45. Da Capo (TAMAT)
Dean
Ruang kepala sekolah menjadi lengang ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut Pak Fero. Atmosfer mendadak berat, napas kelima remaja itu terasa sulit. Mereka berdiri kaku dengan kedua tangan tersembunyi di belakang tubuh. Persis seperti posisi istirahat saat mendengarkan pesan pembina upacara.
Dean sebenarnya tidak salah menduga. Pasti ada sesuatu di balik terpilihnya mereka menjadi pahlawan dadakan dan harus terjebak di tempat antah-berantah—yang ia tahu sekarang adalah Ansoncree. Sebuah tempat di dimensi kedua dari bumi.
Perihal pusaka leluhur Ansoncree, perihal Onyx yang ada pada tubuh mereka. Saat berhasil pulang ke rumah dini hari tadi, seperti biasa tidak ada yang menyambutnya. Ia lolos begitu saja dari amukan orang tua, tidak seperti pada remaja lain seusianya. Saat sedang sendirian, Dean iseng mengeluarkan Onyx dari tubuhnya. Ia kira, benda itu akan ikut hilang ketika semuanya telah usai. Namun, ternyata Onyx masih ada padanya.
“Sebelum kami menjawab pertanyaan Bapak, izinkan kami bertanya dulu, Pak.” Dean memberanikan diri membuka suara.
Pak Fero melihatnya. Binar di matanya terang sekali. “Apa yang mau kamu tanyakan?”
“Onyx, mengapa benda itu memilih kami?” Dean mendadak bersikap tegak, tetapi justru terlihat semakin kaku. “Saya mencobanya saat di rumah tadi, saya kira benda itu akan ikut hilang karena tugas kami sudah selesai. Tapi, ternyata Onyx masih ada.”
Tampak menimbang-nimbang, Pak Fero memberi jeda sekitar dua menit sebelum menjawab pertanyaan Dean.
“Onyx itu sejatinya benda sakral yang hanya ada di Ansoncree. Sepengetahuan saya, bagi masyarakat bumi, tepatnya. Onyx hanya akan memilih orang-orang yang berhati tulus.”
Dean terhenyak. Ia lantas tanpa sadar melihat ke arah Zeera. Cewek itu menunjukkan mikro ekspresi sejenak. Seperti bertanya apakah Dean, si pembuat onar di SMANA termasuk cowok tulus. Dean mendengkus keras. Zeera tampak jujur sekali.
Pak Fero seketika tertawa. “Ketulusan tidak hanya terlihat dari sikapnya yang gemar menolong dan sebagainya, melainkan lebih daripada itu. Kalian memang tidak merasakannya saat ini. Masih muda, harus banyak belajar agar mampu mengetahui apa maksud kalimatku barusan.” Pak Fero kembali melihat ke arah Dean. “Apa sudah menjawab pertanyaanmu?” tanyanya.
“Sebenarnya belum, Pak,” jawab Dean kelewat jujur. “Saya memang enggak mengerti. Seberapa keras saya mencari tahu, jawabannya belum tentu ketemu sekarang. Jadi, kalau saya boleh mengganti pertanyaannya, apa Bapak keberatan?”
Tawa khas bapak-bapak kembali terdengar. “Tentu saja boleh. Tanyakan apa saja yang mengganjal di pikiranmu.”
“Mengapa Bapak menjadikan kami sebagai umpan?”
Respons dari kalimat tanya Dean barusan adalah tatapan kesal dari semua temannya. Mereka langsung memelotot ke arah Dean seolah memberi peringatan agar tidak membocorkan apa yang mereka pikirkan pada kepala sekolah. Dean tidak peduli. Ia sudah muak, tentu saja. Pada orang-orang yang bersembunyi di balik sikap baik hati. Apalagi, merasa menjadi korban.
Korban atas kesalahannya sendiri.
“Tolong jangan berprasangka buruk ke saya, Pak. Sejak awal, saya sudah curiga. Enggak mungkin Pak Fero menjerumuskan kami ke kandang singa kalau tanpa alasan logis. Maksudnya, Bapak yang membuat kesalahan, kenapa kami yang harus memperbaikinya?” Dean benar-benar sudah siap jika dihukum. Toh, hukuman memang menjadi makanannya sehari-hari saat di sekolah. Jadi, ia tidak akan mundur lagi.
“Semua yang Sea lakukan itu atas perintah Bapak, kan?” Kali ini, Ares yang bertanya.
“Sea mengarahkan kami ke semua tempat itu juga Bapak yang minta, kan?” timpal Gayatri tidak mau kalah.
Zeera dan Sunni yang semula memelotot marah, kini mengembuskan napas pasrah. Mereka saling pandang sejenak, lalu mengangguk.
“Tolong beri kami penjelasan logis tentang semua yang terjadi, Pak,” kata Zeera.
“Setidaknya, agar kami tidak tersesat pada pikiran kami sendiri,” timpal Sunni. Dean mendesah lega. Ia tidak sendirian lagi, ternyata.
Bukannya marah, Pak Fero justru kembali tertawa. Cukup lama tawa itu terdengar, Pak Fero akhirnya membuka suara. “Kalian benar-benar mengejutkanku. Sejak kapan kalian sadar kalau semua itu sudah diatur?”
“Bapak mengakuinya?” tanya Ares.
“Untuk situasi dimana aku tidak sadarkan diri, itu bukan disengaja. Semua yang kuperintahkan pada Sea pun sesuai prediksi. Tapi, aku tidak memiliki maksud lain dengan menjerumuskan kalian dalam bahaya. Aku hanya tidak memiliki pilihan selain meminta bantuan kalian.”
“Kenapa tidak langsung mengatakannya pada kami, Pak?” tanya Sunni.
“Kalau aku bilang bahwa kalian harus ke Ansoncree dan membantuku memperbaiki kesalahan karena membuka paksa portal ke sana, apa kalian akan percaya?”
Pertanyaan Pak Fero barusan seketika menyentuh titik terdalam logika yang mereka punya. Dean juga sempat berpikir begitu, sebenarnya. Siapa yang akan percaya jika ada orang lain yang bilang bahwa kalian terpilih menjadi pahlawan dan harus menyelamatkan penduduk di dimensi lain? Siapa pula yang akan percaya jika diberitahu bahwa Onyx memilih kalian langsung dan akan membantu?
“Sudah kuduga, tidak ada.” Pak Fero berkata lagi karena melihat Dean dan keempat temannya memilih bungkam. “Aku memanggil kalian ke sini untuk berterima kasih sekaligus meminta maaf. Tanpa bantuan kalian, Sea tidak akan bisa menyelesaikannya sendiri. Aku harus membuat situasi dimana kalian tidak akan menolak. Karena Onyx ada pada kalian. Dan hanya Onyx yang bisa melindungi kalian dari lonjakan energi pusaka saat itu. Apa sekali lagi, penjelasanku menjawab pertanyaan kalian?”
“Soal saya yang menemukan pasangan pusaka?” Dean tentu saja tidak berniat menyerah di tengah jalan. Ia harus tahu semuanya, secara lengkap dan jelas. Tanpa ada satu pun yang terlewat.
Pak Fero mengangguk. “Semuanya,” katanya singkat. “Sejak awal, aku sudah mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Helizar. Orang itu sengaja menggunakan kerusakan pusaka demi dendamnya. Aku sendiri tidak bisa membuatnya menyerah karena Onyx tidak memilihku. Tapi, kalian bisa. Buktinya, kalian menemukan sendiri bagaimana fungsi asli dari Onyx. Selain sebagai penangkal dan pelindung, Onyx juga sejatinya digunakan untuk menyegel kekuatan terlarang.”
“Seperti yang dilakukan Helizar,” celetuk Zeera.
“Tepat sekali,” kata Pak Fero. “Saat itu waktuku terbatas. Aku bisa meredam lonjakan energi pusaka, tapi hanya sebentar. Sementara pasangan pusaka tidak bisa kupasang sendiri karena sudah kucoba berkali-kali. Jadi, harapan terakhirku hanya kalian. Maafkan aku, Anak-anak.”
Mendengar penjelasan Pak Fero, Dean sedikit banyak mulai mengerti. Bagaimana keputusan harus diambil dengan mempertimbangkan banyak hal. Toh, di balik kesulitan yang mereka alami, ada banyak pelajaran yang bisa didapat.
“Persahabatan,” kata Zeera.
“Keluarga baru,” timpal Gayatri.
“Ketulusan.” Dean tidak mau kalah.
“Kepedulian,” celetuk Ares.
“Kepercayaan.” Ditutup oleh Sunni.
Mereka sama-sama tersenyum lega.
“Akhirnya, kalian tidak bingung lagi, kan?” tanya Pak Fero. “Sekali lagi, aku minta maaf karena banyak menyusahkan kalian. Tolong jangan menganggap apa yang aku lakukan adalah untuk membahayakan nyawa kalian. Meski terlihat seperti itu, tapi kalian adalah remaja yang benar-benar hebat. Terima kasih banyak. Katakan saja kalau kalian ingin ke Ansoncree, akan kubukakan portalnya. Sea pasti akan sangat senang kalian datang.”
Semuanya mengangguk mantap.
“Kalau begitu, apa arti Da Capo yang Bapak singgung tadi?” celetuk Gayatri.
Pak Fero tersenyum simpul, seolah memang menunggu pertanyaan itu muncul dari Dean dan keempat temannya.
“It all comes back where it start.”
TAMAT
15 November 2024
Terimakasih
-Ros-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top