21. Penyelamatan Dadakan

Sunni

Sungguh, mengapa jalan begitu sulit ketika tujuan sudah ada di depan mata? Apa karena seseorang yang berbicara dengan nada rendah nan mengintimidasi itu? Katanya, sekuat apa pun mereka berusaha mencari, kegagalan akan selalu menyertai. Bahkan, sampai tersiksa sekali pun.

Kecurigaan terhadap Sea yang sempat ada dalam pikiran mendadak sirna ketika melihat langsung bagaimana cewek itu terikat dengan tangan menggantung di sebuah tiang. Sea sedang tidak sadarkan diri. Jelas saja cewek itu tidak bisa memberontak, apalagi berusaha kabur.

“Sekarang kita harus apa?” tanya Sunni. Ia mulai merasa putus asa. Sama seperti Zeera, Gayatri, Ares, dan Dean, ia tampak sangat terpukul. Tentu saja, seorang teman sedang disandera sendirian, siapa yang tidak ikut terluka?

“Jangan sampai salah bergerak,” kata Ares dengan suara tertahan.

Ketua OSIS yang biasanya tidak mudah goyah itu kini terlihat kalut. Sunni melihatnya sebagai sesuatu yang jarang sekali ditunjukkan oleh sosok yang tampak kuat itu. Citranya selalu melindungi. Jadi, ketika Ares sendiri juga kebingungan, penopang rasanya tidak ada lagi.

Di depan sana, orang-orang pribumi tidak bergerak. Mereka hanya diam di sekeliling Sea, seperti semut yang mengerubungi gula. Sama seperti sebelumnya, orang-orang pribumi itu tampak marah. Meskipun tampak marah, mereka tidak agresif.

Suasana hutan saat malam semakin menambah kengerian di antara Sunni dan keempat temannya. Bagaimana pun, mereka harus menemukan cara untuk menyelamatkan Sea. Sunni bahkan sangat setuju dengan titah Ares barusan.

Jangan sampai salah bergerak.

“Onyx masih kalian genggam?” tanya Ares lagi.

Semua temannya mengangguk.

“Kapan pun kamu memberi perintah, kita siap.” Dean menunjukkan ekspresi serius. “Apa perlu kita sentuh mereka supaya hilang sekalian?”

“Jangan!” sergah Ares. Sunni, Gayatri, dan Zeera juga kompak mengatakannya.

“Kita enggak tahu apa yang akan terjadi kalau kita ceroboh. Mungkin dengan menyentuh mereka bisa menyelesaikan masalah secara singkat, tapi enggak ada jaminan mereka bisa hidup kembali,” kata Gayatri.

“Kalau mereka enggak bisa hidup kembali meskipun pusaka itu sudah ketemu, apa Kak Dean enggak mikirin bagaimana nasib Ansoncree ke depannya?” timpal Zeera.

Dean mengerang tertahan. “Sayangnya, kalian benar! Emangnya, siapa, sih, yang repot-repot berbuat begini hanya demi menghalangi kita cari pusaka?” katanya sambil berbicara dengan langit. “Kita cuma ingin pulang, loh!”

Sunni mengamati Dean lekat. Kata kakak kelasnya itu, tidak ada yang menunggunya pulang. Namun, sikapnya justru tampak berbanding terbalik dengan ucapannya.

“Dan perlu kalian ketahui.” Dean mulai bersiap. “Bukan urusan kita untuk mikirin nasib Ansoncree atau siapa pun yang ada di sini. Nasib kita sendiri aja enggak jelas. Jadi, stop mendahulukan kepentingan orang lain di atas kepentingan sendiri.”

Setelah mengucapkan itu, Dean langsung merangsek maju. Cowok itu mengabaikan panggilan semua temannya yang tidak bisa berbuat banyak untuk menahannya. Dean pergi sambil berlari melewati pohon Ek sekaligus dahannya yang panjang nan banyak. Seperti seorang ahli, Dean tidak terlihat kesulitan sedikit pun.

Sejalan dengan majunya Dean, orang-orang pribumi itu juga sama. Seolah merasa tertantang oleh cowok SMA bau kencur yang belum pernah melihat dunia luas. Mereka bergerak bersamaan. Bahkan, hampir saling bersentuhan jika saja tidak muncul tameng pelindung yang menyelubungi Dean. Saat menyentuh tameng itu, penduduk pribumi seketika terpental dan tidak sadarkan diri.

“Kalian harus coba!” teriak Dean di tengah keterkejutan karena berhasil membuat tameng dan mengetahui cara mengatasi orang-orang pribumi secara tidak sengaja.

Sunni melihatnya sebagai sesuatu yang patut dicontoh. Maksudnya, keberanian Dean dan sikap realistis cowok itu benar-benar dibutuhkan saat ini. Ia malah segera merangsek maju, meninggalkan ketiga temannya yang terlalu banyak perhitungan.

Sunni memejam sejenak. Dalam hatinya, ia bertekad ingin membuat tameng pelindung. Digenggamnya Onyx erat sekali, tidak peduli buku-buku jarinya memutih karena pasokan sel darah merah terhambat. Ia tetap bergerak.

“Kak, biar aku yang membebaskan Sea!” teriaknya tidak mau kalah. Tameng pelindung berhasil di buat. Ia sempat mengerling pada Dean sejenak sambil mengangkat jempolnya. Jika Dean berusaha menyingkirkan para penduduk pribumi yang menghalangi langkahnya, kini gilirannya yang pergi ke arah tiang tempat Sea digantung.

Misi penyelamatan itu begitu mendadak. Tanpa persiapan, tanpa perhitungan yang matang. Sunni hanya memiliki satu harapan dalam hatinya. Ia benar-benar berharap jika Sea tidak mati. Jangan sampai mati atau mereka tidak akan pernah bisa pulang.

Jika dipikir-pikir, Sunni tampak sangat egois. Ia menyelamatkan Sea hanya karena ingin pulang, bukan karena keharusan. Maksudnya, hukum sebab akibat itu nyata. Senyata kondisi Sea yang sangat memprihatinkan ketika tangannya terikat di tiang yang cukup tinggi.

“Kak, jangan pikirkan aku!” teriak Sunni saat dilihatnya Dean hendak membantu. “Tolong singkirkan orang-orang pribumi aja!”

Saat menuju ke tempat Sea digantung, Sunni juga sempat berpapasan dengan orang-orang pribumi. Sama seperti yang Dean lakukan, ia juga berani mendekatkan diri dengan orang-orang pribumi itu hingga mereka terpental dan tidak sadarkan diri.

Sunni jadi menyadari satu hal bahwa fungsi Onyx sebagai penangkal ternyata ampuh juga.

“Satu menit, Sunni!” Dean masih sibuk dengan orang-orang pribumi yang mengerubunginya. Sunni bisa melihat jika cowok itu berusaha mati-matian untuk tidak menyentuh mereka dengan tangan kosong.

Kini, giliran Sunni yang harus bergerak. Orang-orang pribumi di sekitarnya sudah pergi karena terkena tameng pelindungnya. Daerah di sekitar tempat Sea digantung pun sudah bersih. Hanya tersisa bagaimana caranya ia membuka ikatan di tangan Sea yang berada jauh di atasnya?

Sunni bahkan sampai loncat untuk menggapai tali di atasnya. Ketika ia hampir meraih tali itu, ternyata sudah didahului oleh Ares.

“Kak Ares!”

Ares mendengkus keras. “Kamu enggak mengira kalau aku akan diam aja, kan?”

Ditanya begitu, Sunni sedikit tersentak mundur. Ia sama sekali tidak punya pikiran seperti itu.

“Tepatnya, kami enggak akan diam aja dan melewatkan kesenangan.” Di akhir kalimatnya, Zeera mengerling, sementara Gayatri memberikan senyum lebar. Mereka berdua tampak menikmatinya. Setelah berkata begitu, mereka berbaur dengan Dean. Jumlah orang-orang pribumi itu ternyata lebih banyak daripada yang mereka kira.

Sunni mendadak terpaku. Ia salah besar jika mengira menyelamatkan Sea adalah karena hukum timbal balik. Padahal faktanya, semua temannya benar-benar bergerak melakukan misi penyelamatan murni karena ketulusan. Terlepas dari kecurigaan mereka terhadap Sea sebelumnya, membantu seorang teman adalah hal yang tidak perlu disertai alasannya, bukan?

“Kalian membuatku takut,” kata Sunni. Hatinya benar-benar lega ketika Ares berhasil membuka ikatan di tangan Sea.

“Makanya, kalau bertindak itu harus mikir panjang dulu.” Padahal Ares sedang menopang tubuh Sea yang terkulai lemas, tetapi cowok itu bisa-bisanya menyentil dahi Sunni seperti yang Dean lakukan padanya.

Sunni memberengut, tetapi tidak protes.

“Kita harus membawa Sea ke tempat yang aman dulu.” Ares berdiri sambil menggendong Sea di punggungnya. Kedua matanya bergerak ke segala arah, mencari tempat aman.

“Di patung dewa aja, Kak,” kata Sunni. “Orang-orang pribumi itu mungkin enggak bakal ke sana karena tempat itu sakral.”

Ares mengangguk setuju. Bersama dengan Sunni, mereka segera pergi dari tiang yang ternyata terbuat dari besi dan menuju patung dewa di belakang pohon Ek. Ares yang berjalan lebih dulu, Sunni mengikutinya. Dari belakang Ares, Sunni sedikit kagum kepada cowok itu karena sosoknya bukan hanya tampak kuat, tetapi benar-benar kuat. Baik fisik dan hatinya.

“Kamu tunggu di sini sama Sea.” Ares menurunkan Sea perlahan. Sunni mengangguk dan bersiap membantu.

Hanya, ketika Ares hendak kembali kepada ketiga teman mereka yang lain, ketiga teman mereka itu telah kembali. Napas mereka putus-putus. Tameng pelindung hilang, raut wajah mereka begitu lelah, dan Onyx telah melebur kembali.

“Udah selesai?” Ares tampak tidak percaya.

“Udah.” Dean mengangguk. “Omonganmu seperti enggak yakin kalau ternyata kami bisa membuat mereka terkapar secepat itu.”

“Kami berhasil bikin mereka enggak sadarkan diri, Kak.” Zeera akhirnya membuka suara. “Tapi, kami hanya bisa membiarkan mereka tetap pada posisi itu dan enggak berani menyentuh.”

Ares mengangguk. “Kalian udah melakukan hal yang benar.”

Mereka diam sejenak. Di depan sana, terdapat begitu banyak orang-orang pribumi yang tergeletak di sembarang tempat dan tidak sadarkan diri. Sunni dan keempat temannya jelas tidak bisa berbuat banyak karena tidak ingin membuat mereka menghilang. Jadi, tidak memedulikan mereka lebih jauh sepertinya adalah tindakan yang tepat.

Yang tersisa hanya Sea.

“Ngomong-ngomong, apa Sea baik-baik saja?”

Sunni hanya bisa menatap Gayatri tanpa bisa berbuat apa-apa.

***

21 Oktober 2024

Terimakasih

-Ros-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top