35

"I love you so much more than words can convey. I treasure you so much more than everything this world can offer."

— Joshua Tirtasana

***

Kun tidak berani bertanya saat Sashi kembali hampir sejam kemudian sembari menyeret sebuah koper berukuran besar dengan wajah yang sembab. Matanya merah. Kentara sekali, dia habis menangis. Tapi Sashi tidak bilang apa-apa, langsung masuk ke dalam mobil dan meminta Kun mengantarnya kembali ke rumah sakit.

Sepanjang jalan dihabiskan Sashi untuk menatap murung ke luar jendela mobil. Sebetulnya, dia tidak ingin membuat Kun merasa tidak nyaman. Namun perasaannya sudah terlanjur berantakan terutama karena sikap Jef. Waktu dia keluar dari kamar dengan koper yang berisi barang-barangnya dan Jo, lelaki itu sempat memaksa mau mengantarnya ke rumah sakit. Tentu saja, Sashi menolak. Dia masih tidak tahu persis soal apa sebabnya ada wartawan dan banyak orang mengelilingi rumah mereka—meski untungnya, Jef sepertinya sudah bisa menebak itu akan terjadi karena ada sejumlah orang yang berjaga di sekitar rumah supaya orang-orang itu tidak bisa mendekat. Namun Sashi tahu, keluar dari halaman semobil bersama Jef hanya akan memberinya perhatian yang tidak perlu.

Lagipula hingga sekarang, publik secara umum tidak tahu kalau Jeffrey Gouw itu sudah punya anak perempuan.

Dery masih ada di rumah sakit waktu Sashi kembali. Sesuai instruksinya, cowok itu menemani Jo di kamarnya. Kali ini, Dery tidak lagi sendirian. Tedra telah turut bergabung, walau entah kapan dia datang.

"Lho... kok matanya merah?" Tedra langsung bereaksi, berbeda dengan Jo dan Dery yang tampak diam dengan ekspresi penuh hati-hati. "Habis nangis di mana, Acacia?"

"Di rumah."

"Kenapa?" Dery akhirnya berani bertanya.

"Abis berantem sama ondel-ondel."

"What happened?" Jo memburu dengan nada penuh selidik.

"Nggak usah dipikirin, toh Papi juga sebenarnya nggak mau aku ada di sini, kan?" Sashi menukas pahit sembari membuka zipper koper, mengeluarkan berhelai-helai pakaian milik Jo yang sengaja dia bawa. Gadis itu melipat pakaiannya jadi lebih rapi sebelum memasukkannya ke lemari yang tersedia di dalam ruangan.

Tedra otomatis langsung menatap pada Jo yang hanya mampu meneguk ludah, bingung harus menjawab kata-kata anak perempuannya dengan sahutan yang seperti apa.

"Kamu masih marah sama Papi?"

"Nggak. Ngapain juga marah?"

"Acacia—"

"Aku ngerti kok Papi nggak mau aku temenin. Tapi aku orangnya keras kepala, jadi aku bakal pura-pura nggak denger. At least sampai aku bisa pastiin keadaan Papi udah baik-baik aja, baru aku pulang."

Tedra:

"Maksud Papi nggak gitu—"

"Lha kowe piye toh, arek wedhokmu arep ngancani bapaknya dewe kok yo ora oleh? Ojo ngono, Yos. Masih untung awakmu ndue anak koyok Sashi."

"Oh." Sashi menyahut sekenanya, membuat Tedra merasa sebagai calon mertua Sashi di masa depan, dia sudah tidak punya harga diri sama sekali. "Tadi waktu aku pulang, di sekitar rumah banyak wartawan. Mayoritas tabloid gosip sih kayaknya."

"..."

"Capek punya bokap dua. Satunya nggak mau diperhatiin. Satunya cari perhatian melulu."

Jo terdiam, jelas tertohok.

"Lo udah cek Instagram?" Dery bertanya, yang dibalas Sashi dengan gelengan kepala.

"Dari pagi kan sibuk ngurusin bokap gue yang sakit tapi nggak mau ditemenin."

SINDIR TEROSSSSSSS.

"Bentar, gue cek-in." Dery mengeluarkan ponsel boba terbarunya. "Oh... hng... ada postingan baru sih."

"Postingan apa?"

"Om Jeffrey jalan sama cewek. Namanya belum diketahui tapi ada yang bilang dia fransesca-fransesca apa gitu."

"Bukannya dia emang demen gonta-ganti gandengan dari jaman dinosaurus masih berloncatan kesana-kemari seperti kangguru?" Tedra ikut nimbrung. Jagonya gosip.

"Ini beda karena Eyang Putri-nya Sashi ikut komen di postingannya minceu." Dery menjelaskan, membuat Tedra manggut-manggut dengan kening berkerut, mencipta beragam spekulasi dan teori konspirasi dalam otaknya.

"Hah, Eyang Putri komen apa?!"

"Intinya sih minta didoakan."

"Minta didoakan apa nih?"

"Kawin, kali ya?" Tedra menyahut. "Et nggak, ding. Kalau soal kawin mah tuh orang udah maestronya. Nikah, boleh jadi tuh."

"Mungkin." Dery mengangkat bahu, lalu matanya jatuh pada Sashi yang kini terdiam. "Tapi kayaknya lo nggak tahu ya?"

Sashi menggeleng, merasa lidahnya kelu tiba-tiba. "Gue... nggak tahu sama sekali."

"Harusnya lo tahu. Kalau mereka emang beneran nikah, nantinya perempuan ini kan jadi ibu tiri lo."

Sashi menelan ludah, sejenak lupa soal kepanikannya akan prosedur pembedahan yang mesti segera Jo ikuti. "Tapi... tapi... bukannya Dad sukanya sama Tante Jennie?"

"Hah?"

"Setahu gue... bokap gue yang nomor dua sukanya sama Tante Jennie."

"Siapa yang bilang?" Tedra memburu, mencium kemungkinan cerita prahara keluarga ini bisa dia jadikan konten teranyar vlog terbarunya.

"Kelihatannya."

"Emang kelihatannya mereka gimana?" Dery ikut-ikutan penasaran.

"Ya gitu, Drol. Mereka kan sahabatan dekat banget... kayak gue ama lo. Nggak mungkin nggak ada rasa!"

O OW MOHON MAAP KHALAYAK, APAKAH DERY SUDAH BOLEH GE-ER?

"Yah... kita juga kan sampai sekarang masih sahabatan doang, Bol."

Tedra:

Jo:

"Emang lo masih mau lebih?"

"Masih."

"Sabar. Baru juga hari ini gue bilang gue mau berhenti suka sama Ojun."

"Disuruh sabar, berarti akan nih?"

"Udah masuk rencana. Lihat ntar eksekusinya kapan."

"Apaan yang masuk rencana?"

"Ganti naksir ke lo."

Dery:

Para calon mertua:

"Tapi gue jadi khawatir sama Dad dan Tante Jennie deh, jadinya. Gimana ya? Apa jangan-jangan cewek yang namanya fransesca-fransesca itu tuh yang dijodohin sama Eyang Putri ke Dad? Lagian Dad nih ya, umur udah bangkotan, belalainya masih aja liar main kesana-kesini! Capek deh!" Sashi mengembuskan napas lelah, tapi mengernyit ketika tidak ada yang bereaksi. "Drol, lo denger gue nggak?"

"Hng... iya... apa?"

"Idih, lemah." Sashi mencibir.

"APANYA YANG LEMAH?!"

"Baru juga dibilang ada rencana mau ditaksir, udah nge-lag aja itu otak lo. Pantesan Dad suka bilang kalau isi kepala lo tuh masih pentium satu!"

"... syok gue, Bol. Nggak bohong."

"Dibiasain."

"... biar apa?"

"Biar nanti kalau gue beneran mau jadi pacar lo, lo nggak jantungan duluan." Sashi berdecak. "Gue harus gimana ya sekarang?"

"Coba memperjelas kapan kiranya realisasi lo mau naksir gue boleh tuh."

"Maksud gue tuh soal bokap gue yang nomor dua, bedul! Ahelah, semua pria dimana-mana tuh sama ya, kalau udah ada maunya, suka lupa nge-rem!" Sashi memutar bola mata sambil mendengus. "Gue khawatir."

"Telepon lah."

"Emoh. Tadi abis dimarahin. Masih ngambek lah gue! Masa udah telepon aja terus sok peduli!"

"Kan lo emang peduli."

"Tapi gue nggak semurahan itu, Drol!"

"Atau biar Papi yang telepon?" Jo menyela.

"Papi nggak usah ikut-ikutan, aku juga masih ngambek sama Papi!"

Jo:

"Yaudah, gue yang tanyain."

"Aduh, sumpah nggak enak jadinya gue sama lo, Drol."

"Nggak usah sok nggak enak, emang sebenarnya lo mau gue begini, kan?"

Sashi nyengir. "Peka banget. Gemas deh, pengen nyium jadinya."

Jantung Dery rada goyang sedikit dari tempatnya.

*

(hayo sama siape ni gua jadinya -jef)

Jef mengembuskan napas pelan saat panggilan teleponnya untuk Jennie kembali masuk ke mailbox.

Selepas melarikan diri dari apartemen Jennie dengan cara yang amat tidak patut—ditambah lagi dia mesti bertemu Leni yang kebetulan sedang mengunjungi salah satu temannya yang juga tinggal di tower apartemen yang sama dengan Jennie. Ternyata, Leni sama bingungnya dengan Jef. Dia tidak tahu kapan foto yang tersebar itu diambil, yang membuat Jef berspekulasi bahwa sepertinya para mama—terutama ibunya—adalah pihak yang bertanggung jawab di balik beredarnya foto tersebut.

Leni berbaik hati turun untuk mampir sejenak di minimarket terdekat dan membelikan Jef sandal jepit—Jef bertelanjang kaki sebab tidak sempat memakai sepatunya yang masih tertinggal di apartemen Jennie—juga meminjamkan scarf miliknya waktu mereka berjalan bersama ke basement, lengkap dengan masker yang bikin Jef tampak seperti ibu pejabat baru bangun habis tepar setelah clubbing semalaman.

Mereka brunch berdua di salah satu restoran yang kebetulan mereka lewati untuk membicarakan semuanya.

Sepertinya, ada salah paham yang terjadi. Jef yang setuju menghadiri acara ibu Leni beberapa hari mendatang diartikan sebagai lampu hijau oleh Eyang Putri Gouw Nomor Dua. Wanita itu merasa sudah saatnya memberitahu khalayak ramai bahwa putra tunggalnya telah menemukan tambatan hati dan sedang dalam perjalanan mengakhiri masa lajang. Maka, kemungkinan besar, beliau mengirim foto tersebut kepada minceu.

Yah, kita semua tahu lah ya postingan gosip di feeds Instagram minceu jauh lebih murah dan efektif daripada sebar undangan.

"Saya benar-benar minta maaf." Leni berkata dengan penuh penyesalan. "Saya nggak bermaksud buruk. Ibu saya betul-betul suka dengan kamu sebagai celebrity chef di luar pertemanannya dengan Tante Wina. Saya cuma mikir, menghadirkan kamu di acaranya bisa jadi kejutan yang menyenangkan. Saya nggak tahu Tante Wina bakal berpikir lain."

"No, no, it's okay." Jef buru-buru membalas. "But to think that we've met before, you know, The Mothers introduced us to each other, saya jadi merasa dunia ini sesempit itu."

"Saya juga nggak pernah tahu kalau ibu saya sudah temenan lama dengan Ashwina Gouw. Dia nggak pernah bilang. Mungkin takut dikira ngaku-ngaku." Leni separuh bergurau.

"Ngaku-ngaku?"

"Oh, come on, you know what kind of a family you have here." Leni berdecak. "Yohannes Gouw. Talitha dan Jessica Gouw. James Gouw. Jeffrey Gouw. Almost everyone know all of you."

"Kamu berlebihan."

"No, saya nggak berlebihan. Keluarga kamu sefamous dan semisterius itu, bikin semua gosip tentang kalian menyebar cepat. Termasuk wellthat thing about your daughter."

"Ah ya, soal itu, kamu benar. Sempat ada gosip yang mengatakan saya jalan sama anak SMA waktu itu."

Leni jadi tertohok dan merasa bersalah karena secara tidak langsung, dia turut bertanggung jawab atas gosip yang satu itu. "Because she doesn't look like you at all."

"She resembles her mother, a lot." Jef setuju.

"Did you love her?"

"What?"

"Her mother. Did you love her?"

"I will always do."

Ekspresi wajah Leni berubah sedikit, yang tidak bisa Jef pahami apa maknanya.

Mereka berpisah sehabis menandaskan makanan masing-masing. Lagi-lagi Leni meminta maaf dan berjanji akan mencoba bicara dengan ibunya juga ibu Jef guna meluruskan kesalah-pahaman yang ada. Jef mengiakan, yang jujur saja, membuat Leni hanya mampu menarik senyum pahit. Agaknya, dia sudah terlanjur menaruh harap pada Jef, tidak peduli sekecil apa pun itu.

Sebelum tiba di rumah, Jef sengaja menelepon Mas Yono, memintanya menurunkan orang-orang untuk mengamankan daerah sekitar tempat tinggalnya. Jef terlalu lelah buat menghadapi gerombolan wartawan yang menyesaki bagian depan pagar rumahnya seperti semut berburu gula. Mas Yono mendengus, berkata dia sedang sibuk mengurusi anaknya yang masih ngotot mengencani rakyat jelata, tapi dia mendengarkan permintaan Jef.

Setelahnya, Jef menghabiskan waktunya nonton televisi sembari memamah-biak ayam mekdi dan nonton menelepon Jennie tanpa henti.

Telepon tidak kunjung dijawab, Jef akhirnya berpindah dan mengetikkan pesan lewat WhatsApp untuk kekasihnya—acie, tapi bener kan, mereka sudah bisa dibilang sepasang kekasih.

To: Jennie
Sayang, mau marah sampai kapan?
Ini semua salah paham.
Please.
Answer my call.
I beg you.
Honey.

Sugar.
Butter.
Egg.

Flour.
Baby, please.

Balasannya datang tidak sampai sepuluh detik kemudian.

From: Jennie

BABI BABI MUATAMU BABI

NEK KOWE  IKU TRUE GENTLEMAN, MRENE ORA PAKE SUWE

To: Jennie
I love you. I really do.
Tapi kesana sekarang itu namanya bunuh diri.

From: Jennie
EMANG GUE BAKAL NGAPAIN SIH?!

To: Jennie

Bikin pisang goreng.

From: Jennie

Hm.

To: Jennie

Gue bakal nemuin lo setelah emosi lo lebih stabil.

Jadi please, jangan putusin gue.

Btw, titip sepatu gue.

From: Jennie

Oke :)

Memang, amarah seorang wanita itu bisa lebih berkobar daripada dasar neraka.

Jef masih menatap layar ponselnya dengan gamang, terpikir buat ganti menghubungi Sashi—dia betul-betul membuat dua perempuan sekaligus marah besar padanya hari ini—tapi batal karena mendadak ada chat baru dari Coky.

From: Jancoksky
BANG GUE BARUSAN DIHUBUNGIN IBU LIEM.

Bu Liem yang dimaksud Coky itu adalah salah satu petinggi di perusahaan sarang mecin yang menjadikan Jef sebagai brand ambassador mereka, khususnya untuk produk Indomie—nggak apa-apa sebut merek soalnya Jef kan brand ambassador.

To: Jancosky
NGAPE LAGI?

From: Jancoksky
PASTI BELOM CEK TWITTER.

To: Jancosky
EMBERRRRR

From: Jancoksky
CIH, JINJJA.

Coky akhirnya mengirimkan screenshot tweet brand ambassador baru produk mi instan merek saingan.

Tebak siapa brand ambassador baru itu? Tepat sekali, tidak lain dan tidak bukan adalah Agung Tedjanegara yang juga masih berkerabat dengan Theonald Tedjanegara. Dia bikin tweet yang dalam waktu singkat, langsung menjadi trending topic hangat di jagat dunia maya dan menyita perhatian netizen satu Indonesia.

Tweet tersebut kira-kira berbunyi:

Saya pergi ke supermarket di Jakarta untuk membeli Miesadaab.

TYPO.

NULISNYA SALAH.

TAPI TRENDING.

Ini jelas exposure yang sangat tidak baik untuk produk Indomie—coba bayangkan ada berapa banyak rakyat yang murtad dari Indomie ke Miesadaab setelah tweet itu trending?

To: Jancosky
BGSD TYPO BIKIN TRENDING

From: Jancoksky
SEBUAH KELICIKAN ORANG SANA.

To: Jancosky

Apa gue bikin tweet typo juga aja ya?

From: Jancoksky

Indomie jadi Indehoy gitu? Ketauan banget ntar bejatnya lo.

To: Jancosky

Terus apa?

From: Jancoksky

Bu Liem mau kita bikin video masak-masak Indomie dadakan.

Mau diunggah lusa.

To: Jancosky
Hah terus?

From: Jancoksky
YA KITA MESTI SYUTING HARI INI LAH, PABO.

To: Jancosky
Hari ini banget?

From: Jancoksky
TAON DEPAN BANG.

To: Jancosky

Yaudah, jemput gue.

Lagi lazy bawa mobil.

From: Jancoksky
Baik, sheep.

To: Jancosky
*chef

From: Jancoksky
Baik, save.

To: Jancosky
*chef

From: Jancoksky
Baik, shrek.

To: Jancosky
Bodo anjing.

From: Jancoksky
Guk-guk.

*

Sashi lega karena Jef tidak memaksa mengikutinya ke rumah sakit. Jika mereka bicara lagi, yang akan timbul adalah perdebatan dan tentu saja keduanya tidak boleh mengganggu ketenangan suasana rumah sakit. Tapi Sashi juga agak kecewa sebab Jef tidak berusaha menghubunginya dan sewaktu Dery mencoba menelepon lelaki itu, teleponnya tidak kunjung dijawab. Sashi merasa sedikit sedih karena itu seolah-olah berarti Jef tidak peduli pada perasaannya namun well, ada yang lebih penting sekarang dan itu terkait Jo.

Tedra tetap berada di rumah sakit hingga menjelang pukul sembilan malam. Sebetulnya sih dia bebas mau tinggal sampai berhari-hari juga, soalnya dia kan yang punya rumah sakit. Tetapi Dery menyuruh papanya pulang.

"Nanti kalau Papa masuk angin, aku sama Mama yang repot kudu bolak-balik nemenin Papa ke Jepang. Aku kan harus persiapan ujian dan segala macam, Pa."

Tedra hanya bisa:

Gimana ya, Tedra tuh memang tergolong rentan masuk angin gitu, mungkin karena dulunya pernah jualan bandrek sama bajigur malam-malam di terminal—jaman baheula mah jangan salah, semua profesi dilakoni oleh Tedra mulai dari jadi joki three in one, tukang parkir, petugas valet bahkan tukang bandrek. Soal bagaimana beliau bisa menjadi krezy rich yang beneran krezy kita bahas ntar aja kali ya. Pasti pada kepo.

Tapi sumpah, Tedra nggak ngepet apalagi pakai pesugihan—sinting-sinting begitu, dia masih merasa jika Joice dan Dery adalah hartanya yang paling berharga.

Jadilah, Tedra pulang usai mereka makan malam—yang mana Tedra hampir saja memindahkan isi satu restoran ke rumah sakit, untungnya Dery selaku salah satu pawang mampu mengendalikan hasrat gila sang Papa.

"Jadinya besok atau lusa?"

"Kalau orang lain biasanya lusa, tapi kata Papa, khusus buat Om Jo, bebas mau kapan aja. Dokter siap sedia, anggap aja kayak lagi di rumah sendiri." Dery menyahut sambil meletakkan ponselnya di atas meja. "Papa udah bukain kamar yang baru. Kasurnya sengaja dikasih yang gede soalnya gue bilang lo kalau tidur suka guling-gulingan. Tidur di sana aja ya?"

"Di sini kan ada sofa."

"Gue aja yang di sini."

"... beneran?"

"Beneran." Dery mengangguk.

"Baik banget sih, Drol..." Sashi hampir terharu betulan sekarang.

"Hehe." Dery hanya bisa cengengesan.

"Just show her way to her room." Jo menyela, diam-diam sengaja menahan senyum karena dia tidak ingin membuat baik Sashi maupun Dery merasa malu.

"Aku nggak mau Papi sendirian—"

"Papi nggak bilang kalau Dery bakal tidur satu ruangan sama kamu malam ini. Habis nganter kamu, dia harus balik ke sini. Kamu kira Papi bakal biarin anak perempuan Papi sekamar sama cowok begitu aja?"

"Oh... kirain..."

"Kirain apa?"

"Nggak apa-apa!"

"Untuk hitungan orang yang masih marah sama Papi, kamu terlalu ramah sekarang."

"OIYA, AKU MASIH MARAH YAH!" Sashi tersadar, buru-buru berseru sebelum meraih tasnya dan berjalan tergesa menuju pintu. Jo lagi-lagi hanya menahan tawa, sedangkan Dery tersenyum sopan seraya mengekori langkah Sashi.

Kamar yang dimaksud terletak bersebelahan dengan kamar tempat Jo dirawat. Daripada kamar rumah sakit, ruangan itu lebih mirip kamar hotel. Satu-satunya pengingat jika mereka masih berada di rumah sakit adalah dinding yang pucat dan aroma antiseptik yang begitu kental mewarnai udara.

"Memang soal menghambur-hamburkan harta, bokap lo jagonya."

"He wants the best for his future daughter-in-law."

"Nge-gas amat, Pak. Awas nabrak."

"Omongan adalah doa."

"Teruslah berdoa kalau begitu." Sashi terkekeh, tapi kemudian caranya menatap Dery melembut. "But truly, I'm grateful, Dery."

"Don't say that."

"Lo selalu ada buat gue, dari dulu, nggak pernah nggak. Lo ada ketika gue sedih karena bokap gue nggak bisa ada buat gue di hari ulang tahun gue sendiri. Lo ada waktu nyokap gue sakit. Lo ada waktu nyokap gue pergi. What did I do in my past life to deserve someone like you?"

"What did I do in my past life to deserve someone like you?" Dery membalikkan pertanyaan itu pada Sashi. "Udah, tidur gih! Besok kan harus bangun pagi. Gue tahu lo nggak akan bisa tidur lagi sampai lo memastikan kalau Om Jo udah baik-baik aja."

"Nggak sekalian bilang buat gue supaya mimpi indah?"

"Mimpi indah, Acacia."

Sashi bergidik, menatap pada lengannya. "Anjir, lo nggak lihat nih gue merinding dengar lo barusan ngomong?"

"Yeu, serba salah. Terus maunya apa? Goodnight kiss?"

"Emang lo berani?" Sashi menantang.

"Berani."

"Mana, coba buktiin!"

Sashi hampir tersedak oleh udara tatkala Dery maju beberapa langkah menghampirinya. Dia tidak menyangka Dery akan menjawab tantangannya dengan serius. Tapi mundur sekarang malah akan membuatnya terlihat seperti pengecut dan Sashi tidak mau itu terjadi. Maka dia meneguhkan diri untuk tetap berada di tempatnya berdiri.

Dery berhenti saat jarak mereka sudah sangat dekat dan mereka saling berhadapan. Lantas cowok itu mencium jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya yang disatukan sebelum menempelkannya ke dahi Sashi.

"Lo... ngapain?"

"Ngasih lo kecupan selamat malam."

"Pake jari?"

"Maunya langsung?"

"Nggak gitu!"

"Sekarang... belum bisa langsung." Dery tersenyum, ekspresi wajahnya melembut dan itu bikin Sashi penasaran.

"Emang kenapa?"

"Because we're just friends, and friends don't kiss each other."

Sashi terperangah, tidak mampu berkata-kata ketika Dery menempelkan dua jarinya pada kerutan diantara kedua alis Sashi. "Have a sweet dream."

"..."

Dua jari itu menempel bergantian di pipi Sashi.

"Don't cry again."

Lalu ganti ke bibir Sashi.

"Gue nggak mau berekspektasi terlalu tinggi, tapi gue harap, lo memang benar-benar punya rencana."

Sashi merasa tolol saat dia bertanya. "Rencana?"

"Rencana untuk jatuh cinta sama gue."

"... gue memang punya rencana itu."

"I'm happy."

"Good. Now, go back to my father's room."

"I lo—"

Sashi langsung memotong. "Don't say that."

"Kenapa?"

"Karena saat ini gue belum bisa balik mengatakan yang sama ke lo."

"I love you." Dery melebarkan senyumnya.

"I—"

"Lo nggak perlu membalasnya. Gue hanya mau bilang, kalau apa pun yang terjadi, lo menjawab atau tidak menjawab, itu nggak akan pernah bikin gue takut untuk mengatakannya ke lo."

"..."

"Gue sayang lo, Acacia. Dan maunya gue, itu untuk selamanya."

*

(di masa muda)

Ketika Sashi terbangun di pagi hari, tindakan pertama yang dia lakukan adalah membasuh wajah, menyikat gigi kemudian berjalan ke kamar sebelah untuk mengecek keadaan Jo pagi ini. Sebetulnya, di luar gejala kesemutan dan tangan yang tidak bisa difungsikan secara normal pada saat-saat tertentu, Jo tergolong baik-baik saja. Hanya saja, dokter mengatakan gejala itu bisa memburuk dengan cepat dan lebih baik langsung ditangani selagi belum parah. Sashi hanya perlu memastikan ayahnya baik-baik saja sebelum dan setelah prosedur pembedahan dijalankan. Dia tahu dia agak sedikit berlebihan, namun Sashi tidak bisa tetap santai setelah dia menyaksikan bagaimana waktu merenggut sosok ibu yang dia kenal hanya dalam hitungan bulan.

Jo telah duduk di atas ranjangnya, dengan secangkir kopi di tangan waktu Sashi masuk sambil masih mengenakan baju tidur.

"Morning, sweetheart."

Sashi tersenyum sedikit, mengingat dia masih ngambek pada Jo, lalu matanya jatuh pada sofa kosong dan selimut kusut yang teronggok di atasnya. "Dery mana?"

"Lagi ke bawah. Papi suruh beli kopi atau apa kek gitu buat dia sendiri. Paling sebentar lagi balik."

"Oke." Sashi menyahut sekenanya, melangkah mendekati koper di sudut ruangan untuk mengambil barang-barang kewanitaannya yang semalam lupa turut diangkut ke kamar sebelah. Dia mengeluarkan sisir, bermaksud merapikan rambutnya yang berantakan pasca bangun tidur. jo menatapnya sebentar, lalu melambai, menyuruhnya mendekat.

"Sini."

Sashi menurut, baru bertanya saat dia sudah tiba di sisi ranjang Jo. "Apa?"

"Duduk sini." Jo menepuk tepi kasur sembari mengambil alih sisir dari tangan Sashi.

"Pi—aku bisa sendiri—"

"Papi tahu, tapi masak Papi nggak boleh nyisirin rambut anak perempuannya sendiri?"

Sashi menggigit bibir, menelan ludahnya sebelum bergerak naik ke tepi kasur. Dia duduk memunggungi Jo yang kini mengatur posisi sedemikian rupa hingga lelaki itu berada di belakangnya. Jari Jo terasa dingin saat menyentuh kulit kepalanya. Itu membuat Sashi lega, mungkin karena suhu tubuh Jo tampaknya normal dan dia tidak demam.

"Rambut kamu nggak pernah sepanjang ini sebelumnya, seingat Papi."

"Iya. Biasanya yang motongin Mami."

Jo tersenyum meski Sashi tidak bisa melihatnya. "She was one of a kind, wasn't she? Selalu ada alasan untuk kangen Mami, sesepele apa pun itu."

Sashi berdeham tanpa suara, berusaha melegakan tenggorokannya yang tiba-tiba seperti tersumbat. "Iya."

Jo menyisiri helai rambut Sashi perlahan, lalu tiba-tiba berhenti bergerak. Sashi tidak bereaksi, sebab dia mendengar Jo membisikkan kata-kata lirih yang membentuk untaian doa. Doa untuknya.

Lord, I know that Your Word does not return to the void.
Let my daughter learn early in life that to obey You, is the best way to life her heart truly desires.
Let her find confidence in You, even when hard times come and she doesn't know what to do, by keeping her eyes fixed on You.
Let her walk in the security of Your assigned worth to her. Give her a strong work ethic and health to accomplish all her tasks. Give her a heart that desires to extend her hand to those in need. Protect her for the right husband, a man of respect and godly honor. And let her be a woman of joy and laughter.

Jujur, mendengar Jo membisikkan kata-kata itu membuat mata Sashi memanas.

"Pi?"

"Iya?"

"Do you always pray for me like that?"

"I pray for you every day. For your happiness, mostly." Jo membalas, tersenyum saat Sashi berbalik dan menghadap ke arahnya. "Because you're my daughter. I love you so much more than words can convey. I treasure you so much more than everything this world can offer."

"Pi, aku boleh jujur nggak?"

"Mmm... jujur soal apa?"

"Jujur, waktu aku lebih kecil, aku suka bertanya-tanya, sebenernya Papi tuh sayang nggak sih sama aku. Papi selalu sibuk. Papi jarang ada di rumah. Papi nggak ada waktu aku ngerayain ulang tahun aku. Papi nggak bisa datang ke hari kelulusan aku waktu SMP. Papi juga jarang banget bisa nemenin Mami ambil raport aku. Aku sering mikir... sebenernya... Papi tuh sayang atau nggak sama aku... atau... aku tuh beneran anak Papi atau bukan. Soalnya dari kecil, orang-orang selalu bilang aku mirip Mami, tapi nggak pernah ada yang bilang aku mirip Papi."

"Mm-hm."

"Terus, karena itu juga kita nggak dekat. Aku bingung harus ngomong sama Papi gimana. Mana yang pantas dan nggak pantas. Mana yang boleh dan nggak boleh. Dan aku mau minta maaf untuk itu."

"Kenapa minta maaf?"

"Sebab aku udah ragu apakah Papi sayang sama aku atau nggak ketika Papi selalu ingin yang terbaik buat aku dan selalu ingin aku bahagia. Dan lagi, setiap orang punya cara yanng beda-beda untuk nunjukkin rasa sayangnya. Hanya karena perhatiannya jarang kelihatan, bukan berarti dia nggak sayang." Sashi merunduk, memeluk Jo dan merasakan degup jantung lelaki itu di telinganya. Jo balik merangkulnya, mengubur jemari ke rambutnya. "Maafin aku ya."

"It's okay, baby girl. It's okay."

"Now, let's promise that from now on, we'll be honest to each other."

"Papi janji."

"Harus disegel dulu."

"Disegel?"

Sashi menarik diri dari dekapan Jo, kemudian tertawa sembari mengacungkan jari kelingkingnya. "Disegel."

Jo terkekeh, balik menautkan jari kelingkingnya pada kelingking Sashi. "Tersegel?"

"Tersegel."





Bonus -1-

lsmatondang

erinap, tamarap and 8,543 others

sini abang genjreng.

load more comments

erinap gantengnya pacarku

lsmatondang kok bernada, sayang @erinap

felixgouw permisi 🤮

tamarap wow kotak-kotak seperti keramik kamar mandi

erinap hehe

lsmatondang papa kamu... @erinap

erinap ya?

lsmatondang papa kamu... mau nggak ya jadi kakek dari anak-anakku?

erinap waduh ngga tau coba tanya langsung @jprajapati

lsmatondang YANG KOK DI-MENTION BENERAN @erinap

jprajapati siapapun orangnya, yang penting ayah dari cucu-cucu om harus pake baju @lsmatondang

lsmatondang iya om... maaf...


Bonus -2-

tamarap

m_deryaspati, elegiadamara and 3,471 others

Ice cream 🍦

load more comments

jansengouw tampaknya........

felixgouw KAMU MAKAN ES KRIM TIDAK BILANG-BILANG KARO MAS FELIX?

felixgouw DON'T TELL MAS FELIX THAT YOU MAEM ES KRIM BARENG MAS JUAN

tamarap memang sama mas juan @felixgouw

erinap hah bukannya juanda itu yang naksir sashi? @tamarap

felixgouw SADARLAH TAMARA DIA HANYA MENGGUNAKANMU SEBAGAI PELARIAN

felixgouw duh mesakke my sisters, ngopo yo koyok ngene amat uripe

tamarap biar, yang penting aku tidak di-block oleh orang yang kusuka @felixgouw

felixgouw MAMA AND PAPA YOU TWO CAN'T LET THIS HAPPEN MOSOK SISTER-SISTERKU KOYOK NGENE KABEH SEHH @jprajapati @talithagouw

jprajapati anakku nama belakangnya prajapati, lix. dudu gouw. @felixgouw

felixgouw but i-

talithagouw mending mba erina karo tammy, daripada kowe, wis njomblo dari jaman jebuot @felixgouw

felixgouw felix terluka....

jswidara ...


Bonus -3-

"Oh my God, I found him!"

Awan baru saja merebahkan badannya tepat di samping Trea yang tengah scrolling layar ponsel ketika adik perempuannya itu tiba-tiba memekik. Awan kontan beranjak, menempelkan telapak tangannya di ubun-ubun Trea sambil berseru dengan sepenuh rasa.

"IKI SOPO!?"

"Mas Awan apaan sih nggak lucu!" Trea bersungut-sungut sembari menyingkirkan tangan Awan dari kepalanya.

"Lagian kamu tiba-tiba aja begitu! Curiga jangan-jangan ada setan dari Indonesia ikut naik pesawat terus kamu ketempelan!"

Iya, pada akhirnya Trea memang ikut kedua orang tuanya menyambangi Awan yang ogah pulang ke Jakarat. Meski suka agak-agak gesrek dan nyebelin—apalagi kalau Trea sudah harus berurusan dengan barisan penggemarnya yang bejibun, tapi Awan itu satu-satunya saudara yang Trea punya. Tentu Trea kangen juga. Lagipula, konon kata Awan, disukai khalayak ramai itu memang nasib orang ganteng.

"Aku barusan nemuin Instagram cowok yang aku taksir jaman playgroup dulu!"

"Oalah gendheng tenan, isih playgroup uwis cinta-cintaan!"

"Soalnya dia terganteng se-playgroup dulu. Ternyata sekarang sudah jauh lebih ganteng."

"Mana, Mas Awan arep ndelok."

Trea menunjukkan foto seseorang pada Awan.

"Hm... lumayan..."

"Follow ah."

"Menel."

"Bodo."

Awan bersikap masa bodoh, tapi sebenarnya instingnya selaku kakak laki-laki Trea langsung aktif. Dia langsung stalking akun yang tadi Trea tunjukkan. Kelihatannya cowok itu anak baik-baik. Followingnya tidak terlalu banyak, sampai kemudian Awan berhenti pada sebuah username yang menarik perhatiannya.

acacia_t.

Awan mengernyit, membuka akun itu tanpa berpikir dan untungnya, tidak sedang dikunci.

Pemilik akun itu cantik. Oke, menyebutnya hanya sebbatas cantik mungkin terasa amat dangkal, tapi begitulah adanya. Dia cantik dengan cara yang terkesan berbeda dari kebanyakan cewek cantik di sekitar Awan.

Awan menghela napas, lalu tanpa berpikir dia memilih satu opsi; follow. 



di suatu tempat yang lain... 


"Kok perasaan gue tiba-tiba nggak enak gitu ya, Bol?" 

"Apa sih, nggak usah nakut-nakutin gue!" Sashi jadi sensi. "Udah tau bokap gue barusan masuk ruangan!" 

"Nggak tahu kenapa ini mah..." 




To be continued. 

***

Catatan dari Renita: 

wow sangat terlambat sekali, mohon maap. 

soalnya kemaren sibuk euy dadakan ke luar kota ((ea sok sibuk bgt lau)) 

terus apa ya bingung ni mau ngomong apa. 

yang jelas johnny ganteng aku jatuh cinta terus seneng hari ini dia live terus nyanyi white night huhu 

tadinya mau ngasih bonus jef-jennie jaman masa muda sama papi-sashi jaman bocah tapi buat next chapter aja kali ya sekalian tedra pas jadi mamang parkir

terus apa lagi ya. 

gatau. 

oiya, ati-ati sama virus koronces shay, lagi musim sekarang. jangan lupa cuci tangan pake sabun dan kurang-kurangi keluar banyakin rebahan #rebahanuntukindonesiayanglebihsehat 

dah kayanya itu aja. 

BTW WISUDA PADA DIUNDUR GA SI KARENA KORONCES 

dah lah itu aja. 

sampe ketemu di next chapter sob

ciao


Bandarlampsky, March 15th 2020 

00.00

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top