07

Menikah dengan saya itu mudah.

Kalau nggak buang-buang uang, ya kita ghibahin orang.

— Tedra Sunggana

***

"You're sleeping in my place tonight."

Satu kalimat dari Jef mampu menuai reaksi yang beragam dari mereka yang berada seruangan dengannya hanya dalam hitungan sepersekian detik. Coky tercengang dengan mulut ternganga, nyaris menjatuhkan mangga yang dipetiknya saat mengintai tadi ke lantai. Pak Sulaiman terperangah karena sebagai warga negara Lenteng Agung yang hampir tidak pernah meninggalkan Tanah Air sejak jaman masih bocah, dia tidak memahami arti dari kata-kata yang Jef ucapkan. Dery tersekat berbarengan dengan sirene tanda darurat yang berdering tanpa henti dalam benaknya diikuti seruan dalam hati yang berbunyi: apa-apaan?! Batal dong agenda berkelonan dalam kesempitan karo calon bojoku di masa depan?!

"Emang tempat om di mana gitu?!" Dery refleks bertanya.

Jef menoleh, melotot buas pada Dery. "Ngapain kamu nanya-nanya?!"

Sashi kontan ter-pe-la-tuk seketika. "Kenapa om bentak-bentak temen saya?!"

Jef berpaling pada Sashi. "Kenapa gitu? Nggak boleh?!"

Dery berharap Sashi akan menjawab dengan sesuatu sejenis 'dia temen saya, om nggak berhak bentak dia' atau setidaknya 'cuma saya yang boleh bentak dia' haha biar kesannya Sashi tuh posesif gimanaaaa gitu. Tapi tentu saja, bukan Sashi namanya jika tidak bisa menghancurkan ekspektasi Dery.

"Bapaknya bisa beli Kali Ciliwung sampe ke dasar-dasarnya kalau mau! Jangan macem-macem sama dia, nanti harga diri om dilelang!"

"Lah, kamu nggak tahu yang punya Bengawan Solo itu siapa?!"

"Siapa?"

Jef melongo, tidak menduga Sashi bakal balik bertanya dengan wajah menantang. "Ya... Solo. Judulnya aja Bengawan Solo."

Sashi berdecak. "Jokes om-om tuh emang selalu gini ya? Garing krenyes gosong nggak jelas?"

"Terserah." Jef melengos, berpindah menatap Dery yang masih terdiam tanpa kata, speechless betulan bersama Pak Sulaiman dan Coky. "Kok kamu malah diam aja?!"

"Hng... emang... saya harus ngapain?"

"He, gemblung, iki arek wedok seng koe senengi bedarah loh ya!" (He, geblek, ini anak cewek yang kamu suka berdarah loh ya!)

ANJRIT EMBER BENER NI ORANG CANGKEMNYA.

Dery langsung panik kala dilihatnya Sashi mengerutkan dahi, kelihatan berusaha mencerna maksud ucapan Jef. Buru-buru dia mengeluarkan ponselnya. "Oh ya! Bentar. Om tau nggak rumah sakit yang bisa kirim helikopter jam segini rumah sakit mana ya? Soalnya helikopter rumah sakitnya Papa lagi disewain Mama diam-diam, buat beli empang lele baru. Atau kita mau pake mobil aja tapi minta dikawal polisi?"

"HEH, GUE CUMA LUKA KENA BELING, BUKAN SEKARAT MENJELANG KOIT!" Sashi sontak berseru, jelas sekali sudah sebal sampai ke ubun-ubun.

"Hng... terus... gue harus telepon rumah sakit mana?"

"Oalah, gendheng. Cok, ambil kotak obat!" Jef pun kehilangan kesabaran.

Coky selaku ajudan setia pun bereaksi sigap. "Siap grak!"

Sashi menyipitkan mata, menonton bagaimana Coky dengan bodohnya masuk lebih dalam ke rumahnya hanya untuk kembali tidak sampai setengah menit kemudian.

"Sori, kotak obat ditaro mana ya?"

Sashi mengembuskan napas panjang, lalu menuding pada satu arah. Coky mengangguk patuh, berjalan menuju arah yang ditunjukkan Sashi dan kembali dengan kotak obat di tangannya. Jef beranjak, mengambil alih kotak tersebut dan meletakkannya di atas meja. Dia baru saja berjongkok lagi di depan Sashi, berniat membersihkan lukanya dengan kapas dan larutan alkohol ketika Sashi lagi-lagi menolak bantuannya.

"Badrol aja yang obatin."

"Nggak bisa."

"Saya maunya Badrol yang ngobatin, bukan om!"

Mereka beradu tatap dengan sengit hingga Jef memilih mengalah duluan. Dia berdiri sementara Dery dengan sigap menggantikan tempatnya. Cowok itu mengambil alih kapas dan botol berisi cairan alkohol. Tangannya terulur membersihkan sisa darah dari kulit gadis di depannya. Sedetik baru lewat ketika Jef berseru galak, entah untuk yang keberapa kalinya.

"He, kok pegang-pegang?!"

Sashi yang malah jadi emosi. "Terus menurut om, si Badrol bersihinnya gimana?! Pake telekinesis gitu?!"

"Gue nggak suka lihat lo dipegang-pegang."

Refleks, Pak Sulaiman dan Coky melotot kaget pada Jef. Ada banyak spekulasi bombastis meletup dalam kepala mereka, tetapi keduanya hanya bisa saling menatap, kemudian kompak mengangkat bahu sejenak setelahnya. Bukan apa-apa, sepenasaran-penasarannya mereka, Pak Sulaiman dan Coky tahu bisa seberbahaya apa Jef dan Sashi jika telah berada dalam mode maung-siap-mencakar.

"Sori aja, tapi om nggak berhak menentukan siapa yang boleh dan nggak boleh megang saya."

Dery menatap Sashi dan Jef bergantian, kemudian tertunduk disusul oleh tawa kecilnya yang terlepas begitu saja.

Sashi menendang pelan tangan Dery. "Why kowe ngguyu-ngguyu?!" (Kenapa lo ketawa-ketawa?!).

"Lo sama si Om ributnya udah kayak orang pacaran."

Sahutan Dery langsung bikin Sashi dan Jef sama-sama kompak melipat tangan di dada, kemudian membuang napas kesal sembari buang muka. Dery tercengang, lalu geleng-geleng. Indeed, like father like daughter.

Usai melalui serangkaian drama juga rengekan kesakitan yang harus mati-matian Sashi tahan karena dia ogah terlihat l e m a h di depan Jef, sesi obat-mengobati luka di lutut dan siku Sashi akhirnya selesai. Lukanya sih tidak besar, hanya berbentuk garis, tetapi karena tergores pecahan kaca, tentu darah yang keluar tergolong banyak. Di luar, tampaknya hujan sudah berhenti, hanya menyisakan rintik kecil yang jatuh sesekali.

"Thanks." Sashi berkata pada Dery sambil beranjak. "Gue mau ganti baju. Baju gue basah, all massive thanks untuk seseorang."

Jef yang tersindir hanya memutar bola matanya, sementara Dery menukas tanpa berpikir. "Perlu dibantuin nggak?"

"Heh, maksud kamu apa?!" Jef melemparkan tatapan mematikan pada Dery.

"Galak amat sih. Ngalah-ngalahin bulldog jenderal tetangga samping rumah." Sashi mengomel sambil bangun dari sofa. Lukanya masih sakit dan ketika dia meluruskan lutut, ada denyut yang terasa. Tapi lagi-lagi, Sashi enggan terlihat rapuh di depan Jef. Sori-sori aja. "Lo juga. Sejak kapan gue butuh bantuan untuk ganti baju?"

"Siapa tau..." Dery melirik takut-takut pada Jef yang kini memeragakan gerakan seperti mengiris leher menggunakan jari telunjuk. "... kan lagi luka."

"Nggak usah."

Sashi berjalan meninggalkan ruang tamu rumahnya dengan langkah tegap dan kepala tegak seakan-akan dia tidak pernah terluka oleh pecahan kaca, diantar oleh empat laki-laki yang tidak melepaskan pandangan dari punggungnya seperti rakyat jelata yang sedang menonton tentara berangkat ke medan pertempuran.

Coky bertepuk tangan tanpa suara, diikuti bisik tak percaya. "Jinja daebak..."

Jef tidak berkomentar, soalnya sudah paham bagaimana karakter manajer-rasa-ajudannya itu. Tampang Coky boleh sangar. Gaya bicara boleh macho. Tapi jauh di dalam hatinya dia hanyalah fanboy berani mati Yoona SNSD yang menghabiskan setiap akhir pekan buat nonton drama Korea.

Pencitraan Sashi pupus sudah begitu dia tiba di lantai atas. Gadis itu meringis karena lukanya masih terasa perih, tidak lagi bisa berjalan tegak menuju kamar. Kini geraknya lebih mirip manusia yang sedang kesurupan kepiting. Jalannya tidak lurus, agak menyamping dengan kaki menekuk. Perlu hampir setengah jam buatnya untuk bisa mengganti bajunya yang lembab dengan baju yang kering.

Meski demikian, sudah pasti, Sashi membuat dirinya terlihat baik-baik saja ketika dia turun kembali ke ruang depan. Coky sudah duduk santai di meja makan yang berada tidak jauh dari akuarium, sedang sibuk mengupas mangga muda dengan wadah berisi beberapa buah cabe rawit dan tabung mini berisi garam di depannya. Dia tersenyum salah tingkah ketika Sashi lewat, mengangkat mangga bertangkai yang entah dia dapat dari mana. Dery duduk manis di sofa dengan lutut rapat layaknya siswa baru Tadika Mesra di hari pertama masuk sekolah. Jef sedang bicara serius dengan Pak Sulaiman, tiba-tiba bersin saat Sashi muncul.

Tampangnya boleh saja bak pinang dibelah-belah dengan aktor drama Korea, tapi ternyata suara bersinnya Jef itu bapak-bapak banget.

Tetapi gara-gara dia bersin juga, Sashi baru sadar pada baju Jef yang basah. Rambutnya terlihat lembab, agak berantakan. Itu membuat Sashi merasa aneh, sekaligus penasaran. Sedang apa Jef berada di sekitar rumahnya? Kenapa juga bajunya bisa sampai basah seperti itu? Apakah karena hujan? Kenapa juga dia bisa kehujanan?

Nope, Sashi menggeleng, berusaha mengusir dugaan yang bermunculan dari kepalanya. Masa iya Jef ada di sana untuknya? Jelas tidak mungkin. Mereka boleh saja terikat hubungan darah sebagai ayah dan anak, tetapi di luar itu, keduanya hanya orang asing.

Jef tidak punya alasan peduli pada Sashi, seperti Sashi yang tidak punya alasan peduli pada Jef.

"Jadi nanti Pak Sulaiman bisa panggilin tukang buat beresin tembok sama atapnya. Sekalian kabari Jo, kasih tahu kalau itu anak akan nginep di tempat saya malam ini. Kalau ditanya alamatnya, bilang nanti saya send location lewat WhatsApp. Jelas?"

"Oke, Pak."

LOH, KOK PAK SULAIMAN JADI NURUT AMA TUH ORANG.

Sashi masih melotot tidak terima saat Jef menoleh padanya. "So, it's clear isn't it? You're sleeping in my place."

"Harus banget gitu saya nginep di tempat om?"

"There's no other choice. Gue—saya nggak bisa biarin kamu tidur di sini. Rumah ini dikelilingi banyak pohon dan kita nggak tahu, apakah bakal ada pohon lainnya yang tumbang atau nggak. Belum lagi kemungkinan turun hujan nanti malam."

"Saya bisa nginep di tempat Badrol."

Jef tertawa, lalu secepat itu, wajahnya datar saat dia menjawab singkat. "No."

Lagu Kecewa dari Bunga Citra Lestari berdendang syahdu dalam dunia Dery.

"Saya bisa telepon Oma saya."

"Oma kamu tinggal di Bogor. Jauh dari sini, masuk daerah macet pula. So, no."

Sashi melirik pada Pak Sulaiman, berharap ada pembelaan, tetapi kelihatannya lelaki tua itu setuju-setuju sama dengan semua kata-kata Jef. Heran, apa sih yang sudah Jef katakan padanya hingga Pak Sulaiman sampai jadi penurut banget seperti itu. "Yaudah. Dengan satu syarat."

"Apa?"

"Badrol ikut nginep sama saya."

*senyum ala kuda Dery has joined the chat*

"No."

*senyum ala kuda Dery has left the chat*

"Then it's 'no' from me too."

"Kenapa harus ada arek gendheng iki sih?!"

"Dia teman saya. Kalau om macam-macam sama saya, dia bisa lindungi saya."

Dalam hati Dery: 🌸🌄💥🌈🤯💘😍💞💦🎆

Jef mendengus. "Diantara saya dan dia, saya adalah orang terakhir yang bakal macam-macam sama kamu."

"Yakin amat."

Because you're my daughter, you dumb girl! Jef membatin tanpa menyuarakannya keras-keras.

"You're sleeping in my place tonight. End of discussion."

"Dery or not at all. Period."

Jef mengembuskan napas frustrasi, lantas menyisir rambutnya yang lembab pakai jari dan mengalah. "Okay. Pack your things."

*

the sunggana's 👨‍👩‍👦 (3)

mandala ds: mam, pap

tedra sunggana: opo'o? tumben nge-chat group?

joice maharadjasa: duitme wes entek ta? perasaan baru mama transfer selawe juta

(duit kamu udah abis tah? perasaan baru mama transfer 25 juta).

mandala ds: pohon sebelah rumah sashi ambruk

tedra sunggana: LAH KOK ISO?

joice maharadjasa: mungkin genderuwo penunggunya ngamuk... 🤯 

mandala ds: nggak tau. pohonnya kena dapur. terus ancur gitu genteng sama temboknya.

tedra sunggana: kowe ra popo kan? calon mantu papa piye kabare?

joice maharadjasa: calon mantu?

tedra sunggana: putramu iku bucine sashi, ma.

(anakmu tuh bucinnya sashi, ma).

joice maharadjasa: sashine seneng balik karo de'e ra?

(sashinya suka balik sama dia nggak?).

tedra sunggana: mambu-mambune seh de'e naksir wong liyo.

(bau-baunya sih dia naksir yang lain).

joice maharadjasa: walah, mama mesti golekki dukun, ra?

(walah, mama mesti cariin dukun, nggak?).

mandala ds: aku ki moco loh, mam, pap

(aku ni baca loh, mam, pap).

joice maharadjasa: sengaja. udah nggak jaman ghibahin orang di belakang... 💃

mandala ds: 🙃

tedra sunggana: terus piye iku dapure sashi?

mandala ds: temboke gruwung, bolong guedewes diuruske pak sulaiman sih.

joice maharadjasa: lah, mari ngono, problem'e wes clear kan?

mandala ds: ... justru itu

tedra sunggana: OPO'O

joice maharadjasa: OPO'O

mandala ds: idih, ginian aja mama karo papa gercepe was-wes-wos koyok gatotkaca mabur.

(ginian aja mama sama papa gercepnya was-wes-wos kayak gatotkaca terbang)

joice maharadjasa: NDANG KASIH TAU

(BURUAN KASIH TAU).

mandala ds: jeffrey gouw seng bintang iklan emih kui... de'e muncul di rumah sashi.

tedra sunggana: wow 💥

mandala ds: maksa sashi nginep nang omahe de'e. sashi mau, tapi aku mesti ikut.

joice maharadjasa: MANTAP TENAN IKI

mandala ds: kok mantap sih, ma?

joice maharadjasa: selama kamu di sana, pasang kuping seng apik! mama kepingin tau kelanjutan ceritane sashi karo bapake.

mandala ds: pa..........

tedra sunggana: lakukan, mandala. kowe eroh kan surgamu iku nang sikile mama?

(kamu tau kan surga kamu itu di kaki mama?).

mandala ds: ...

joice maharadjasa: dapatkan lanjutan cerita yang sip, mandala. kalau ngga...

mandala ds: kalau nggak?

joice maharadjasa: kowe ra usah muleh

(kamu nggak usah pulang).

ANJIR, TERANCAM TERUSIR DARI RUMAH FOR THE SAKE OF GOSIP.

joice maharadjasa: wes clear kan iki? sekarang mama arep takon something seng penting

(udah clear kan ini? sekarang mama mau tanya sesuatu yang penting).

tedra sunggana: opo?

joice maharadjasa: mama baru pindah tempat zumba, kan. seberange sekolahan sma.

mandala ds: terus?

joice maharadjasa: sma-ne bikin muacet pol. males mama jadinya. kalau mau tak beli, kira-kira piro hargae yo?

mandala ds: sma negeri, ma?

joice maharadjasa: koyok'e seh ngono

mandala ds: ... ma... itu punya pemerintah...

joice maharadjasa: lha iyo... opo mesti mama tanyakno ke pemerintah... 🤔

*

Untuk pertama kalinya, seorang Jeffrey Gouw dibuat merasa awkward di apartemennya sendiri.

Sepanjang perjalanan dari rumah Sashi ke tempatnya tidak terasa sekaku itu, karena obrolan nyeleneh antara Coky dan Dery, entah bagaimana, mampu mencairkan suasana. Tapi kini, setelah mereka ditinggal bertiga saja dan Coky pamit pulang, Jef kehabisan akal tentang bagaimana caranya bersikap... normal. Begitu Coky meninggalkan apartemennya, Jef langsung masuk ke kamar, beralasan dia perlu mandi dan berganti pakaian. Yah, sebenarnya itu bukan bohong. Jef mandi dan berganti baju, kok... hanya saja dia melakukannya dalam kecepatan turbo.

Soalnya, Jef merasa tidak tepat meninggalkan Sashi dan Dery berdua saja dalam waktu yang lama.

Lelaki itu baru keluar dari kamar dengan rambut basah yang menguarkan aroma shampo ketika dia disambut oleh pemandangan dimana Dery sedang berjongkok di depan Sashi untuk menempelkan plester di salah satu goresan di kakinya. Sashi cuek saja, sibuk scrolling notifikasi akun Instagramnya. Jef melotot sengit, masih bergeming di tempatnya berdiri ketika ponselnya mengeluarkan bunyi notifikasi pelan yang tidak hanya mengundang perhatiannya, tapi juga membuat kepala Sashi dan Dery tertoleh padanya.

"Ngapain om ngintip-ngintip?!"

Hhh... ndue arek wedok kok cangkeme cwawat tenan... (Hhh... punya anak perempuan kok mulutnya berisik banget). 

"Siapa yang ngintip sih?!"

Dery berdecak dan meski tidak berkata apa-apa, siapapun bisa menerjemahkan ekspresi wajahnya menjadi sesuatu yang kurang lebih berbunyi: oh shit, here we go again.

"Ngomongnya santai aja, om. Nggak usah nge-gas."

"Yang nge-gas kan kamu duluan!"

"Saya kalau ngomong emang begini!"

"Gaes... gaes... dikontrol oke... dikontrol..." Dery berusaha jadi penengah.

Jef menarik napas, lalu merendahkan suaranya. "Need something? Want a cup of chocolate?"

"Nggak usah. Saya mau tidur aja. Tempat saya tidur di mana?"

"Kamar sebelah kiri. Girls only."

Alis Dery terangkat. "Berarti saya tidur sama om?"

"Ngimpi." Jef berdecak, lalu berbalik dan menghilang masuk ke kamarnya sendiri. Dery mengernyit, menatap Sashi yang malah mengedikkan bahu. Dery bingung harus berbuat apa, tapi dia rasa Sashi memang perlu waktu sendirian—terutama setelah mereka tidak berhasil menyelamatkan satupun ikan mas koki dari akuarium yang hancur—jadi dia membiarkan Sashi berjalan ke kamar, meninggalkannya seorang diri di ruang tengah.

Sejenak, Dery mematung, menatap pantulannya pada layar televisi yang dibiarkan mati. Kemudian, napas panjangnya terhela. Akhirnya, dia memberanikan diri mengetuk pintu kamar Jef.

"Masuk." Jef menjawab seadanya.

Dery sempat ragu, tetapi akhirnya dia meraih kenop pintu dan melangkah masuk. Kamar Jef berukuran besar, sangat rapi dan didominasi oleh warna monokrom yang bukan hanya terkesan dingin, tapi agak membosankan. Ada tanaman hijau dalam pot di sudut ruangan, meja yang dihiasi beberapa botol produk kosmetik, parfum dan sebuah macbook. Jef tengah berada di balkon kamar, terbatasi oleh pintu dan jendela kaca. Tirai-tirai tansparan dibiarkan tergantung begitu saja. Kelihatannya, dia sedang merokok.

Satu-satunya yang terlihat 'salah tempat' di kamar itu adalah sebuah potret lawas berwarna kekuningan dalam sebuah bingkai foto yang diletakkan di atas nakas, tepat di sisi tempat tidur. Ada dua orang di dalamnya, dan Dery mampu mengenalinya hanya dengan sekali pandang. Itu foto Jef bersama Tris—dengan sebuah tulisan singkat serupa caption yang Dery rasa, sangat mirip dengan tulisan tangan Tris.

"Kenapa?" Jef berbalik, menyentak perhatian Dery hingga berpindah dari bingkai foto yang tengah dia lihat.

"Mau minta bantal dan selimut."

"Oh, ternyata kamu anaknya peka juga." Jef manggut-manggut.

Dery tersenyum kecut. Tentu saja. Di mana lagi dia bakal tidur jika bukan di sofa? Jef membuka salah satu bagian teratas lemarinya yang menjulang hingga ke langit-langit, menarik keluar dua bantal berlapis sarung bantal kelabu dan satu selimut besar berwarna senada. Usai mengambil alih benda-benda tersebut dari tangan Jef, Dery berbalik, bermaksud pergi.

Namun entah kenapa, ada sesuatu yang menurutnya tak terasa benar.

Jadi dia kembali memutar badan, menghadap pada Jef. "Soal kata-kata Sashi... jangan terlalu diambil hati."

"Maksud kamu apa?"

"Sashi memang sedekat itu sama Tante Pat. Lebih dekat daripada dia sama saya, atau dia sama Om Jo. Jadi kehilangan Tante Pat pasti berat buat dia." Dery mengawali, hampir panik ketika dia sadar bagaimana kata-katanya terdengar tidak sesuai konteks. "Kesedihan bisa bikin kita jadi nggak seperti kita yang sebenarnya. Saya nggak tahu gimana penilaian om soal Sashi... tapi dia itu baik... mungkin agak galak. Tapi dia baik."

Jef tidak menjawab, bikin Dery merasa makin canggung. Dengan gerakan yang terkesan gugup, cowok itu meninggalkan kamar Jef bersama bantal dan selimut dalam dekapannya. Dia tidak tahu bagaimana ucapannya berhasil membuat Jef terdiam beberapa lama.

Tidak terlalu lama, sebab telepon masuk dari Jennie berhasil membuyarkan perhatiannya.

"HELO, BEBIKU! PIYE KABARE?"

"Langsung ke intinya aja. Ngapain lo nelepon gue?"

"Loh kok sinis? Ngaku aja, lo pasti udah nungguin ditelepon gue, kan?! Nggak usah sok galak. Aku ki wes paham, tanpa kehadiranku, kowe iku koyok cikidaw without aweu-aweu, bener opo bener?!" (Aku tuh udah paham, tanpa kehadiranku, kamu tuh kayak cikidaw tanpa aweu-aweu, bener apa bener?). 

"Lo cuma nelepon gue untuk tiga perkara: kalau nggak mau ghibah, berarti mau minta tolong atau mau pamerin sesuatu."

"Hehe, peka banget. Pantat bayi kalah."

"Mau apa?"

"Atine Joshua." (Hatinya Joshua). 

"Koen iku pancen dadi arek nggatheli, you know that?" (Kamu tuh jadi orang memuakkan banget, you know that?!).

"Wong ayu mau pamer loh iki." (Orang cantik mau pamer nih). 

"Nggak bakal iri."

"Mosok sih? Ojo cemburu loh ya."

"Iye. Apaan?"

"Gue habis dinner gemes ama duda keren sarang cinta."

"Duda mana?!"

"Joshua Tirtasana lah! Siapa lagi?!"

"Gendheng."

"Padahal durung tak dukuni loh." (Padahal belum gue dukunin loh). 

"Sampah banget lo!"

Jennie malah ngakak. "Aduh, tapi sumpah, hati gue udah kayak Taman Bunga Mekarsari! Rasanya harum dan mewangi banget!"

"Jen."

"Hoh?"

"Nggak ada Taman Bunga Mekarsari. Adanya juga Taman Buah Mekarsari."

"Alah, beda tipis!" Jennie tidak peduli. "Tapi kok suara lo kayak ada yang beda gitu? Pilek ya? Habis main hujan apa gimana?"

Jef bersungut-sungut, meski akhirnya dia bercerita soal peristiwa yang terjadi sore ini. Tentu tanpa memberitahu Jennie soal pengintaian yang dia lakukan bersama Coky. Dia hanya bilang, mobilnya tidak sengaja melintas di depan rumah Sashi—yang sebetulnya bagi orang ngotak manapun, tidak akan masuk akal. Namun untungnya, saat ini Jennie sedang berada dalam fase bego karena cinta. Jadi dia tidak mempertanyakan lebih lanjut soal kenapa Jef bisa berada di sana.

"Terus sekarang anaknya lagi nginep di tempat lo?"

"Iya."

"Di kamar yang satunya?"

"Iya."

"HE, TENANAN?!" (HE, BENERAN?!). 

"Menurut lo, dia bakal tidur di kamar gue gitu?" Jef balik bertanya, sarkastik.

"Hng..."

"Emang kenapa?"

"Terakhir gue nginep di tempat lo, kayaknya ada set underwear gue ketinggalan di atas kasur."

"Halah, biarin aja. Dia kan juga cewek."

"Maksud gue... lo nggak takut dia mikir macam-macam?"

"Macam-macam gimana sih?"

"Kayak... lo bapaknya... dan lo belum menikah. Tapi ada underwear cewek di kasur lo."

Jef membeku, baru tersadar dan kini menelan ludah.

"Jeffrey?"

"Jen, kowe ki jumanji tenan." (Jen, kamu nih jumanji banget). 

"Jumanji piye?" (Jumanji gimana?). 

"Juancok mantap anjing, in a negative way, of course."

"Heh!"

"LAGIAN KENAPA NINGGALIN UNDERWEAR DI KASUR GUE COBA?! KALAU MISAL YANG BALIK DADAKAN TUH NYOKAP GUE, UDAH ABIS GUE!"

Jennie malah ketawa. "Udah, nggak usah dibikin ribet. Lo kasih tau aja nanti ke dia kalau itu punya gu—ets jangan, deng. Nanti dia mikir yang nggak-nggak ke gue. Gue masih butuh restu dia buat beneran kawin ama bapaknya."

"Ngarep lo ketinggian."

"Kalau mau sama yang kayak Mas Jo, emang harus tinggi ngarepnya. Kalau nggak ya nggak nyampe." Jennie membalas lugas.

"Hadeh, hidup gue gini amat. Punya anak kayak gitu. Punya temen kayak lo."

"Jenenge geh urep, mesti akeh cobaan. Yen akeh saweran, kui jenenge dangdutan. Kowe kan dudu biduan." (Namanya juga hidup, harus banyak cobaan. Kalau banyak saweran, itu namanya dangdutan. Kamu kan bukan biduan). 

"Ck."

"Wes, ojo dipikirno. Ada pepatah bilang gini, seberat apa pun masalahmu, jangan ditimbang."

"Hah?"

"Soale masalahmu iku dudu dokumen hasil skripsian alias ora bakal laku, cok!" (Soalnya masalahmu tuh bukan dokumen hasil skripsian alias nggak bakal laku, nyet!). 

"APAAN SIH ANJING, GARING."

Jennie tertawa lagi, kali ini jauh lebih melengking dari sebelumnya. Emang, rasa senang yang berlebihan bisa bikin orang jadi sinting. Jef berdecak, mengakhiri telepon, ogah mendengar tawa bahagia Jennie lebih lama.

*

Sashi mulai menyesali keputusannya karena hanya makan sedikit waktu makan malam tadi. Dery berinisiatif menggunakan layanan delivery makanan restoran langganan keluarganya—begitu tahu yang nelepon Dery, yang punya restoran hampir saja memaksa Dery menerima tawarannya untuk dikirimkan pelayan sekalian, bukan cuma makanan—dan mengajak mereka semua makan bersama. Memang sih, mereka makan bersama. Tapi suasananya secanggung dan sekaku itu. Sashi makan sedikit, walau sempat tergerak kepingin nambah. Sengaja, dia enggan berlama-lama berada dalam satu ruangan dengan Jef. Terutama setelah dia menemukan pakaian dalam wanita di kamar tempatnya tidur.

Bukan apa-apa ya, setahu Sashi, Jeffrey Gouw itu belum menikah. Kisah percintaannya abu-abu, jarang tersorot oleh media. Bisa jadi karena dia serapi itu menyembunyikannya, atau karena dia dikelilingi oleh terlalu banyak perempuan. Sashi menduga, alasannya adalah yang kedua. Itu sudah cukup menyiratkan jika Jeffrey Gouw adalah lelaki brengsek.

Yah, mana ada juga laki-laki baik yang punya anak di luar nikah? Seharusnya Sashi tidak terkejut mendapati ada pakaian dalam perempuan di apartemen Jef.

Tapi segalanya teramat menusuk, karena dialah anak di luar nikah itu... juga karena... dia merasa ibunya pantas mendapatkan yang lebih baik.

Why did you fall for him, Mom? I don't understand.

Why did it have to be him? You deserved someone better.

Someone like Papi.

Menjelang tengah malam, Sashi masih tetap tidak bisa tidur. Sayangnya, itu tidak berlaku pada Dery. Waktu Sashi mengeceknya, dia sudah telentang indah di atas sofa dengan mata terpejam dan mulut setengah terbuka. Dilihat dari tampang, Dery itu bisa saja mirip pangeran—dengan senyum yang tetap tak jauh beda dengan kuda. Ditilik dari dompet, Dery boleh jadi jutawan. Tapi menurut dari gaya dan kebiasaannya soal tidur, tampaknya Dery lebih cocok jadi budak belian.

Literally... dia adalah definisi hidup dari pelor alias begitu nempel bantal langsung molor.

Kesendirian dan malam hari, katanya adalah kombinasi tepat untuk membuat seseorang jadi melankolis. Mungkin itu yang bikin Sashi mengunggah sebuah lagu di instastory, milik solois Korea Selatan bernama Lee Ji-eun yang lebih dikenal dengan nama panggung IU. Lagu itu adalah lagu lama, soundtrack sebuah drama yang dulu sering ditontonnya bersama Mami. Menurut Sashi, lagu itu terdengar sedih dan cengeng. Tapi Mami menyukainya, katanya karena artinya bagus.

Sashi tidak pernah tahu, bahwa seperti hujan, lagu itu juga mungkin mengingatkan Mami pada seseorang.

Will you know after long, long night

that our love is smiling in tears?


I wish to catch you, but I can't.

I wish to reach you, but I couldn't.

I'm revived into your heart, just like a windflower

.

Without looking, I see you.

Without listening, I hear you.

Getting shattered in the winds.

Getting shattered in your heart.

Hanya ada satu viewer karena sudah menjelang tengah malam. Akun tak dikenal yang tanpa sengaja Sashi terima follow requestnya. Tak lama, akun tak dikenal itu me-reply instastory yang baru saja dia unggah.

3cy_2403: the song sounds sad.

acacia_t: it was my mom fav and I feel like I miss her right now :-)

3cy_2403: what happened to your mom?

acacia_t: ah, she passed away almost a week ago.

3cy_2403: sorry to hear that.

acacia_t: nah, its okay.

Sashi tidak tahu kenapa dia bicara dengan seseorang yang menggunakan akun bodong. Bisa jadi, karena dia hanya sedang butuh didengarkan sekarang. Siapapun, tidak masalah.

3cy_2403: are you sad right now?

acacia_t: kinda.

3cy_2403: well... I hope you have something sweet. I mean... ice cream is the key for everything, right?

acacia_t: I used to think so... but apparently... not for this one.

acacia_t: I'm okay, tho.

acacia_t: thankyou for listening and talking to me.

acacia_t: :-)

*

Ada yang terasa mengganjal di tenggorokan Jef begitu dia melihat emoji smile yang Sashi kirimkan. Kelihatannya, apa yang dikatakan Dery benar. Dari mereka semua, Sashi adalah salah satu yang paling kehilangan sosok Tris. Dia jadi makin menyesal sudah mengucapkan kata-kata menyakitkan pada Sashi hari itu. Namun gengsinya terlampau besar, membuatnya tidak punya cukup keberanian untuk meminta maaf.

Laki-laki itu menarik napas panjang, berusaha melegakan paru-parunya yang sesak.

Tris... how did you expect me to do this without you?

Jef tetap melamun di atas kasurnya beberapa lama, sampai dia mendengar suara pintu kamar yang dibuka. Lelaki itu mengangkat alis, lantas beranjak. Itu Sashi. Dia berjalan ke dapur dipandu oleh cahaya dari senter ponselnya, mengendap-endap supaya tidak menimbulkan suara. Jef memperhatikannya dari dalam gelap, harus mati-matian menahan tawa ketika Sashi mengambil kotak es krim dari dalam kulkas—yang refleks dia sembunyikan di belakang punggung begitu Jef menekan saklar lampu.

Sashi memasang wajah serupa maling yang baru tertangkap basah.

"Kamu ngapain?"

"Nggak ngapa-ngapain."

"Mosok sih?" Jef melipat tangan di dada, separuh bersandar pada pintu dapur.

"Nggak ngapa-ngapain!" Sashi nyolot, buru-buru berjalan menuju pintu dan bermaksud sesegera mungkin melewati Jef ketika sahutan lelaki itu membuatnya membeku di tempat.

"Itu kotak es krim isinya ayam mentah, bukan es krim."

Sashi menutup mata, berusaha menahan malu yang kini mengaliri tubuhnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. "Shit."

Sashi berbalik, memandang Jef yang kini juga sudah memutar tubuh sehingga sekarang, mereka berdiri berhadapan. "Saya nggak—"

"I am hungry." Jef memotong.

"Hah?"

"Awakku ki ngelih."

"I can speak English." Sashi menyipitkan mata. "Terus apa urusannya om lapar sama saya?"

"Ada McDonald's yang buka 24 jam di dekat sini."

"..."

"And let's go get ice cream for you. I mean, real ice cream."

"..."

Jef berjalan melewati Sashi, berhenti saat dia berada di depan gadis itu beberapa langkah dan menoleh sedikit. "Are you coming?" 






to be continued. 

***

Catatan dari Renita: 

hola everybodeeeeeeeeh 

this is supposed to be uploaded yesterday buttttt renita seharian di jalan karena ada flight pagi dan beberapa urusan lainnya jadi semua baru kelar malem dan terlalu pegel buat ngetik wkwkw i'm so sorry. sebagai gantinya, target vote untuk chapter ini dikurangi kok. 

tadinya mau dimasukkin bagian papa tedra nge-gym sama arisannya mama joice x mommy talitha gouw serta gosip-gosip sip mereka tapi nanti kepanjangan jadi di cut di sana aja dulu deh haha 

apa yang akan terjadi selanjutnya? 

mari kita lihat. 

terus apa ya... 

oiya haha soal superm, pars banget mv-nya gelo si jongin gelantungan di helikopter rambut dikuncir wow so badass men tapi buat lagunya gue paling demen no manners sih haha. kalian sendiri gimana? ada yang makin cinta bias apa malah oleng? wkwkwkwk 

kayaknya segitu dulu aja deh ya. 

untuk targetnya jadiiiii 1,9K votes and 2K comments for next chapter. 

dah sekian dariku. 

ciaow. 




bonus talitha gouw yang akan muncul next chapter 

Suh's Mansion, October 8th 2019 

19.45

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top