23 : Menuju Kehidupan Baru

Bonus Chapter!

Merasa pernah membaca bagian ini? Jangan dilewatkan begitu saja, ada kisah Lim Changkyun yang disisipkan dalam chapter ini.

Selamat membaca.

🥀🥀🥀🥀

    Langit sudah sepenuhnya menggelap ketika Taehyung dan Da Xian sampai di Seoul. Dari bandara Gimpo, keduanya menaiki taksi untuk bisa sampai ke tempat tujuan mereka. Hawa dingin yang semakin mencekam di luar ketika butiran salju yang mulai terlihat berterbangan di udara.

    Lampu-lampu jalanan berhasil menarik perhatian Taehyung yang sedari tadi hanya berdiam diri di samping Da Xian yang tampaknya tertidur. Seulas senyum tipis berhasil menghiasi wajah Taehyung ketika untuk kali pertama setelah waktu yang cukup lama, pada akhirnya dia bisa melihat kehidupan normal orang-orang di luar Silent Night Institute.

    Pertokoan, kedai-kedai tradisional di pinggir jalan dengan beberapa pelanggan yang tampak bergurau, restoran dan bahkan pejalan kaki. Sudah sangat lama sekali Taehyung tidak melihat hal itu. Perlahan senyum itu melebar ketika ia melihat seorang bocah perempuan tengah bermain salju.

    Sedikit harapan itu mulai terlihat dalam binar mata Taehyung. Harapan tentang ia yang bisa kembali hidup dengan normal. Berbaur dengan orang-orang asing dan mengunjungi Hongdae, tempat yang pernah di sebutkan oleh orang-orang yang datang ke Silent Night Institute namun ia sendiri tidak tahu tempat seperti apa itu.

    Perlahan kelopak mata Da Xian terbuka. Membimbing pandangannya terjatuh pada pemuda di sampingnya dan menyadari garis senyum di wajah pemuda itu. Ia lantas mengarahkan pandangannya ke samping dan menarik sudut bibirnya dengan lembut.

    Ia lantas membatin, "kau melihatnya, Hyunwoo Hyeongnim? Dia berusia 25 tahun, tapi kenapa sikapnya seperti bocah 13 tahun ... semua itu adalah salah kita, dan aku akan menebusnya sekarang."

    Da Xian mengembalikan pandangannya pada Taehyung dan kemudian meraih telapak tangan pemuda itu. Menggenggamnya dengan lembut hingga membuat perhatian pemuda itu teralihkan padanya.

    "Kau menyukainya?"

    "Apa ini yang namanya Seoul?"

    Da Xian tersenyum lembut. "Benar, inilah Seoul ... tempat di mana kau akan tinggal."

    Taehyung segera memandang ke luar dan menemukan banyak hal yang menarik baginya namun justru terlihat aneh di mata orang lain.

    "Hyeongnim, itu apa?"

    Da Xian sedikit merendahkan kepalanya untuk melihat apa yang baru saja di tunjuk oleh Taehyung. "Itu toko buku."

    "Yang itu."

    Da Xian sekilas melihat beberapa orang berkerumun. "Ada pertunjukan musik jalanan di sana."

    "Yang itu ..."

    "Itu ..."

    "Itu apa?"

    "Yang di sana itu?"

    Rentetan pertanyaan dari Taehyung yang menyingkirkan kesunyian malam itu. Bahkan sang supir sampai menertawakannya tanpa suara. Jelas saja orang yang melihatnya pasti akan merasa aneh karena di lihat dari wajahnya, Taehyung bukan lagi anak-anak yang tidak tahu apa-apa. Tapi sungguh, jika paman yang mengemudikan taksi itu mengetahui bagaimana Taehyung menjalani kehidupannya selama ini, ia pasti akan menatap iba pada Taehyung. Sama seperti yang di lakukan oleh Da Xian saat ini yang lebih terlihat seperti seorang ayah di bandingkan dengan seorang kakak.

    Perjalanan mereka kemudian berakhir ketika taksi yang mereka tumpangi berhenti di depan bangunan apartemen yang menjulang tinggi. Taehyung keluar lebih dulu, di susul oleh Da Xian kemudian. Pandangan Taehyung segera menjelajah ke sekitar dengan wajah yang terlihat antusias dan bahkan sepertinya sudah mengalahkan hawa dingin di sana.

    "Ayo, kita masuk."

    Taehyung mengikuti langkah Da Xian memasuki bangunan tersebut. "Hyeongnim tinggal di sini?"

    Da Xian bergumam lalu berucap, "kau tahu tempat apa ini?"

    Taehyung mengangguk. "Hyeongnim membeli satu unit apartemen di sini."

    "Dari mana kau tahu?"

    "Dulu aku dengar bahwa orang dewasa menginvestasikan uang mereka untuk membeli gedung."

    Da Xian tersenyum lebar dan membimbing langkah Taehyung untuk memasuki lift. Da Xian ingin menekan tombol lift, namun segera di cegah oleh Taehyung.

    "Biar aku saja, aku tahu bagaimana caranya ... di lantai mana apartemen Hyeongnim?"

    "Delapan belas."

    "Delapan belas? Tinggi sekali ..." Taehyung segera menekan tombol sesuai dengan lantai tujuan mereka dan kembali berdiri di samping Da Xian.

    "Bagaimana perasaanmu?"

    Taehyung tampak berpikir, namun tak ada jawaban yang ia berikan selain hanya sebuah gelengan. Terlalu sulit untuk mengungkapkan perasaannya kali ini menggunakan kata-kata. Dan sepertinya Da Xian sendiripun sudah tahu, karena wajah pemuda itu terlihat lebih hidup di bandingkan dengan saat masih berada di Silent Night Institute.

    Lift berhenti di lantai 18. Keduanya keluar setelah pintu terbuka dan bisa di lihat oleh Taehyung bahwa hanya ada dua pintu di lantai itu yang berarti hanya ada dua unit apartemen di lantai tersebut.

    "Apartemen Hyeongnim yang mana?"

    "Sebelah kiri."

    Taehyung mengikuti langkah Da Xian. Namun saat itu perhatian Da Xian teralihkan oleh suara ponselnya. Dia merogoh ponselnya dan berhenti di depan pintu apartemennya. Di lihatnya panggilan masuk dari Minho dan tak menunggu waktu lama, ia pun menerima panggilan tersebut.

    "Halo, ada apa?" Da Xian sejenak terdiam untuk mendengar apa yang di katakan oleh Minho di seberang.

    "Kau tunggu di sana, aku akan turun sekarang."

    Da Xian memutuskan sambungan dan menjatuhkan pandangannya pada Taehyung. "Kau masuklah lebih dulu, aku ada perlu sebentar."

    Taehyung mengangguk dan Da Xian mengeluarkan sebuah kartu dan menempelkannya di bagian atas knop pintu untuk membuka pintu sebelum menepuk bahu Taehyung dan meninggalkan pemuda itu.

    "Masuklah."

    Pandangan Taehyung mengikuti pergerakan Da Xian dan setelah pria itu memasuki lift, Taehyung melangkah masuk ke dalam apartemen Da Xian yang gelap karena lampu yang tidak di nyalakan.

    Taehyung merapat ke dinding untuk mencari saklar lampu. Meraba area di sekitarnya namun tak menemukan apapun. Merasa tak tenang berada di ruangan gelap, pada akhirnya Taehyung kembali keluar dan membiarkan pintu itu terkunci kembali.

    Pemuda itu bersandar pada pintu, menunggu Da Xian kembali padanya. Setelah beberapa saat, pendengarannya menangkap suara lift yang berhenti. Taehyung menegakkan tubuhnya dan menghadap ke arah pintu, berpikir bahwa yang datang adalah Da Xian. Namun di detik berikutnya, batin Taehyung sedikit tersentak ketika orang asinglah yang keluar dari dalam lift.

    Begitupun dengan Yoongi yang menghentikan langkahnya ketika ia melihat sosok asing di depan apartemen Da Xian. Secara kebetulan, memang keduanya menjadi tetangga sejak Yoongi pindah ke apartemen barunya itu.

    Sejenak Yoongi memperhatikan pemuda asing yang memperlihatkan kebingungan di wajahnya. Memang asing, namun entah kenapa Yoongi merasa bahwa ini bukanlah pertemuan pertama mereka.

    Taehyung segera berbalik dengan kepala yang tertunduk dan hal itulah yang kemudian menyadarkan Yoongi. Berjalan ke arah kanan menuju pintu apartemennya, perhatian Yoongi teralihkan oleh apel yang berada di kantong belanjaan yang ia bawa jatuh dan menggelinding ke arah sebaliknya. Dia berbalik dan tak bermaksud mengambil apel tersebut ketika melihat apel itu menggelinding ke arah kaki pemuda asing yang ia lihat.

    Pandangan Taehyung yang mengarah ke lantai menangkap sebuah apel yang berhenti di samping kakinya. Pemuda itu memberanikan diri berbalik dan kembali berhadapan dengan Yoongi.

    "Ambil itu untukmu," ucap Yoongi yang kemudian bergegas menuju unit apartemennya sendiri. Terlalu enggan untuk mengambil apel itu.

    Dalam waktu singkat Yoongi menghilang dari pandangan Taehyung dan pemuda itu lantas menjatuhkan pandangannya pada apel yang masih tergeletak di samping kakinya. Dengan ragu, Taehyung merendahkan tubuhnya dan mengambil apel tersebut menggunakan tangan kanannya lalu kembali menegakkan tubuhnya.

    Kembali di lihatnya pintu apartemen Yoongi sebelum ia membersihkan apel tersebut menggunakan punggung tangannya hingga perhatiannya kembali teralihkan oleh pintu lift yang terbuka. Kali ini bukan orang lain lagi, melainkan Da Xian yang datang menghampirinya dengan sebuah berkas di tangan kirinya.

    Da Xian menghampiri pemuda itu. "Kenapa masih berdiri di luar?"

    "Di dalam sangat gelap."

    "Ah ... aku lupa menyalakan lampunya. Apa yang ada di tanganmu?"

    Taehyung menunjukkan apel yang ia genggam.

    "Dari mana kau mendapatkannya."

    "Kakak yang tinggal di situ, dia memberikan ini padaku."

    Dahi Da Xian mengernyit, menyatakan rasa herannya mengingat Yoongi bukanlah orang yang ramah, dan tak masuk akal jika ia tiba-tiba memberikan apel pada Taehyung.

    "Dia ... memberikannya padamu?"

    "Apelnya jatuh dan menggelinding ke kakiku. Kakak itu mengatakan untukku saja."

    Benar dugaan Da Xian bahwa Yoongi tidak akan bersikap seramah itu. Bahkan meski sudah bertahun-tahun menjadi tetangga, keduanya tidak pernah saling bertegur sapa jika bukan karena pekerjaan.

    "Ya sudah, ayo masuk." Keduanya lantas masuk ke dalam.

****

Lee Jooheon sampai di puncak tertinggi gunung Halla. Seperti yang sudah ia katakan sebelumnya bahwa Baengnokdam masih membeku. Tapi ia tidak diberikan pilihan lain. Berjalan menuruni tebing yang tak begitu curam, Jooheon mendekati danau yang terbentuk di kawah gunung Halla yang masih dilapisi oleh es tebal itu.

Masih dengan menggendong Changkyun di punggungnya, Jooheon menapakkan kakinya di atas permukaan es. Tanpa ada perasaan ragu yang mengiringi langkahnya, Jooheon berjalan ke tengah danau yang beku. Dan sesampainya di tengah-tengah danau, Jooheon dengan hati-hati menurunkan Changkyun.

Jooheon kemudian membaringkan Changkyun, merapikan pakaian pemuda itu dan membuat kedua tangan pemuda menyilang di atas dada dengan masing-masing ujung jemari menyentuh kedua bahu.

Jooheon sejenak terdiam, memerhatikan wajah Changkyun dengan kekhawatiran yang berusaha untuk ia sembunyikan. Menjadi satu-satunya orang yang masih bertahan di Silent Night hingga detik ini tentu saja membuat Jooheon harus bertanggungjawab penuh dengan apapun yang terjadi di sana.

Jooheon kemudian menjatuhkan telapak tangannya pada kening Changkyun. Ia mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajah keduanya sebelum berbicara dengan suara yang lembut.

"Menangkan lah pertarungan ini jika kau masih mengasihani kakakmu, Lim Changkyun."

Setelah itu Jooheon pun beranjak berdiri, dan kala itu perhatiannya teralihkan oleh kehadiran sesosok rusa putih yang berdiri di seberang tempatnya. Keduanya bertemu pandang hingga rusa putih itu merendahkan kepalanya hampir menyentuh permukaan es dengan mata yang terpejam sekilas.

Jooheon turut menundukkan kepalanya dan berkata, "aku titipkan putraku. Namun, hanya untuk sementara waktu."

Setelah mengatakan hal itu, Jooheon pun pergi menepi. Dan ketika Jooheon sudah cukup jauh berjalan, rusa itu mendekati Changkyun dan tampak mengendus wajah Changkyun. Rusa itu kemudian menghentak salah satu kaki bagian depannya sebanyak tiga kali. Dan tak lama kemudian, beberapa rusa berwarna putih mulai berdatangan entah dari mana.

Jooheon yang sudah kembali ke atas lantas berbalik, dahinya sedikit mengernyit ketika puluhan rusa putih memadati area danau dan tampak mengerumuni Changkyun.

"Pergilah ..." Seseorang tiba-tiba berbisik di telinga Jooheon. Tanpa wujud, hanya sebuah suara.

Jooheon lantas pergi, kembali menuruni ribuan anak tangga untuk kembali ke Silent Night. Sementara itu, Changkyun berbaring di tengah-tengah puluhan rusa putih yang tampak menempati posisi dengan teratur.

Rusa pertama kembali mendekati Changkyun, kali ini ia mengendus tangan Changkyun dan terdiam selama beberapa saat. Setelah itu rusa itu mengangkat kepalanya, memandang rekan-rekannya yang kemudian turut merendahkan kepala mereka seakan telah mendapatkan sebuah perintah.

Rusa pertama bersuara dan mendongak, menghadap ke langit. Sontak semua rusa turut mengangkat kepala mereka, mendongak memandang langit gelap di musim dingin. Tak lama setelah itu, dari tanduk-tanduk mereka muncul butiran sebesar kelereng yang bercahaya, berwarna kebiruan dan kemudian terbang mengarah ke atas. Semakin lama, cahaya itu bertambah semakin banyak sehingga membiaskan cahaya biru yang memenuhi kawah gunung Halla.

Cahaya-cahaya itu kemudian bersatu di udara, membuat sinar yang lebih kuat dan kemudian mampu membelah langit yang beku. Dan kala itu cahaya biru benar-benar telah menutupi kawah gunung Halla, menyembunyikan sang Bocah Penyegel yang tengah berperang untuk mempertahankan takhta yang baru saja ia ambil.

Lim Changkyun telah mempertaruhkan nyawanya bahkan sebelum Gomdori menemui takdirnya.
   

Selesai di tulis : 27.04.2020
Di publikasikan : 27.04.2020

   

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top