08
Halah, Dalan Dilan Dalan Dilan.
Dilan iku newbie. Omongke karo de'e, rindu iku ora abot. Nek rindu yo ketemu. Ojo koyok wong susah.
— Jessica Gouw
***
"Badrol gimana?"
"Dia tidurnya kayak mayat. Moga aja besok masih bangun."
Sashi berdecak. "Kalau sampai dia nggak bangun, om yang bakal dikirimin torpedo sama bapaknya."
"Jadi kamu mau ikut apa nggak?" Jef mulai tidak sabar, walau dalam hatinya, dia benar-benar sangat berharap Sashi mau pergi bersamanya.
"Sek. Om punya sticky notes nggak?"
"Buat apa?"
"Ninggalin pesan buat teman saya."
"Helloooooowwwww, young lady... ada teknologi bernama handphone dan—"
"Badrol orangnya gampang panik, apalagi kalau saya menghilang tiba-tiba. Bisa-bisa dia ngira saya diculik. Nggak bakal kepikiran nge-check HP. Notifikasi dia kebanyakan."
Jef mengernyit, menduga-menduga. Ditilik dari ekspresi wajah Sashi waktu bicara, kelihatannya peristiwa sejenis itu sudah terjadi sebelumnya. Wah, memang Tuhan itu maha adil. Ada yang diberi tampang dan harta, tapi tidak diberi otak yang betul-betul bekerja. Keluarga Tedra Sunggana adalah contoh nyata dari teori tersebut.
"Terus kamu mau ninggalin pesan pake sticky notes, gitu?"
"Iya."
"Kayaknya di kamar saya ada sih..." Tanpa sadar, Jef jadi ikut ber-saya-kamu dengan Sashi. Rasanya canggung, sebab dia tidak pernah seformal itu dengan orang-orang di sekitarnya. Kalau untuk urusan pekerjaan atau cuap-cuapnya di depan kamera jelas itu kasus yang berbeda.
"Oke." Sashi membalas singkat, langsung berjalan ke arah kamar Jef tanpa berpikir. Apartemen lelaki itu hanya memiliki dua kamar. Satu kamar yang Sashi tempati, jadi kamar yang lain pasti kamar pribadinya. Tangan Sashi baru saja terulur buat meraih kenop pintu ketika Jef berlari dengan kecepatan super sampai menimbulkan suara berisik di lantai kayu, langsung menutupi hampir seluruh bagian pintu dengan badannya yang lebih tinggi daripada Sashi.
"Saya aja yang ambilin."
Sashi menyipitkan mata, kelihatan curiga. "Kenapa? Ngumpetin cewek ya dalam kamarnya? Atau takut saya nemu barang yang macam-macam? Kayak stock Fiesta om buat satu tahun gitu, misalnya."
Jef diam saja, tidak menanggapi kata-kata Sashi yang terkesan sinis.
"Nggak sadar umur, deh. Baik-baik. Mending buruan tobat." Sashi mendengus, lantas berbalik dan memilih menunggu sambil duduk di sofa kosong yang tak diisi Dery. Dery sendiri masih sibuk ngorok, tidak terganggu sedikitpun dengan keributan kecil yang sempat terjadi.
Jef menarik napas dalam-dalam, masuk ke kamarnya tanpa berkata apa-apa. Dia melangkah mendekati nakas, menarik lacinya dan mengeluarkan sticky notes yang Sashi maksud. Dia tidak benar-benar tahu apa yang Sashi pikirkan tentangnya, namun dari caranya bicara tadi... well, sepertinya Sashi telah terlanjur menganggapnya sebagai lelaki brengsek yang hobi mempermainkan perasaan perempuan.
Anggapan itu bisa jadi, tidak sepenuhnya salah, tapi entah kenapa karena yang berpikir adalah Sashi... ada bagian tersembunyi dalam hati Jef yang serasa ditusuk. Atau mungkin karena... alasan kenapa Jef ogah membiarkan Sashi masuk ke kamarnya lebih kepada karena kehadiran bingkai berisi fotonya dan Tris yang dia letakkan di atas nakas di sisi tempat tidurnya.
Sashi diam saja saat Jef kembali. Dia meraih sticky notes dan pulpen dari atas meja tanpa suara, kemudian mulai menulisi kata-kata singkat yang menjelaskan bahwa dia tengah pergi dengan Jef menuju McDonald's terdekat dan Dery tidak perlu mencarinya.
"Harus banget begitu?"
"Harus, kecuali om mau kita digrebek Brimob, Kopassus, marinir dan polisi sekaligus. Om mau? Malah kalau ekstrem, bisa-bisa dia telepon Om Tedra."
"Emang kenapa sama si Tedra?"
"Om Tedra paling males berurusan sama polisi nasional. Biasanya dia langsung calling-calling Interpol."
Jef kini sadar bahwa keluarga super kaya yang sinting bukan cuma keluarganya saja.
*
Rasanya awkward sekali menggunakan lift dan berjalan di sepanjang koridor menuju basement tempat mobil Jef terparkir tanpa mengatakan apa-apa. Mereka berdua sama-sama diam, tidak ada yang berinisiatif mengobrol. Sashi terlihat lelah dan agak mengantuk, tapi ada sesuatu di wajahnya yang membuat Jef yakin jika dia memaksa mengajak gadis itu bicara, akan ada bagian dirinya yang tercakar. Minimalnya hati dan perasaan. Maksimalnya, boleh jadi wajah dan badan.
Basement sepi dari orang dan tanpa pencahayaan yang memadai, tempat itu terlihat seperti setting dari sebuah film horor dengan premis pasaran. Akan tetapi, Sashi tidak kelihatan gentar. Dia berjalan lebih dulu, bermaksud meraih kenop pintu mobil bagian belakang tatkala suara Jef menyentak di belakangnya.
"No. Sit in the front."
"Why should I?" Sashi berupaya keras menahan diri supaya tidak memutar bola matanya.
"Cause I'm not your driver. I am the driver."
"Cerewet." Sashi sedang malas ribut, jadi meski enggan, dia berpindah meraih kenop pintu penumpang bagian depan dan masuk ke mobil.
"Put the safety belt on." Jef berujar lagi setelah dia duduk di balik roda kemudi dan menghidupkan mesin mobil.
"Ini udah lewat tengah malam. Nggak akan ada polisi."
"Safety first."
"Funny." Sashi menoleh, menatap sengit pada Jef. "Did you think about safety that time when you slept with my mother?"
Iris mata Jef menggelap, diselubungi oleh emosi. "Better watch your words, young lady."
He sounds different... and angry. Sashi jadi menyesal sudah mengatakan itu, tetapi dia memaksa diri untuk tetap memandang Jef, kemudian menggigit bibirnya. "No need to put my safety belt on. Om sendiri yang bilang tempatnya deket kan?"
"So stubborn." Jef mengomel dengan suara rendah sambil melepaskan safety beltnya sendiri, kemudian merunduk untuk menarik safety belt Sashi dan memasangkannya di sekitar tubuh gadis itu. Sashi tersekat, tidak mengira Jef akan melakukan tindakan semacam itu. Namun dia juga kehilangan kemampuan untuk berkata-kata. Sepanjang hidupnya, Papi tidak pernah memperlakukannya seperti itu, atau bersikap protektif atau bereaksi super galak setiap kali Sashi terlalu dekat dengan Dery. Mami sendiri nyaris tidak pernah marah, selalu bicara dalam nada lembut yang bikin Sashi merasa bersalah jika dia sampai membantah.
But he's handsome, tho. Sashi bergumam dalam hati. Bukan karena dia menyukai Jef dalam artian romantis—lelaki itu asing buatnya, tapi dia tetap adalah salah satu alasan kenapa Sashi bisa ada di dunia—tetapi karena sebagian besar orang yang punya mata pasti akan bilang begitu. Tidak akan ada yang mengira jika lelaki itu hampir mencapai usia kepala-empat. Rambutnya terawat, menguarkan wangi shampo dan produk perawatan rambut yang Sashi terka tidak murah harganya. Tubuhnya terbentuk, hasil dari kerja rutin di gym. Wangi parfum berbaur dengan jejak aroma manis khas dari tembakau... kebanyakan perempuan pasti akan jatuh untuknya dalam sekali lihat.
Was that the reason, Mom? Because he's strikingly handsome? But I don't think you're that shallow.
Sashi menggelengkan kepalanya beberapa kali dengan gerakan yang tak kentara. Tidak, tidak. Dia tidak boleh berpikir buruk soal Mami. Jeffrey Gouw terlihat seperti itu karena dia adalah celebrity chef. Penampilannya menunjang pekerjaannya. Yah, meski mungkin faktor genetik juga turut berperan. Ada beberapa orang terkenal lainnya yang Sashi ketahui bermarga Gouw, seperti Jessica Gouw yang kerap muncul sebagai juri Asia's Next Top Model itu atau Talitha Gouw, mantan aktris kebanggaan Indonesia yang pensiun sesaat setelah menikah dan memilih jadi ibu rumah tangga merangkap sosialita.
Sashi jadi penasaran, apa jangan-jangan, Jef masih satu keluarga dengan Jessica dan Talitha?
Nope. Sashi membantah dalam benaknya. Itu bakal jadi terlalu sinting. Lagian, dia juga tidak siap punya budhe seperti Jessica dan Talitha Gouw.
Tunggu. Budhe? (Budhe adalah sebutan sejenis tante untuk saudara orang tua yang lebih tua).
No—big no. Ngapain dia berpikir jauh-jauh? Laki-laki yang sedang menyetir di sebelahnya ini bisa saja jadi ayah biologisnya, tetapi ayah yang dia akui hanya satu. Hanya Papi saja.
McDonald's yang mereka datangi tergolong cukup kosong waktu mereka tiba. Hanya ada beberapa mahasiswa yang tampaknya sengaja mengincar koneksi Wi-Fi untuk menyelesaikan tugas. Semuanya laki-laki, jadi mereka cuek saja walau sepertinya beberapa mengenali Jef. Tentu, akan jadi pelecehan luar biasa jika mahasiswa yang telah menjadikan Indomie sebagai makanan nasional tidak mengenali brand ambassador produk penyelamat-di-akhir-bulan mereka.
Sayangnya, McFlurry sudah out of order sehingga mau tidak mau, keduanya kembali ke meja bersama nampan yang hanya berisi beberapa potong ayam, french fries dan dua gelas besar soft-drink penuh es batu. Sashi memilih duduk di dekat kaca, jadi dia bisa menatap hujan rintik-rintik yang mulai turun di luar.
"Tunggu di sini." Jef tiba-tiba berkata seraya bangun dari duduk.
"Mau ke mana?"
"Beli rokok." Jef mengangkat bahu, menuding minimarket yang masih buka di seberang jalan. "Bentar doang."
Sashi memasang wajah kecut. "Lama juga nggak apa-apa."
Jef tidak menyahut, berlalu pergi begitu saja. Hujan yang tadinya hanya titik-titik jarang telah merapat, bertransformasi menjadi gerimis. Jef berlari menembusnya dengan tangan yang diposisikan sedemikian rupa di atas bagian depan kepala. Tindakan yang tidak terlalu berguna, karena begitu dia kembali, bagian bahu dan bagian depan pakaiannya sudah agak basah. Rambutnya lembab, yang disisirnya asal-asalan menggunakan jari.
Jef meletakkan kantung plastik berisi belanjaannya di atas meja, dekat siku Sashi. Sashi meliriknya. Tidak ada kotak rokok di dalam sana, hanya ada es krim cokelat bertabur kacang.
"Kebetulan lihat." Jef beralasan.
Sashi hanya menatap es krim itu, tanpa tergerak menyentuhnya. Lalu katanya, "How long did your relationship last?"
"What?"
"You and my mom."
"Kowe iso boso Jowo, kan? Nggawe boso Jowo wae." (Kamu bisa bahasa Jawa, kan? Pake bahasa Jawa aja).
"I only use Javanese for close family members and close friends." Sashi membalas datar. "Pengecualian untuk urusan pisuh-memisuh. Om mau saya pisuhi?"
Aw, that hurts. Something was mblenyes deep down inside his heart.
"A while."
"What?"
"You asked how long our relationship last. A while."
Sashi tertawa, terdengar breathy dan sarkastik. "I see."
"Don't get me wrong." Jef menatap gadis di depannya dengan lekat, telah sepenuhnya kehilangan selera untuk mengambil potongan french friesnya yang masih tersisa banyak. "I love your mother."
"Liar."
"Listen—"
"No, you listen to me. I don't know what happened between you and my Mom, but to me, leaving is the opposite of loving. You left her. If you truly loved her, you'd stay right beside her. Just like what my father did for years."
Jef menelan ludah, terlihat terluka karena kata-kata Sashi.
But I AM your father.
"I'll wait in the car." Sashi berujar sembari beranjak dan meraih kunci mobil Jef yang dibiarkan tergeletak begitu saja di atas meja. "And thank you for the ice cream, I guess? Sayangnya, saya alergi kacang."
Jef tidak menahan Sashi. Dia membiarkan gadis itu pergi, lalu mengembuskan napas panjang seraya menyandarkan punggungnya ke kursi tidak lama kemudian. Matanya terarah pada langit-langit, mengedip cepat dalam waktu singkat karena dia tidak ingin ada air mata yang menetes. Dia tidak mau terlihat cengeng.
Tris, is this your revenge cause I didn't look for you back then?
If that's the case, maybe I, indeed, deserve this. But one thing she doesn't know, I didn't leave you.
You were the one who leave me.
*
Dery tidak tahu apa yang terjadi tanpa dia ketahui, namun entah kenapa, di pagi hari, Sashi dan Jef sama-sama sediam itu. Mereka tidak cekcok, tidak bertingkah layaknya Tom dan Jerry... hanya sunyi. Bukannya lega, menurut Dery itu malah membuatnya takut. Untungnya, Jef membiarkan mereka pulang saat Om Kun yang dikirim Om Tedra untuk menjemput mereka datang. Jef masih tidak mengatakan apa-apa, begitu juga Sashi yang tidak berpamitan.
Om Kun bilang, mereka tidak perlu pergi ke sekolah hari ini karena Om Tedra secara khusus sudah mengirim surat sakit untuk keduanya. Kata Om Tedra, Dery dan Sashi pasti shock setelah insiden tembok rumah yang ambrol. Sashi senang, sebab dia kurang tidur dan sepertinya akan terlelap sampai menjelang sore. Dery tidak terlalu gembira, soalnya ada pesan terusan dari papanya jika dia harus meet up dengan beliau di gym langganan usai menurunkan Sashi di rumahnya.
Pasti deh, niatnya Om Tedra adalah mengorek gosip terbaru yang berhasil dikumpulkan oleh mata-mata ciliknya. Nggak tahu aja dia, kalau Dery langsung terlelap semalaman. Pagi-paginya ya itu... clueless gara-gara disambut perang dingin.
"Ini nggak apa-apa gue tinggal?" Dery sempat bertanya begitu saat mobilnya berhenti di depan pagar rumah Sashi.
"Nggak apa-apa. Tembok udah diurusin sama Pak Sulaiman. Oma udah tahu, paling nanti siang udah nyampe rumah. Papi juga udah tau dan gue udah bilang kalau gue baik-baik aja." Sashi menenangkan. "Anyway, sampein makasih gue ke bokap lo ya. Lumayan lah, dapet jatah libur dadakan."
"Gue kira lo nggak seneng, soalnya hari ini nggak ngelihat Ojun."
"Iya juga, sih. Tapi nggak apa-apa. Nanti pas lomba masak kan gue bisa lihat dia sepuasnya. Muehehe."
Kapan kek gitu sekali-kali jawabnya, 'nggak apa-apa deh soalnya gue sadar lo lebih cakep dari Ojun'.
Tapi yaudalah ya. Akhirnya Dery pamitan, terus lanjut ke gym langganan bapake. Bete banget, ternyata gymnya lagi penuh oleh bapak-bapak. Kebanyakan sih masih circle yang itu-itu juga, jadi meski nggak akrab atau nggak koncoan, tetap saling kenal.
Seperti biasa, bukan Tedra Sunggana namanya jika tidak sirik sama orang. Dery baru sampai waktu dia mendapati papanya lagi duduk di atas treadmill yang mati, berlagak sibuk setting kamera buat vlogging, padahal mah matanya menatap nanar pada salah satu bapak-bapak lainnya yang lagi sibuk angkat beban. Biasalah, sekarang kan jamannya mirror selfie. Selain ponsel dengan logo apel kecokot, body yang aduhay juga diperlukan. Makanya nggak bapak-bapak, nggak ibu-ibu, pada rajin nge-gym supaya body goals tanpa editan.
"Kenapa lagi, Pa?"
"Nyampe juga kamu. Lama banget Papa nungguin. Tadinya mau Papa kirimin helikopter sekalian." Tedra berdecak. "Mrene o." (Sini).
"Apa?"
"Kamu lihat itu om-om jamet yang lagi angkat beban?"
"Itu mantan petinju temennya Chris John yang suka diomongin Mama itu, kan?" Dery membalas dengan suara sama pelannya. Rules pertama ngomongin orang adalah; jangan sampe ketauan dan kalau ada di ruangan yang sama, jangan sampe kedengeran.
"Jenenge Jatiadi Prajapati. Iku bojone Talitha Gouw temannya Mama yang Papa bilang uayu pol iku loh. Inget nggak?" (Namanya Jatiadi Prajapati. Itu suaminya Talitha Gouw, temannya Mama yang Papa bilang cantik banget itu loh).
Dery manggut-manggut. Dia tidak tahu siapa Talitha Gouw yang dimaksud papanya, tapi jikalau Talitha Gouw ini member JKT48, maka papanya adalah wota sejati dengan Talitha as the one and only oshi. By the way, wota itu fandomnya JKT48 dan oshi tuh mirip-mirip dengan anggota favorit atau kalau kata insan kepop mah bias kali ya.
"Jamet kui bojone." (Jamet gitu suaminya) (jamet adalah istilah untuk jawa metal atau jajal metal yang intinya wong alay/mas-mas emo dan sejenisnya).
"Oh..."
Tedra memasang wajah prihatin. "Mesakke Dek Ital... bojone koyok ngono." (Kasiannya Dek Ital... suaminya kayak gitu).
"Koyok ngono piye maksud Papa?" (Kayak gitu gimana maksud Papa?).
"Rak ono tampang berkelase'e sama sekali loh ya. Jamet otentik sampe ke sumsum tulang. Raine wong susah, aurane wong edan. Coba koe ndelokno." (Nggak ada tampang berkelasnya sama sekali loh ya. Jamet otentik sampe ke sumsu tulang. Mukanya orang susah, auranya orang edan. Coba kamu lihat).
"Ck."
"Tapi kalau kamu jadian sama Sashi beneran, berarti dia bakal jadi your pakdhe in law." (Pakdhe adalah pasangannya Budhe).
"Apa sih, Pa?!" Dery bereaksi keras, meski dalam hati sudah jadi pelangi semua kayak abis kena tinja unicorn.
"Lha, kamu masih seneng Sashi, kan?"
"Yo masih..."
"Masih kuat, kan?"
"Yo kuat..."
"Ya wes toh. Nek masih kuat, lakoni. Engko wes ra kuat yo ojo nyerah, tinggal sek nggodok Indomie." Tawa khas bapak-bapak Tedra menggelegar. "Lagian ya, kalau kamu jadi sama Sashi, Papa karo Mama dukung serebu persen! Lumayan kan, menyatukan keluarga kita sama Keluarga Tirtasana dan Keluarga Gouw sekaligus. Bisa-bisa isin iku Prince Harry karo Meghan Takol, kawinan gitu doang udah dibilang kawinan of the century. Belum aja mereka nanggap Didi Kempot karo Via Vallen empat puluh malam suntuk!"
"Meghan Markle, Pa, bukan Meghan Takol." Dery mendengus. "Apaan pula empat puluh malam! Itu tuh kawinan apa tahlilan?!"
"Hehehe yo biar anti-mainstream, Le." Tedra nyengir. "Tapi kamu tuh beruntung juga."
"Beruntung apanya?"
"Yo untunge cinta diam-diam karo de'e iku gratis. Coba nek bayar? Paling saiki kowe wes dadi gelandangan. Hahahaha. Tapi yo rapopo. Seng penting halu ndhisik. Perkoro jadi kenyataan opo sebatas angan, dipikir nanti wae." (Ya untungnya cinta diam-diam sama dia itu gratis. Coba kalau bayar? Paling sekarang kamu udah jadi gelandangan. Hahaha. Tapi ya gapapa. Yang penting halu dulu. Perkara jadi kenyataan apa sebatas angan, dipikir nanti aja).
Dery bersungut-sungut, sebal karena kisah cintanya jadi bahan tertawaan papanya sendiri. Untung, penyiksaan itu tidak berlangsung lama. Seorang lelaki seumuran Tedra dengan tinggi badan menjulang dan kulit seterang susu mendekat tiba-tiba.
"Walah, bawa kamera. Saiki kowe we gaul tenan yo, Ted?" (Sekarang kamu gaul banget ya, Ted?).
Ketika Tedra Sunggana dipertemukan dengan Sehun Solihun... maka disitulah... perjulidan akbar se-Indonesia Raya dimulai.
"Woyajelas! Aku ki Papa Gahoel, nge-gym sekalian ngemplok!"
Dery menghela napas, membisiki papanya. "Nge-vlog, Pa, dudu ngemplok."
"Halah, podo wae!" (Halah, sama aja).
"Lama nggak lihat, Mandala sudah tambah gede dan tambah tinggi ya."
"Iya, Om."
"Untung tingginya ikut Mama ya, bukan Papa."
Dery terkekeh, sementara Tedra langsung melotot.
"Keponakan Om Sehun ada yang seumuran kamu loh. Arek wedok. Mau dijodohin, po?"
"De'e wes ndue arek wedok seng disenengi." Tedra menyambar, sensi. (Dia udah punya cewek yang disukai).
"Wah, sayang banget." Sehun menyesalkan. "Oiya, baru keinget. He, koen sido tuku sirkuitku seng nang Kalimantan pora?" (He, lo jadi beli sirkuit gue yang di Kalimantan nggak?).
"Oalahhhhh, lali aku! Ya sido, Cuk! Piro sih?" (Omg, lupa! Ya jadi, nyet. Berapa sih?).
"Ya lek kon gelem, barter mbek stadionmu ya ra popo sih." (Ya kalau lo mau, barter sama stadion lo juga boleh).
Dery melotot. "Papa ngapain mau beli sirkuit?!"
"Buat vlog Papa."
Rasanya Dery ingin berseru; sampeyan wes gendheng yo, Pa?!
Tapi gimana ya, takut aja uang jajan kena cut sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
"Gampanglah iku. Bisa diatur."
"Ya wes, nanti obrolin aja lewat WhatsApp. Eh, kowe wes ngrungu gosip terbaru?" (Eh, kamu udah denger gosip terbaru).
YAK MULAI KAN GOSIPNYA.
"Opo?"
"Jarene bojoku, bojone si Hermawan iku kan punya membership spesial nang Lambe Turah, ono ordal alias orang dalem gitu. De'e dapet update gosip hot hasil jepretan hengpong jadul. Gosipnya masih fresh from the oven, soalnya kan masih limited access ya." Sehun merendahkan suaranya. "Kowe eroh Jeffrey Gouw, ora?" (Katanya istriku, istrinya si Hermawan itu kan punya membership spesial di Lambe Turah. Ada ordal alias orang dalem gitu. Dia dapet update gosip hot hasil jepretan hengpong jadul).
Tedra melirik Dery yang langsung kicep, yang kalau saja bisa diterjemahkan, maka Lebah Ganteng akan menuliskan subtitle semacam; he, bisa-bisanya kamu kalah gercep sama admin Lambe Turah?!
"Eroh." (Tau).
"De'e kan baru pegat yo, karo wedok ke-amrik-amrik-an iku... sopo seh jenenge... mawar-mawar-melati kui lah... eeee... terus ternyata de'e wes ndue gandengan baru!" (Dia kan baru putus ya, sama cewek ke-amrik-amrik-an itu... siapa sih naanya... mawar-mawar-melati itu lah... eee... terus ternyata dia udah punya gandengan baru!).
"Hah?!"
"Wajar sih, de'e kan artis yo."
"Terus masalahnya apa?"
"Pacare bocah, Cuk! Anak SMA koyok'e." (Pacarnya anak kecil, Nyet! Anak SMA kayaknya!).
"..." Tedra sepertinya bisa menerka siapa yang dimaksud anak SMA dalam gosip terbaru soal Jeffrey Gouw dan gandengannya.
"Lagi hot iku. Jarene bojone Hermawan sih bakal diupload mimin Lambe Turah dino iki, rada sorean lah. Pas ige lagi ruame-ruamene." (Lagi hot tuh. Kata istrinya Hermawan sih bakal diupload mimin Lambe Turah hari ini, rada sorean lah. Pas IG lagi rame-ramenya).
Dery tercengang demi menyaksikan kefanaan perjulidan antara para bapak-bapak, akhirnya berinisiatif mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Sashi. Tapi matanya malah tertancap pada notifikasi Instagram yang mengabarkan bahwa Tedra sedang melakukan live. Dery terperangah, akhirnya berubah pikiran dan malah membuka Instagram.
"PAPA LIVE IGE?!" Dery kini panik.
Tedra dan Sehun menoleh, disusul Tedra merogoh sakunya, mengambil ponsel yang tersimpan di sana."Loh iya. Tadi kepejet, terus Papa nggak ngerti gimana matiinnya. Jadi Papa kantongin aja lagi HP-nya. Nanti juga mati sendiri kan kalau habis batere."
"DARI KAPAN?!"
"Lama sih... dari sebelum kamu dateng. Opo'o, Le?"
Dery serasa terserang vertigo. Mau dimatiin juga tuh live kayaknya sudah sangat terlambat. Dia memberanikan diri membuka live yang masih berlangsung dan reaksi yang masuk amat di luar dugaan. Semua orang tampaknya telah terbakar rasa ingin tahu yang me-mun-cak.
rakyatrumput: omo!! omo!!
yeolmae_765: ini ngomongin jepri yang bintang iklan indomie itu?
jeffrey_zen: heh, jangan asal ngomong ya! idola gue ngga gitu!
erigom88: HE MANA YANG TADI NGOMONGIN BABANG PETINJU KESAYANGAN GUE SINI GELUD LAH KITA JAMAT JAMET GIGI LO JAMET
cintanyasepuluh: om tedra g mau cari sugarbaby juga gitu?
valentineboy97: om kalo mau cari sugarbaby ke saya aja @jeffreygouw
zonanetral: ini suara siapa ya?
emergencyexit: someone pls translate aku ngga ngerti bahasa jawa
tiwayisthetrack: in bahasa plis
markpavedtheway: WADOH MINCEU INI NAMANYA KESENJANGAN SOSIAL KOK ADA MEMBERSHIP SPECIAL @maklambeturah
justinbieber: someone pls explain to me in english
"Kenapa toh, Le?!"
"NDANG GIVE ME YOUR PHONE, PAPA!" (PA KASIH AKU HP PAPA BURUAN).
*
Keluarga Gouw bisa jadi salah satu keluarga paling shopisticated di kalangan orang-orang yang bukan hanya crazy secara dompet tapi juga crazy secara otak, tapi bukan berarti semuanya menyenangkan. Dari semua anggota Keluarga Gouw yang Joice tahu, dia paling ogah berurusan dengan Yohannes Gouw dan istrinya, Beata Gouw. Bukan apa-apa sih, Mas Yono (Yohannes biasa dipanggil Yono) dan Bea itu kaku banget kayak kanebo kering. Sangat normatif. Seperti misalnya, di acara temu-kumpul berkedok arisan yang sebenarnya lebih banyak pamernya, Beata menyediakan kotak dengan label 'DILARANG MISUH'.
Iya, jadi siapapun yang mengucapkan kata-kata kasar dalam acara tersebut, mau itu dalam bahasa Jawa, bahasa Inggris, bahasa Indonesia even bahasa Swahili, harus memasukkan selembar uang ke dalam kotak tersebut. Bukan masalah uangnya sih cuma ya kayak... sok suci banget lo, Cok. Padahal Joice yakin, pasti waktu tempur rusuh malam jumatan mereka pasti misuh dalam berbagai bahasa.
Bagian lainnya yang bikin para hadirin acara hari ini makin jengkel adalah... tuh istrinya Mas Yono menghabiskan hampir setengah jam lamanya buat memamerkan anak perempuan kebanggaan sekaligus satu-satunya. Elmira Gouw yang katanya cantik, cerdas, berbakat dan baru saja menamatkan studinya di sebuah universitas bergengsi di luar negeri. Alamak kurang apa kan? Sudah cantik, cerdas, bermarga Gouw pula.
Joice jadi enek.
"Paling bentar lagi dijodohin. Tapi sama siapa ya kira-kira?" Joice mendengar suara julid sudah dimulai, jadi dia langsung merapat.
"Siapa aja boleh lah yang penting ini acara ndang beres!" Jessica Gouw membalas sambil mengipas wajahnya. Mukanya terlihat tidak nyaman. "Aduh, Cok, sumuk tenan iki." (Aduh, nyet. Gerah banget ini).
"Language, sis." Talitha memperingatkan, membuat Jessica memutar bola mata seraya membuka clutch yang dia bawa. Selembar uang berwarna biru tercabut dari dompetnya, masuk dengan lancar-jaya ke dalam kotak berlabel 'DILARANG MISUH'.
"Eh ya, ada Joice. Denger-denger kemarin ke Milan ya? Belanja atau gimana? Kayaknya akhir-akhir ini bisnis makin nambah ya..." Irene—si pengawal kejulidan—beralih pada Joice.
"Belanja lah. Bosen, masa jalannya ke Korea Selatan melulu. Sekali-kali cari tiket pesawat yang lebih mahal." Joice membalas. Smooth. Padahal niatnya mau pamer sekaligus menyindir Talitha.
Talitha tertohok, tidak mau kalah. "Tapi aku lebih seneng Korsel sih ya. Nggak tahu kenapa. Mungkin karena udah keseringan ke Milan. Biasanya suasana Milan tuh emang bisa ngagetin buat yang baru pertama kali ke sana."
Joice senyam-senyum kecut, padahal dalam hati: oalah, jangkrik. Lama-lama lambemu tak keramik, Tal.
"By the way udah denger belum? Putrane Mas Suryo batal rabi." Sosialita lainnya turut bergabung. (Anaknya Mas Suryo batal nikah).
"Hah, kok iso?!" Jessica pura-pura kaget.
"Wetone ora pas." (Wetonnya nggak pas) (weton-wetonan silakan digoogling).
"Walah, ora dicek dulu, po? Tapi Pak Suryo iku keluargane emang Njowo tenan, sih. Weton ora pas, yowes hubungane langsung kandas." Irene manggut-manggut.
"Padahal wes ngundang band-nya si Ikbal kui." (Padahal udah ngundang band-nya si Ikbal itu).
"Ikbal sopo?" Joice kepo.
"Ikbal'e Dilan, seng jarene rindu kui abot." (Ikbalnya Dilan, yang katanya rindu itu berat).
"Halah, newbie!" Jessica menukas pedas. "Omongke karo de'e, rindu iku ora abot. Nek rindu yo ketemu. Ojo koyok wong susah!" (Kasih tau ke dia, rindu itu nggak berat. Kalau rindu ya ketemu. Jangan kayak orang susah).
Joice tertawa manis, sementara Irene hanya tersenyum hingga perhatiannya terpecah gara-gara ponselnya yang bergetar tanpa henti. "Haduh, sopo sih iki ping-ping aku nang WhatsApp. Aku ki uwonge kagetan—oh my God!" (Haduh, siapa sih ini ping-ping gue di WhatsApp. Gue tuh orangnya kagetan--OMG!).
"Kenapa?!"
Wajah Irene berubah tidak enak, tapi dia berbisik dengan nada misterius. "Ono gosip seng anyar." (Ada gosip baru).
"What?" Jessica mengangkat alis.
"This is about your cousin. You still wanna hear?"
Jessica kaget, sementara Talitha mengerjap. Joice? Tentu saja sudah semangat empat-lima.
"Opo'o?" Joice bertanya.
"It's okay. Spill the tea." Talitha memberi persetujuan.
"They said Jeffrey is dating a high-school girl."
"WHAT?!"
Jessica mengembuskan napas lelah. "Wes pasti iki, Semarang bakal gonjang-ganjing."
"Is he crazy or what?!" Talitha memutar bola matanya. "Damn it."
Jessica kini memandang Irene. "Gosip dari mana, by the way?"
"Hng..."
"Tell us." Joice mendesak.
Irene tampak ragu, namun akhirnya menjawab terbata. "Live Instagram Mas Tedra. Dese ngobrol sama Mas Sehun. Mas Sehun denger gosip dari bojone. Bojone denger dari bojone Hermawan, seng punya membership special nang Lambe Turah."
Jessica dan Talitha mendelik pada Joice, sementara yang di-salty-in justru fokus pada sesuatu yang lain.
"HE, LAMBE TURAH NDUE MEMBERSHIP SPECIAL?!" (HAH, LAMBE TURAH PUNYA MEMBERSHIP SPECIAL?!).
*
Saat Sashi bangun menjelang sore, dia mendapat laporan dari Pak Sulaiman kalau Oma dan Opa sudah tiba. Tapi gara-gara Sashi tidur terlalu nyenyak, mereka enggan membangunkannya, jadi keduanya memilih mengunjungi rumah salah satu kenalan mereka yang berada tidak jauh dari rumah Sashi. Sashi sih santai aja. Lagipula, dia juga terpikir mau pergi belanja sore ini. Latihannya untuk lomba masak harus terus berjalan. Dia hanya punya hari ini dan besok.
Ada beberapa tukang yang telah datang untuk memperbaiki tembok dan atap yang rusak. Sashi masih agak sedih karena semua ikan peliharaan Mami tidak terselamatkan, namun dia mencoba untuk tidak memikirkannya terus-menerus. Pak Sulaiman tengah mengawasi para tukang yang bekerja, langsung menoleh kala dia melihat Sashi.
"Mau pergi, Non?"
"Iya, Pak. Beli buah aja, sih." Sashi menyahut sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ponsel itu kehabisan batere sampai betul-betul mati begitu Sashi tiba di rumah tadi pagi, tapi dia sudah menchargenya. Hanya saja, ponsel tersebut belum sempat dia hidupkan. "Nanti kalau Oma nyariin, bilang aku cuma pergi bentar."
"Siap, Non."
Biasanya, Sashi pergi ke supermarket bersama Mami. Begitu Mami sakit, Sashi lebih sering pergi bersama Dery. Sekarang, pergi sendirian jadi terasa aneh. Namun Sashi memaksa diri, karena bagaimanapun juga dia harus segera terbiasa.
Supermarket cukup padat, tapi tidak seramai saat weekend. Sashi tengah menghadapi rak pendingin penuh buah apel merah ketika dia mendengar seorang remaja perempuan berseru.
"He, Jancok! Iku gimbotku ceblok loh ya!" (He, Goblok! Itu gimbot gue jatoh loh ya!).
Tidak banyak orang yang cursing menggunakan 'jancok' di Jakarta, jadi Sashi menoleh dan alisnya terangkat seketika. Anak perempuan yang tadi berseru sedang merunduk untuk memungut iPad miliknya yang tergeletak di lantai. Ada satu anak laki-laki di depannya—mereka sangat mirip, sepertinya kembar—tengah berjalan ke arahnya. Melihat dari bagaimana anak itu menyebut iPad dengan 'gimbot', Sashi curiga mereka masih satu spesies dengan Dery.
"Felix!" anak perempuan itu memanggil kembarannya, yang tak dipedulikan. Anak laki-laki yang kelihatannya bernama Felix tersebut justru melangkah makin dekat menuju Sashi.
"You're that girl, aren't you?"
Sashi mengernyit, menoleh ke kiri dan ke kanan, langsung sadar jika dia yang baru saja diajak bicara. "Excuse me?"
"FELIX!"
Felix menoleh, kemudian mendengus. "I heard you, Tamara. Now, shut up."
Sashi menelan ludah, clueless maksimal saat Felix kembali memandangnya.
"Are you really dating my my paklik?"
"Your paklik what?" Oke, Sashi betulan bingung.
"Jeffrey Gouw, my paklik, are you really dating him?"
"..."
"Oh, God. So stupid. Do I have to repeat it? Okay. Are you really dating Jeffrey—" Ucapan Felix terpotong oleh seruan galak Sashi yang kini, bisa dikatakan, telah melepas mode mengamuk ala Saint Seiya.
"DATING JEFFREY GOUW?! WHAT KIND OF SHIT IS THAT?!"
to be continued.
***
Catatan dari Renita:
yak, akhirnya kita kembali bersua.
aduh, semakin drama ya.
YA TAPI GIMANA COY KELUARGA MEREKA KAYA GITU.
jadi bagaimana kah nanti kelanjutannya, ya kita lihat nanti hahahaha.
btw, apalagi ya.
kayanya udah deh toh soalnya takut spoiler.
dah sekian aja sampai di sini, sampai ketemu later.
oya hampir lupa. targetnya jadi 2,2K votes dan 2K comments. dah itu aja hahaha.
ciao.
bonus mba beata, istrinya mas yono.
Jongin's Bed, October 10th 2019
18.30
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top