31. Kembali Ke Tempat Semula

Gayatri

Gayatri tidak bisa menebak apa yang akan terjadi jika ia mengikuti ucapan Ares. Tanpa persiapan sebelumnya, tanpa pengetahuan, apalagi pengalaman. Ia diminta melakukan suatu tindakan yang lumayan mudah, tetapi penuh rintangan.

Seingatnya, ia masih berada di pelukan mama ketika tidur saat malam hari. Paginya, tentu saja bersiap-siap untuk pergi sekolah. Belajar dengan tekun dan pulang dengan wajah bahagia karena berhasil mendapat nilai terbaik di kelas. Namun, semua itu hanya ada dalam mimpinya saja. Kejadian nyata yang sedang berlangsung di depannya saat ini, jelas saja berbeda.

Cahaya putih tetap terpancar dari Onyx yang ia pegang dengan erat. Kesan yang ditimbulkan pun membuat tenang. Sayup-sayup terdengar kicau burung yang biasanya muncul saat pagi hari. Samar, terdengar pula rintik hujan yang dibarengi bau tanah basah. Gayatri terhanyut. Seolah-olah berada di surga.

“Bagus, Aya!”

Jika bukan karena seruan Ares yang menembus gendang telinganya, mungkin Gayatri akan tetap terlena dan lupa akan tujuan aslinya. Onyx ia tangkupkan di depan dada. Tercipta kabut dalam ruangan besar ini. Kedua mata Gayatri berbinar, ia mengedarkan pandangan. Begitu sampai di posisi Sunni, Zeera, dan Sea yang sedang termenung, barulah Gayatri menyadari satu hal. Bahwa Onyx yang mereka miliki juga muncul ke permukaan. Bedanya, Onyx milik mereka melayang tepat di depan dada, sama-sama menciptakan kabut putih yang segera menyatu dengan milik Gayatri.

“Kak Ares, Kak Dean, kalian bisa melepaskan orang itu sekarang.” Entahlah, Gayatri rasanya enggan menyebut nama Helizar lebih lama. Baginya, orang tidak berotak seperti Helizar benar-benar tidak seharusnya hidup di dunia. Apalagi, sampai memimpin suatu kaum. Toh, buktinya, kehancuran mulai menggerogoti nyawa setiap penduduk di Ansoncree.

“Tidak! Aku tidak akan kalah! Dendamku belum terbalaskan!” Helizar meronta dalam balutan kabut putih. Sekeliling mereka kini serupa negeri di atas awan yang begitu indah untuk dipandangi berlama-lama. “Kalian tidak akan bisa kembali! Ingat kata-kataku, tidak akan ada yang bisa menemukan pasangan asli dari pusaka Ansoncree!”

Gayatri melihatnya sedikit kasihan. Sosok pemimpin yang buruk itu tidak juga merasa bersalah. Padahal, Ares dan Dean tidak lagi menahannya, tidak pula terdapat borgol atau apa pun yang bisa membuatnya terbelenggu. Namun, Helizar seolah tercekat. Tubuhnya tampak kaku dan tidak bisa digerakkan. Hanya mulut dan kedua matanya saja yang bisa bergerak-gerak liar. Persis seperti orang gila.

“Ini balasan karena sudah menipu kami,” gumam Gayatri.

Baiklah, sudah cukup. Gayatri kembali mengucapkan kata-kata dalam hati. Harapan terbesar yang ingin ia capai sekaligus ia inginkan. Ketiga teman ceweknya pun seolah berhasil menguasai diri, mereka mendadak berdiri di samping Gayatri. Saling memberi kekuatan satu sama lain.

“Sebentar, Kak,” sela Sea. “Tolong tunda dulu apa yang mau Kak Aya lakukan. Ada yang harus aku katakan pada Tuan Helizar.”

Bagi Gayatri, permintaan seorang teman itu mutlak harus dipenuhi. Apalagi, jika itu permintaan yang tidak akan menjerumuskan mereka ke jurang seperti sebelumnya. Gayatri mengangguk, lantas berkata, “Sebentar aja, ya. Tetap dalam jarak aman.”

Anggukan Sea sudah cukup bagi Gayatri. Bahkan, Sunni yang terus memegang tangan Sea pun akhirnya luluh juga. Dalam jarak aman seperti kata Gayatri, Sea berdiri di depan Helizar yang sedang telungkup. Saat berjalan, langkah tertatihnya sudah cukup menjelaskan bahwa cengkeraman tangan Helizar pada Sea saat itu benar-benar membuatnya hampir kehilangan nyawa.

“Bukan ibuku yang mengkhianati Anda, Tuan.” Sea berkata pelan. Tubuh mungilnya seketika berjongkok, menyejajarkan posisinya dengan Helizar. “Andalah yang sebenarnya membuat ibuku memilih jalan berbeda. Yah, meskipun ibu memilih ayah bukan karena terpaksa, tapi aku harus mengatakan ini agar Anda tidak lagi menyalahkan ibuku.”

“Bohong!” sergah Helizar. “Kalau bukan karena ayahmu yang payah itu, kami pasti hidup bahagia sekarang! Tidak akan ada kamu yang kurang ajar! Pergi, pergi dari hadapanku! Dasar Bocah tidak tahu diri!”

Helizar meronta pun, Sea tetap tidak gentar. Cewek itu justru memilih berdiri. Namun, sebelum pergi dari hadapan Helizar yang sudah benar-benar kehilangan akal sehat, Sea kembali berbicara. “Aku sudah selesai mengatakan yang sebenarnya. Percaya atau tidak, itu terserah Anda. Yang pasti, ibu dan ayahku pun, tidak ingin Anda berakhir seperti ini. Tapi, itu pilihan Anda, kan? Jadi, selamat tinggal.”

“Kalian lihat saja! Aku akan membalas hingga kalian memohon sambil berlutut! Awas saja! Kalian akan—akh!”

Tepat setelahnya, Sea berbalik menghadap Gayatri. Mata mereka bertemu. Anggukan singkat yang Sea berikan, cukup jelas untuk diartikan sebagai kode bahwa penyelesaian harus mereka lakukan saat ini juga. Sedetik kemudian, keenam Onyx kembali bereaksi. Padahal, tidak ada yang memerintahkannya. Tidak pula ada yang bergerak secara sukarela.

Kabut putih yang sempat berubah transparan itu kini kembali lagi. Semakin banyak dan semakin memenuhi seluruh ruangan. Bukan hanya itu saja, teriakan yang Helizar keluarkan sungguh memilukan.

Kabut Onyx yang berwarna putih itu secepat kilat bergerak ke arah Helizar dan mengungkungnya. Kabut itu menyerap energi hitam milik Helizar secara perlahan. Mulutnya terbuka dengan bola mata yang dipaksa memelotot. Energi yang terasa pekat itu keluar dari mulutnya dan berbaur dengan kabut putih dari Onyx.

Perlahan tetapi pasti, Helizar benar-benar tamat dan tidak terlihat sosoknya bersamaan dengan hilangnya kabut putih dari Onyx. Suasanya seketika lengang. Hanya terdengar deru napas tidak beraturan yang diciptakan oleh Gayatri dan semua temannya.

Gayatri seketika jatuh terduduk. Selesai sudah perlawanan mereka. “Aku benar-benar capek,” katanya.

“Kamu berhasil, Aya!” Ares datang menghampiri. Dean juga mengikutinya dengan tenang. Senyum mereka merekah. Pertanda satu halangan berhasil terlewati.

“Kira-kira, ke mana perginya Helizar?” Zeera menatap lokasi lenyapnya Helizar. “Apa pusaka Ansoncree akhirnya benar-benar menyerap nyawanya?”

“Aku enggak tahu, Zee,” balas Gayatri. “Setahuku sebagai penangkal, pelindung, dan teleportasi, Onyx juga berfungsi bisa digunakan untuk menghentikan eksistensi terlarang.”

“Maksudnya?” Sunni ikut duduk di samping Gayatri. Rona wajahnya kembali, tidak lagi kesakitan berlebihan seperti sebelumnya.

“Ingat saat kita membaca buku tentang pusaka waktu di rumah Paman Hill?”

Semua mengangguk. Sepertinya ingatan itu tidak akan pernah dilupakan.

“Malamnya, ketika kalian tidur, aku membaca buku itu lagi sampai habis. Hasilnya, aku menemukan petunjuk soal pusaka itu. Memang pusaka itu memiliki pasangan, tetapi tidak ada yang tahu lokasinya,” sambung Gayatri lagi. “Tapi, ada satu fakta mengejutkan yang aku dapatkan. Bahwa Onyx ternyata memiliki fungsi lain yang sangat berkebalikan dengan yang selama ini kita tahu.”

“Ibarat hitam dan putih, benar?” celetuk Ares.

“Benar, Kak.” Gayatri melihat ke arah Ares. “Aku rasa, Helizar menggunakan fungsi hitam dari Onyx karena dendamnya sendiri. Onyx yang seperti itu hanya dapat dihentikan dengan kemurnian Onyx lain yang tidak terkontaminasi, seperti milik kita.”

Rasanya, baru kali ini Gayatri berani mengutarakan pikirannya secara terbuka. Tidak malu-malu lagi, tidak takut dihakimi. Ia bisa leluasa berbicara karena semua temannya adalah pendengar yang baik. Mereka tidak menyela berlebihan. Sebaliknya, dukungan penuh selalu diberikan untuk satu sama lain. Terbukti saat mereka memutuskan saling membantu dan kembali pada Sea.

Apalagi, diskusi singkatnya dengan Ares saat mereka terikat tadi, jelas merupakan suatu pencapaian yang baik.

“Tapi, di mana kita bisa menemukan pusaka yang asli?” tanya Dean dan Zeera bersamaan. Mereka saling pandang sejenak, lalu beralih lagi pada Gayatri.

“Kalimat keenam.”

Kalian mungkin akan kembali ke tempat semua.

***

1 November 2024

Terimakasih

-Ros-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top