merasakan penderitaan yang menyakitkan. Di mana ia hanya bisa melihat dari jauh bumi yang hancur perlahan tanpa dapat berbuat apa-apa. Ia melihat orang-orang yang disayangnya menderita. Korban karena wabah putih berjatuhan. Semua itu karena dirinya.

"Aku yang menyebabkan semua ini dan tidak ada yang bisa kulakukan. Hanya ini satu-satunya cara untuk menghentikannya. Membunuh sumber kutukan Kodoku, yaitu aku, harus orang lain yang melakukannya. Aku tidak bisa membunuh diriku sendiri. Dengan begitu, orang lain yang terkena kutukan ini akan sembuh dengan sendirinya."

Setetes air mata perlahan turun membasahi pipi pucatnya. Senyuman menyebalkan yang biasa diberikan kini berganti senyum lelah.

Hijikata menggelengkan kepalanya tak percaya. Ia lebih dari tahu bagaimana perangai pria yang telah lama menjalin hubungan dengannya ini. Jika sudah menyangkut keselamatan banyak orang, Gintoki akan menjadi orang paling depan untuk memperjuangkannya. Jika tak ada lagi pilihan, maka si keriting ini dengan senang hati mengorbankan nyawanya.

Sejak dulu, Hijikata dan Gintoki memiliki cara pandang dan jalan pikiran yang sama. Meski sifat saling bertolak belakang, namun perspektif dan prinsip sangatlah sama. Mereka seperti dua sisi koin. Tentunya hal ini dapat dimengerti oleh Hijikata sendiri. Jika berada di posisi seperti Gintoki pun, tanpa pikir panjang tentu hal sama yang akan dilakukannya.

Namun satu hal yang membedakan, Hijikata tidak akan melalui kesulitan seperti ini seorang diri, melainkan akan meminta bantuan dari orang-orang yang sudah dianggapnya sebagai keluarga. Meskipun tak akan pernah ia akui secara terus terang.

Berbeda dengan Gintoki yang selalu mencoba menyelesaikan semua masalah seorang diri tanpa sanggup meminta pertolongan pada orang lain. Di mata Hijikata, itulah kelemahan Gintoki. Ia sebut itu kelemahan karena egosentris bodoh yang dipertahankannya. Lihat saja hasilnya. Pada akhirnya si bodoh berambut perak ini membuat orang-orang yang menyayanginya bersedih.

"Bisakah sekali saja kau berhenti melakukan hal bodoh, Gintoki? Sekali saja ... berhentilah membuat orang lain mencemaskanmu." Kerongkongan Hijikata terasa kering. Ia bisa mendengar suaranya yang bergetar.

Seringai menyebalkan sedikit nampak di sana. "Itu sudah menjadi bagian dari diriku."

Mantan Wakil Komandam Shinsengumi itu mendengkus dan tak sanggup untuk tidak tersenyum. Dalam keadaan seperti ini, si bodoh keriting masih saja bersikap menyebalkan.

Perlahan tangan kurus yang diperban oleh kain lusuh bertuliskan mantra Kodoku bergerak mengambil sesuatu dari balik jubahnya. Dengan tangan gemetar ia menempelkan benda yang digenggamnya pada pakaian Hijikata.

"Ambil ini. Kau harus menjaganya dengan baik."

Sebelah tangan Hijikata mengambil benda yang terbungkus kain tersebut. Dengan satu tangan ia membukanya, oksigen pun berhenti dihirupnya. Sebuah kristal hijau kecil terdapat di sana.

"Gintoki, ini ...."

"Kristal Altana. Benda ini ... sudah tidak berguna untukku. Gara-gara benda ini juga ... kutukan Kodoku dalam tubuhku aktif."

Wajah pucat itu memasang ekspresi sedihnya dan penuh penyesalan. Mantan Wakil Komandan Shinsengumi itu bisa melihat bagaimana kesedihan mendalam yang sudah dialami oleh pria dalam pelukannya.

Menggenggam kristal Altana, ia memandang sosok Gintoki yang tampak menyedihkan di matanya. Iris merah itu memberi pandangan seolah berharap lebih padanya. Hanya Hijikata yang dapat Gintoki percaya.

"Apa yang kau harapkan dari seorang patriot Joui sepertiku?" Hijikata berusaha menyeringai seperti biasa. Ia tahu bahwa itu tak sempurna untuk mengelabui kekasihnya.

"Ah, benar. Kau menjadi orang tidak berguna sekarang."

Jika saja dadanya tidak terluka, mungkin Gintoki sudah tertawa menyebalkan sekarang. Sayangnya rasa sakit sudah kian memudar, tergantikan rasa kaku yang menjalar. Ia tahu bahwa waktunya hampir habis.

Meski susah payah, tangan kurusnya menarik kepala mantan polisi yang ditakuti itu. Mendekatkan bibirnya yang selalu tercium aroma nikotin pada bibir Gintoki. Mengecup perlahan tak peduli beberapa detik berlalu, mereka menikmati momen ini.

Hijikata sendiri tahu bahwa waktu kian menipis bagi keduanya. Kecupan ini akan menjadi yang terakhir bagi mereka. Tak sadar jika air mata sudah membasahi kedua pipinya dan berjatuhan di pipi tirus Gintoki.

Menjauh sedikit dari wajah pucat kekasihnya yang sekarat, dapat ia rasakan napas Gintoki yang kian melemah. Pupil matanya pun kian membesar, menandakan ajalnya datang menjemput.

"Maafkan aku ... Hijikata-kun. Tolong ... jaga Shinpachi dan ... Kagura."

Sakata Gintoki mengembuskan napas terakhirnya dalam dekapan sang kekasih. Iris merahnya bersembunyi di balik kelopak matanya yang basah dengan rapat. Wajah pucatnya yang berhiaskan tato mantra Kodoku tampak damai dengan senyuman tercetak di sana.

Dengan erat, Wakil Komando pasukan Patriot Kondo itu memeluk tubuh tak bernyawa kekasihnya. Dalam diam ia menangis. Ekspresinya datar meski air mata terus membasahi pipinya. Pandangan matanya yang kosong menerawang jauh. Meski otaknya mengerti, namun hatinya tak memahami. Pria yang dicintainya telah pergi dari sisinya. Tidak tahu berapa lama ia masih terpaku di sana hingga samar-samar mendengar anggota lain yang menyusul ke tempatnya.

Meski tak jelas, ia merasa bahwa Sougo memaki-maki dirinya. Tidak tahu. Hijikata tidak tahu apa yang mereka katakan. Ia masih berdiam di tempatnya seraya memeluk jasad Gintoki yang semakin dingin.

Saat melihat sepasang tangan hendak menyentuh tubuh Gintoki, dengan kasar ia menampiknya.

"Jangan sentuh."

"Hijikata-san, kau ... khh ...."

Itu jelas suara Sougo yang menggeram. Iris merah anak buahnya yang hampir identik dengan pria yang dicintainya memandang penuh amarah. Tak peduli, perlahan ia angkat tubuh tak bernyawa Gintoki. Berjalan terseok, ia berpikir, tak pernah ia ingat jika Gintoki begini ringan. Yang ia tahu si rambut perak bodoh ini selalu membuatnya kesulitan saat menggendongnya, apalagi jika mengingat kesukaannya akan makanan manis. Seharusnya Gintoki tidak seringan ini.

"Hijikata Berengsek!"

"Hentikan, Sougo! Biarkan Toshi menenangkan diri dulu. Dia pasti akan menjelaskannya nanti."

"Kondo-san ...."

Hari berikutnya, jasad Gintoki dimakamkan dengan layak. Hanya orang-orang yang mengenalnya menghadiri pemakaman itu. Mereka semua menangis terisak tanpa bisa ditahan, terutama para wanita. Hijikata hanya membisu ketika mereka semua memaki dan meminta penjelasan darinya.

Hal yang paling membuat hatinya sakit adalah ketika harus menghadapi tangisan dan makian dari dua anak didik Gintoki yang ditinggalkannya. Mantan polisi itu hanya berdiam diri ketika mereka memukul tubuhnya hingga lelah dan bersandar pada dadanya seraya menangis kencang. Ia tidak ikut menangis karena sudah lelah. Perlahan dipeluknya kedua remaja itu dan mereka balas memeluk. Sebelum akhirnya mereka melepas pelukannya dan menangis didampingi Kondo dan Sougo.

Dalam diam pria yang dulu dijuluki iblis dari Shinsengumi ini melihat jasad kekasihnya yang berubah menjadi abu. Semua penduduk Kabukicho berkabung dalam isak tangis yang menggema hingga ke relung hati. Memberikan salam terakhir pada bos Yorozuya yang kini hanya tinggal nama, Sakata Gintoki akan selalu dikenang.

Butuh beberapa hari bagi pria yang kini berumur 32 tahun itu untuk menceritakan detailnya pada rekan-rekannya kemudian. Berakhir dengan Kondo dan Katsura yang menangis histeris dengan tingkah bodoh mereka dan Sougo yang segera beranjak pergi dengan ekspresi bengisnya. Yang lainnya menangis haru akan tindakan Gintoki yang menderita selama 5 tahun ini. Tak terkecuali anak-anak Yorozuya lainnya.

"Maafkan aku."

Hanya itu yang dapat ia katakan pada mereka sebelum beranjak pergi dari aula aliansi antara kelompok Katsura dan Kondo.

*

*

*

To be continue

*

*

*

Oke, pertama kalinya ikutan ipen dr Peso... krn gw ga maso2 amat, jd pilih kategori cerpen aja. Yg pntg ikutan... 😆😆😆

Udah ditantang ama kaisar neraka n wakilnya kalo gw ga bakal bisa ngelarin celeng ini gegara gw kalo bikin story pasti molor mulu... MUAHAHAHAHAHA belom tau dia kalo gw udah niat kek gmn ... 😈😈😈😈

Kaisar, jgn lupa tumpengnya yak... 😎😎😎

Ff HijiGin ke-2 gw... jgn tertipu ama judul n covernya... ini masih Gintama, ingat? 😂😂😂
Judul story diambil dari anime Gintama episode 352...
Judul per chapter diambil dr setiap soundtrack Gintama dan disesuaikan dgn isinya...
Udah pd tau ya kalo Genjou Destruction yg dinyanyiin SPYAIR itu theme song-nya Movie ke 2 Gintama... emang sih liriknya pas bgt ama story movie itu... 😢😢😢😢

Gmbr/fanart di dlm chapter bkn punya gw, punya artisnya...

Thanks for reading, vomment n support

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top