22 : Kemunculan Simbol Salib

Bonus Chapter.

Selamat membaca.

🥀🥀🥀🥀

Kekacauan itu berakhir, menyisakan keheningan malam yang kelam setelah cahaya biru dibiaskan di langit gelap di atas gunung Halla. Jooheon mengangkat kepalanya yang sebelumnya tertelungkup, memandang sekitar, berusaha untuk menemukan Changkyun yang menghilang dari jangkauan pandangnya ketika rembulan masih ditutupi oleh awan hitam setelah Changkyun berhasil mengambil alih segel Silent Night.

Tampak sedikit kesulitan, Jooheon berusaha untuk berdiri dan satu tangannya berpegangan pada pohon. Tempat itu benar-benar gelap sekarang hingga Jooheon tak bisa melihat siapapun berada di sana. Namun, kala itu cahaya kuning keemasan menyerupai kunang-kunang itu kembali muncul dari tanah. Bertambah banyak setiap waktu dan terbang mengerumuni satu tempat.

Cahaya yang berkumpul itu lantas menyinari sosok yang tengah terbaring di bawahnya. Dan itu adalah Lim Changkyun. Jooheon lantas bergegas menghampiri Changkyun. Menjatuhkan kedua lututnya di tanah dan segera mengangkat bagian atas tubuh Changkyun yang tak sadarkan diri dengan darah yang hampir mengering di sekitar mulut pemuda itu.

"Changkyun, Lim Changkyun," panggil Jooheon dengan suara yang tenang. Ia sempat menepuk pelan wajah Changkyun dan tak ada respon dari pemuda itu.

Jooheon memeriksa denyut nadi di bagian leher Changkyun dan masih merasakan tanda kehidupan pemuda itu. Jooheon kemudian sekilas mengusap wajah kotor pemuda itu.

"Kita pulang sekarang."

Jooheon memindahkan Changkyun ke punggungnya dan menggendong pemuda itu kembali ke Silent Night setelah menyelesaikan tugasnya. Bersama dengan ratusan cahaya menyerupai kunang-kunang yang mengiringi jalannya, Jooheon berhasil membawa Changkyun pulang dengan selamat. Dan alih-alih membawa Changkyun ke kamar pemuda itu, Jooheon justru membawa Changkyun pergi ke kamarnya.

Jooheon kemudian merawat dan mengganti pakaian Changkyun di sana, seakan-akan ia ingin menyembunyikan keadaan Changkyun saat ini.

Tapi, ketika Jooheon ingin memastikan tangan kiri Changkyun yang seharusnya memiliki simbol seperti di tangan Da Xian sebelumnya, Jooheon dibuat terperangah ketika melihat tangan kiri Changkyun dipenuhi oleh luka bakar, tapi hanya sebatas pergelangan tangan.

Dengan hati-hati, Jooheon membalik tangan Changkyun. Menghadapkan telapak tangan pemuda itu menghadap langit-langit. Namun, Jooheon tak menemukan simbol apapun di balik luka bakar di tangan Changkyun. Tapi ketika ia hendak menaruh kembali tangan Changkyun, pergerakannya terhenti. Fokus pandangannya beralih pada telapak tangan Changkyun yang sedikit tertutupi oleh jemari pemuda itu yang sedikit terlipat.

Jooheon kemudian meluruskan jemari Changkyun dengan perlahan hingga ia tertegun ketika melihat sebuah simbol di tangan Changkyun yang sempat memancarkan sinar biru selama beberapa detik. Sebuah simbol yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

"Salib?" gumam Jooheon, terlihat heran dengan simbol yang dimiliki oleh Changkyun.

Sebuah simbol salib, tapi sedikit berbeda dengan simbol salib pada umumnya. Pada bagian atas garis vertikal, ujungnya membuat garis melengkung yang samar. Dan jika hanya dilihat sekilas, orang-orang tak akan menyadarinya. Termasuk Jooheon sendiri karena simbol itu langsung menghilang setelahnya.

Jooheon menaruh tangan Changkyun. Kembali memandang wajah pemuda itu. Untuk sesaat, Jooheon seperti tengah mempertimbangkan sesuatu sebelum pada akhirnya membenahi selimut Changkyun dan meninggalkan ruangan itu tanpa sempat mengganti pakaian pemuda itu.

Dari kamarnya, Jooheon berjalan cukup jauh dan berhenti di depan kamar Yoohyeon. Jooheon kemudian mengetuk pintu sebelum bersuara.

"Bangunlah sebentar, ada hal yang harus kau lakukan."

Tak beberapa lama Yoohyeon pun membuka pintu dengan mata yang belum terbuka sepenuhnya.

"Ketua? Ada apa?" tanya Yoohyeon dengan suara malasnya.

"Panggilkan Ketua Lee untukku."

"Kenapa? Apakah-"

"Sejak kapan kau ingin tahu urusanku?" celetuk Jooheon. Berusaha untuk bersikap normal agar gadis itu tidak mencurigainya.

"Baik ..." sahut Yoohyeon sedikit kesal. Ia kemudian berjalan mendahului Jooheon untuk pergi ke ruang kerja pria itu.

Yoohyeon kembali menggunakan sihirnya untuk membawa jiwa Lee Hyunwoo kembali.

"Kembali ke kamarmu dan langsung tidur," ujar Jooheon begitu Yoohyeon menyelesaikan tugasnya.

"Baik ..."

Yoohyeon pun keluar. Jooheon mengangkat tangan kirinya, mengarah ke pintu dan pada saat itu pintu kamarnya tiba-tiba terkunci dengan sendirinya. Sesaat kemudian, lukisan sang pimpinan pertama Silent Night Institute kembali hidup.

Lee Hyunwoo menemukan situasi yang serius hanya dengan melihat garis wajah putranya saat ini.

"Sesuatu telah terjadi?" tegur Hyunwoo, menyadari putranya tak ingin ada basa-basi dalam pertemuan kali ini.

"Anak itu ... sudah mengambil alih segelnya," celetuk Jooheon.

Hyunwoo menunjukkan reaksi terkejut. "Lim Changkyun?" gumamnya.

"Anak itu melakukannya."

"Berapa sudut yang ia miliki?"

Jooheon terdiam tanpa memutus kontak mata. Pada dasarnya level kekuatan mereka dibedakan menggunakan simbol mantra yang mereka dapatkan. Dan selama ini mereka menggunakan pola bintang dengan sudut yang berbeda untuk setiap level. Dan level pertama memiliki simbol bintang dengan lima sudut yang berada di dalam sebuah lingkaran. Tapi sulit bagi Jooheon untuk menjelaskan level yang mampu dicapai oleh Changkyun saat ini karena simbol yang muncul di tangan Changkyun berbeda dengan simbol yang dimiliki oleh para tetua.

"Lee Jooheon," tegur Hyunwoo. Keterdiaman Jooheon justru semakin membuat situasi terlihat tak bersahabat.

"Dia tidak memilikinya," gumam Jooheon.

Dahi Hyunwoo mengernyit. "Apa maksudmu?"

"Itu berbeda dengan apa yang kita miliki."

"Katakan."

Jooheon berucap penuh pertimbangan, "ada pada telapak tangannya ... simbol salib itu."

Hyunwoo terlihat bingung. "Salib? Simbol yang dimiliki oleh Lim Changkyun?"

Jooheon mengangguk dan mendekati lukisan Hyunwoo. Berdiri lebih dekat dan kembali berbicara. "Inilah hal yang ingin aku tanyakan kepada Ayah. Kenapa anak itu mendapatkan simbol itu? Ini pertama kalinya aku melihat simbol ini."

Hyunwoo menjatuhkan pandangannya ke samping dan bergumam, "kau yakin jika itu memang simbol salib?"

"Itu bukan simbol salib?" Jooheon balas bertanya.

Hyunwoo kembali memandang Jooheon. "Anak ini ... pastikan kau menjaganya dengan baik. Sampai saat di mana Park Taehyung menemui takdirnya, jangan pernah membiarkan anak ini berjalan sendirian."

"Apa maksud Ayah? Apakah ini ada hubungannya dengan simbol itu?" Dahi Jooheon mengernyit secara berlebihan.

"Bagaimana keadaannya saat ini?" Hyunwoo terlihat jelas tengah menghindari pertanyaan Jooheon.

"Dia tidak sadarkan diri setelah berhasil mengambil alih segel. Sepertinya dia menempatkan tubuhnya dalam bahaya ketika melakukannya. Aku akan membawanya ke rumah sakit jika dibutuhkan."

"Bukan rumah sakit," celetuk Hyunwoo.

"Lalu?"

"Bawa dia naik."

Netra Jooheon memicing. "Kenapa? Apa alasannya?"

"Gerbang mana yang dia buka?"

"Gerbang timur."

"Kemungkinan besar saat ini jiwa anak itu tengah bertarung dengan iblis di gerbang timur. Kau harus bisa menyembuhkan jiwanya dari luar. Jika dalam waktu 24 jam dia tidak bangun, maka nyawanya akan terancam."

Mendengar hal itu, Jooheon pun menunjukkan kegelisahan yang besar dalam wajahnya. "Tapi bagaimana? Baengnokdam masih membeku saat ini."

"Lakukan apa yang menurutmu harus kau lakukan, dia putramu sekarang. Apapun yang terjadi padanya, kau yang harus menanggung semuanya. Pastikan tidak terjadi sesuatu yang buruk padanya."

"Tapi bagaimana jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?"

Hyunwoo terdiam. Ucapan Jooheon seakan tengah menantangnya dan membuatnya merasa sedikit marah. Bukan marah terhadap putranya, tapi pada takdir yang berjalan.

"Ketua Lee," tegur Jooheon, menuntut sebuah kepastian.

Hyunwoo kemudian berkata, "kau ... harus membunuh Park Taehyung detik itu juga dan membakar jasadnya. Tapi, sebelum itu ... kalian harus mengurung jiwanya dan menggagalkan reinkarnasinya."

Mendengar hal itu membuat Jooheon tak lagi ingin mengatakan apapun. Namun, tampak kekecewaan di raut wajahnya. Dia kemudian pergi tanpa mengatakan apapun, mengabaikan tatapan prihatin sang ayah yang mengiringi kepergiannya.

Jooheon kembali ke kamarnya. Pergi ke sudut ruangan dan memasuki sebuah ruangan di sana. Hanya dalam beberapa detik ia keluar dengan membawa pakaian berwarna putih yang bertumpuk di tangannya. Jooheon mendekati Changkyun, menyibakkan selimut dan menggantikan pakaian pemuda itu dengan pakaian putih yang ia bawa. Sebuah pakaian berlapis yang cukup tebal dengan jubah putih yang panjangnya melewati lutut.

Malam itu itu juga, Jooheon membawa Changkyun meninggalkan Silent Night. Berjalan menyusuri anak tangga menuju puncak tertinggi gunung Halla untuk menyelamat jiwa pemuda itu sebelum waktu yang diberikan oleh Hyunwoo berakhir dan benar-benar tertelan oleh kegelapan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top