22 : Kembalinya Si Tuan Penyegel
"Ketua."
Lee Jooheon berbalik ketika mendengar teguran dari suara familiar. Dari bawah Zheng Da Xian datang dan berdiri di anak tangga yang sama dengan Jooheon.
"Kau sudah mendengarnya, Hyeongnim?"
Da Xian mengangguk. "Di mana Lim Changkyun saat ini?"
Jooheon memandang ke puncak gunung dan berkata, "di sana."
"Apakah ini ada hubungannya dengan kemunculan Pleiades." Keduanya kembali bertemu pandang.
"Aku tidak yakin apa alasannya, tapi sepertinya ini saling berhubungan."
"Terjadi sesuatu pada Gomdori."
"Ada apa?"
"Ada segel yang dipasang di tangan anak itu. Apakah Changkyun yang melakukannya?"
Jooheon tampak heran. "Tidak, Changkyun tidak memperbarui segelnya. Itu masih segel yang sama, seharusnya tidak berpengaruh pada Hyeongnim."
Da Xian memandang ke puncak dengan tatapan khawatir. "Sepertinya apa yang dikatakan oleh Ketua Lee dulu, telah terbukti hari ini."
Dahi Jooheon mengernyit. "Maksud Hyeongnim, jiwa Lim Changkyun dan Gomdori saling terhubung satu sama lain?"
Da Xian mengangguk. "Kita harus melihat keadaan Changkyun."
"Apakah sudah waktunya?"
Da Xian mengangguk dan berjalan mendahului Jooheon. Memerlukan waktu yang tak sebentar untuk bisa sampai di kawah gunung terlebih di bawah rintik salju yang semakin menenggelamkan anak tangga. Dan kala itu, langit di atas gunung Halla yang sempat terbuka lantas kembali menutup, mengantarkan rasi bintang Pleiades untuk kembali ke tempat persembunyiannya.
Saat sampai di puncak gunung, Jooheon tertegun ketika melihat kawah gunung telah diselimuti oleh salju. Tapi kala itu dia juga melihat ratusan kupu-kupu yang memancarkan cahaya kebiruan dari tubuh mereka terbang di sekitar kawah gunung.
"Dia ada di sana," ujar Da Xian, membimbing pandangan Jooheon untuk menemukan sosok Changkyun yang berdiri di tempat ia meninggalkan pemuda itu sebelumnya.
Jooheon pun bergegas turun ke kawah, disusul oleh Da Xian kemudian. Sementara Changkyun yang sudah terbangun, kini berhadapan dengan satu-satunya rusa yang tersisa di sana.
Changkyun kemudian mengangkat tangan kirinya, membuka telapak tangannya seakan ingin menerima atau meminta sesuatu. Sementara rusa di hadapannya lantas menunduk dalam. Sesaat kemudian tanduk rusa itu memancarkan sinar putih hingga seluruh tubuhnya yang kemudian berubah menjadi butiran kelereng bercahaya yang kemudian terbang di sekitar tangan Changkyun.
Sesaat setelah itu cahaya itu berkumpul di tangan Changkyun, membuat pola yang kemudian menyatu dan berubah wujud menjadi tombak es yang cukup pendek, panjangnya tidak sampai setengah meter. Changkyun menggenggam tombak itu dan ketika ia menurunkan tangannya, tombak itu melebur menjadi asap putih yang kemudian berkumpul dan membentuk sebuah cincin yang kemudian melingkar di ibu jari pemuda itu.
Wajah dingin pemuda itu terlihat sangat tenang. Ia berbalik dan kaki telanjangnya mulai berjalan menyusuri permukaan es yang sangat dingin. Pakaian dan jubah putih yang ia kenakan membuatnya terlihat gagah, terlihat seperti seorang panglima perang yang baru saja memenangkan sebuah perang untuk negerinya.
Di tepi danau yang membeku, sudah ada Jooheon dan Da Xian yang menunggu Changkyun. Tapi Dia Xian berada dalam jarak satu meter di belakang Jooheon. Entah karena alasan apa ia tidak berdiri di samping Jooheon.
"Kau kembali," tegur Jooheon dengan senyum hangatnya ketika Changkyun sampai di hadapannya.
Jooheon kemudian memeluk Changkyun, menyampaikan rasa syukurnya. Dan kala itu tatapan teduh Changkyun bertemu dengan tatapan dingin Da Xian. Tak ada kata yang terucap hingga kontak mata keduanya terputus saat Jooheon melepaskan pelukannya.
Jooheon memegang kedua lengan Changkyun dan berkata, "ayo, kita pulang."
Changkyun kemudian berjalan lebih dulu, diikuti oleh Jooheon di belakangnya. Tak lagi membuat kontak mata, pandangan Changkyun menatap lurus ke depan ketika ia melewati Da Xian. Namun, ketika keduanya berpapasan, Da Xian merasakan hawa yang sangat dingin menyentuh telapak tangannya.
Da Xian sempat memandang ke arah tangannya dan tak menemukan apapun. Lalu, perhatiannya teralihkan oleh teguran Jooheon.
"Ikutlah pulang bersama kami, Hyeongnim. Ada hal yang harus kita bicarakan."
Da Xian kemudian ikut pulang bersama keduanya. Dan setelah mengantar Changkyun ke kamar pemuda itu, Jooheon menemui Da Xian yang sudah menunggu di ruang kerjanya.
"Aku langsung saja," ujar Jooheon yang langsung duduk di sofa, berseberangan dengan Da Xian. Menciptakan situasi menegangkan di antara keduanya.
"Miliknya berbeda dengan kita."
"Apa yang sedang kau bicarakan?"
"Ketika Changkyun mengambil alih segelnya, dia juga mendapatkan simbol itu. Tapi, dia mendapatkan simbol yang berbeda."
"Pola apa yang dia miliki."
"Salib."
Dahi Da Xian mengernyit. Jooheon sudah menduga reaksi itu meski ia sempat berpikir bahwa Da Xian mungkin tahu jawabannya.
"Simbol salib?" tanya Da Xian dengan ragu.
Jooheon mengangguk dengan yakin.
"Bagaimana mungkin? Salib tidak disebutkan di semua kitab yang sudah aku baca."
"Ada," celetuk Jooheon.
Netra Da Xian memicing.
"Kau pernah melihatnya?"
"Bukan sebuah simbol, tapi sebuah cara. Penyaliban ... ketika sang Raja mendapatkan kemuliaan, ia akan mati dalam penyaliban. Hyeongnim pernah membacanya?"
"Aku mengingatnya, tapi itu bukanlah simbol." Da Xian tiba-tiba terlihat frustasi. "Kekuatan apa yang sebenarnya dimiliki oleh anak ini?"
"Daniel Hyeongnim tidak pernah mengatakan sesuatu pada Hyeongnim tentang Changkyun?"
"Aku bahkan tidak yakin jika dia tahu apa yang dimiliki oleh putranya."
"Apapun itu, aku berpikir bahwa mungkin itu bukanlah sesuatu yang buruk. Sebenarnya ... bukankah Changkyun ditakdirkan terlahir dengan kekuatan penyembuhan. Dia adalah kebalikan dari Gomdori yang lahir dengan kekuatan penghancuran. Tapi ... masalahnya kita tidak bisa memberikan arahan pada Changkyun ketika kita tidak mengetahui apapun dengan apa yang dimiliki oleh anak ini."
"Untuk saat ini, awasi dia baik-baik dan aku akan mengawasi Gomdori. Jika terjadi sesuatu, segera kabari aku."
Da Xian beranjak berdiri dan berjalan pergi. "Aku pergi."
"Dengan cara apa—" ucapan Jooheon terhenti ketika sosok Da Xian tiba-tiba menghilang bersamaan dengan kabut hitam yang langsung lenyap.
"Apakah dia akan baik-baik saja?" gumam Jooheon, terdapat kekhawatiran dalam ucapannya.
*****
Kelopak mata Da Xian perlahan terbuka ketika jiwanya menyadari bahwa hari telah berganti. Menoleh ke samping, netranya yang belum sepenuhnya terbuka itu lantas melebar ketika tempat di sampingnya sudah kosong. Ia dengan cepat bangkit. Terduduk di atas ranjang dan mengarahkan pandangannya ke sekeliling untuk menemukan keberadaan Taehyung, hingga netranya menemukan pemuda itu berjongkok di dekat pintu balkon dengan pandangan yang mengarah keluar.
Da Xian sejenak menggaruk keningnya lalu menyingkap selimut yang ia kenakan dan menghampiri Taehyung.
"Apa yang sedang kau lakukan di situ?"
Taehyung sedikit kaget dan langsung berdiri. Memberikan sebuah gelengan singkat pada Da Xian yang sudah berdiri di hadapannya.
"Kapan kau bangun?"
"Beberapa menit yang lalu."
Sedikit kebohongan yang diucapkan Taehyung pagi itu, karena pada kenyataannya si Gomdori tidak bisa tidur ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Seoul. Setelah Da Xian kembali semalam Taehyung tak bisa tidur dan menghabiskan malam yang tersisa dengan melihat keadaan di luar dari balik kaca bangunan itu, meski ia berbaring di samping Da Xian.
"Lalu kenapa kau duduk di sini?"
Taehyung menunjuk ke luar. "Aku hanya ingin melihat salju."
Da Xian turut mengarahkan pandangannya ke luar dan menemukan salju pagi itu yang turun lebih banyak dari hari sebelumnya. Dengan cepat ia kembali menjatuhkan pandangannya pada Taehyung.
"Jika ingin bermain, buka saja pintunya." Da Xian membuka pintu balkon dan membawa hawa dingin memasuki kamar itu.
"Pakailah baju hangatmu dan jangan lama-lama berada di luar. Aku akan mandi sebentar."
Taehyung mengangguk dan Da Xian pun segera meninggalkan pemuda itu. Sempat memperhatikan pergerakan Da Xian, Taehyung lantas kembali menatap ke luar setelah melihat Da Xian masuk ke kamar mandi.
Melupakan himbauan Da Xian sebelumnya. Taehyung melangkahkan kakinya keluar tanpa mengenakan baju lapisan untuk menutupi sweater abu-abu yang di pakainya saat ini, tidak juga memakai alas kaki.
Hawa dingin langsung menyergap tubuhnya. Namun bukannya membuat pemuda itu menggigil, justru membuat sudut bibir itu terangkat dengan lembut. Taehyung menangkup butiran salju yang berterbangan di sekitarnya.
Melangkah semakin mendekat ke pembatas, saat itu pandangannya menangkap kota Seoul yang di selimuti oleh salju tipis. Bukan hanya hutan atau perbukitan, pagi itu ia melihat bangunan-bangunan yang berjajar sepanjang ia memandang.
Pandangan Taehyung terjatuh ke samping, di mana di sana ia menemukan tumpukan salju yang tidak begitu banyak. Si Gomdori itu lantas berjongkok dan mengumpulkan salju itu di tangannya.
Di balkon samping, Yoongi keluar dengan sebuah payung di tangan kanan dan secangkir kopi di tangan kiri. Tak lupa dengan mantel hangat yang menutupi bahunya. Rutinitas yang sering dilakukan oleh Yoongi, meski akan sangat terlihat aneh ketika ia yang membawa payung hanya untuk bisa menikmati secangkir kopi panas di musim dingin seperti ini di atas balkon apartemennya.
Yoongi menyesap kopinya dengan pandangan yang menatap ke sekeliling. Saat itu Taehyung tiba-tiba berdiri dan berhasil mengejutkan Yoongi yang kemudian tersedak hingga terbatuk beberapa kali, sedangkan Taehyung hanya berdiam diri. Melupakan salju di tangannya yang kemudian terlepas ketika ia memandang sosok Yoongi yang masih terbatuk di seberang.
Yoongi menaruh cangkir kopinya di dekat pot kecil, ingin rasanya dia mengutuk pemuda asing itu yang sudah mengagetkannya. Beberapa detik kemudian Yoongi berhenti terbatuk dan segera mengarahkan tatapan tajamnya pada Taehyung yang justru menatap dengan bingung.
Yoongi diam memperhatikan dan bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah pemuda itu adalah kerabat Da Xian. Namun suasana hati yang telah memburuk tak lagi bisa tertolong. Yoongi berbalik, kembali masuk ke dalam kamarnya, namun payungnya justru tersangkut pintu ketika ia lupa untuk melipatnya terlebih dulu.
Dengan sedikit kesal, Yoongi melipat payung di tangannya dan berjalan masuk. Namun hanya berselang beberapa detik, ia kembali keluar untuk mengambil secangkir kopinya yang tertinggal. Tanpa ada minat untuk melihat Taehyung, ia segera masuk ke dalam kamar dan menutup pintu balkon.
Taehyung menggaruk tengkuknya dan segera bergegas masuk ke dalam kamar. Tanpa menutup pintu balkon terlebih dulu, pemuda itu langsung naik ke ranjang dan meringkuk di balik selimut ketika tubuhnya baru bisa merasakan dinginnya udara pagi itu.
Di balik selimutnya, pemuda itu kembali mengingat-ingat wajah Yoongi. Terlihat sedikit menyeramkan namun entah mengapa wajah itu terlihat tidak asing, tapi entah di mana keduanya pernah bertemu sebelumnya. Mungkinkah saat berada di gunung Halla waktu itu? Memang saat itu Yoongi melihat dengan jelas wajah Taehyung. Tapi tidak dengan Taehyung yang saat itu hanya memperhatikan Da Xian.
Saat itu Da Xian keluar dari kamar mandi dengan pandangan yang langsung menemukan sosok Taehyung yang tertutupi oleh selimut. Da Xian melihat pintu balkon yang masih terbuka dan bergegas berjalan ke tempat itu untuk menutup pintu tersebut. Ia kemudian menghampiri Taehyung dan menyingkap selimut yang menutupi bagian kepala pemuda itu.
"Kau tidak memakai baju hangatmu saat ke luar?"
"Aku hanya sebentar."
"Tapi kau tidak menutup pintunya."
"Maaf ..."
"Tidak ada yang menyalahkanmu, untuk apa minta maaf?"
Da Xian lantas duduk di tepi ranjang, begitupun dengan Taehyung yang bangkit dari posisi tidurnya.
"Bagaimana tidurmu?"
Taehyung hanya mengangguk. Tidak ingin membuat kekhawatiran di sana.
"Baiklah ... karena mulai sekarang kau tinggal di sini, ada beberapa peraturan yang harus kau ingat."
"Apa itu?"
"Pertama, kau tidak boleh mengatakan pada siapapun bahwa kita berasal dari Silent Night Institute. Jika ada yang bertanya, kau harus menjawab bahwa kau adalah adikku dan menetap di Busan ... yang ke dua, kau tidak boleh memanggilku dengan nama Zheng Da Xian."
"Jika bukan itu, aku harus memanggil Hyeongnim dengan apa?"
"Jung Daehyun, itu adalah namaku saat aku tinggal di Seoul. Dan kau adalah Jung Taehyung ... ingat itu baik-baik."
"Tapi ... kenapa aku tidak boleh mengatakan kedua hal itu?"
"Dengarkan baik-baik, Silent Night Institute sangat terlarang untuk diucapkan di sini. Bagaimana pun caranya, kita harus tetap menyembunyikan identitas kita ... tidak ada Silent Night di sini. Kau tidak boleh membahas apapun tentang Silent Night di hadapan orang lain ... kau mengerti?"
Taehyung mengangguk namun terlihat bingung setelahnya. "Tapi ... siapa nama Hyeongnim tadi?"
"Jung Daehyun."
Taehyung mengangguk-anggukkan kepalanya sembari bergumam, "Jung Daehyun Hyeongnim."
Taehyung dengan cepat kembali memandang Da Xian. "Hyeongnim, aku ingin bertanya."
"Apa yang ingin kau tanyakan?"
"Tetangga Hyeongnim itu ..."
"Kau juga akan bekerja dengan orang itu nantinya."
"Dia ... teman Hyeongnim?"
"Kami bekerja di kantor yang sama, divisi berbeda. Kami tidak dekat tapi cukup mengenal dengan baik ... kenapa? Apa dia berbicara padamu?"
Taehyung menggeleng. "Aku seperti pernah melihat orang itu sebelumnya."
"Sungguh?"
"Aku tidak ingat, hanya merasa pernah melihatnya di suatu tempat ... siapa nama Hyeong itu?"
"Park Yoongi."
Batin Taehyung tersentak ketika sebuah nama yang hampir tenggelam dalam kenangan buruknya kembali ia dengar. Sebuah nama yang ia sebut dalam tidurnya saat kali pertama memasuki Silent Night Institute. Sebuah nama yang membawa kenangan pahit itu kembali menghampiri ingatnya.
"Park Yoongi?"
Selesai di tulis : 27.04.2020
Di publikasikan : 27.04.2020
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top