19. Kelima Pecahan Akhirnya Bersatu

Zeera

Sejak Onyx keluar dari tubuhnya, cewek berkulit sawo matang itu lebih banyak bicara. Zeera jadi merasa aneh sendiri. Menurutnya, Gayatri adalah tipe cewek pendiam yang sulit sekali diajak berbicara. Cewek itu lebih banyak berkomunikasi lewat matanya dari balik kacamata bingkai bulat. Namun, sekarang justru sebaliknya. Apakah begitu sifat asli para penyendiri ketika sudah merasa nyaman dengan lingkungan sekitarnya?

Entahlah, Zeera menaikturunkan bahunya sekilas.

“Kamu menyembunyikan sesuatu dari kami?” Zeera tidak bisa menutupi rasa penasarannya lagi. Selama enam belas tahun ia hidup dan bernapas, baru kali ini menemukan seorang teman yang benar-benar tidak dapat ditebak. Di awal sangat pendiam, tetapi sekarang justru sebaliknya.

“Kamu dan Kak Ares sekongkol?” tanya Zeera lagi. Pertanyaan sebelumnya belum terjawab, ia malah mendesak Gayatri lebih jauh.

“Enggak, kok,” kata Gayatri akhirnya. “Aku enggak sekongkol sama Kak Ares ataupun menyembunyikan sesuatu dari kalian. Aku sendiri malah enggak tahu bagaimana Kak Ares bisa nebak kalau aku sebenarnya bisa mengeluarkan Onyx.”

“Kak Ares tahu dari mana?” Kali ini Zeera bertanya pada Ares. Sudah ia bilang sebelumnya jika rasa penasarannya lebih tinggi daripada apa pun. Jadi, kalau hal itu belum terjawab, rasanya seperti ada yang kurang.

“Ya ... gitu,” jawab Ares asal. Zeera seketika mendengkus. Tidak Gayatri atau pun Ares, keduanya sama saja.

“Baiklah,” celetuk Sunni. “Kalau begitu, tolong ajari kami.”

“Jangan bilang kalau kamu enggak mau,” timpal Dean.

Zeera lantas mengarahkan pandangannya pada Dean. Kakak kelasnya yang selalu membuat kesal itu akhirnya luluh juga. Kalimat yang dikeluarkan tidak lagi berupa sindiran atau cibiran yang menyakiti hati. Nada bicaranya pun tidak sekasar sebelumnya. Zeera diam-diam tersenyum. Dean ternyata sudah berubah saat cowok itu minta maaf di tengah hutan sana.

“Sebenarnya enggak ada cara khusus.” Gayatri menegakkan punggungnya sambil bersila. “Waktu Sea mengeluarkan Onyx dari tubuhnya, aku mengamati bagaimana cara dia melakukannya. Saat itu, kan, Kak Dean sedang kesal dan ngotot mau pergi sendirian.”

Gayatri melirik Dean sejenak. Cowok itu pun tampak sedikit malu. Zeera melihat interaksi keduanya yang tampak lucu.

“Aku pikir, kalau aku mencoba sesuatu seperti yang dilakukan oleh Sea, Kak Dean akan percaya dan enggak berontak lagi.” Gayatri melanjutkan ucapannya. Cewek berkacamata bulat itu tersenyum kecil. “Hasilnya, seperti yang kalian semua tahu.”

Ada jeda sejenak di antara mereka. Mungkin sedang mencerna, mungkin juga tidak. Jujur, Zeera tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Dalam pikirannya hanya bagaimana caranya supaya Dean tidak berontak lagi. Karena itu, Zeera berusaha menahan bahu Dean saat cowok itu mencecar Sea dan menariknya kabur saat dikepung oleh orang-orang pribumi.

“Kapan Kak Ares sadar soal Aya?” Kali ini, Sunni yang bertanya.

Ares sedikit gelagapan ketika pertanyaan itu mendadak ditujukan padanya. “Eh, kapan, ya?” tanyanya pada diri sendiri. “Waktu Gayatri berhasil mengeluarkan Onyx dan membuat kita semua takjub. Percaya atau enggak, saat itu Gayatri malah tersenyum lega.”

“Jadi, begitu ceritanya.” Zeera manggut-manggut, mengerti. “Kalau begitu, kapan kamu akan mengajari kami, Aya?”

Gayatri tampak berpikir. “Sekarang mungkin bisa. Aku enggak tahu apa yang akan terjadi kalau kita menunda-nunda lebih lama. Mungkin akan—”

Kalimat Gayatri seketika terhenti. Pintu yang semula terkunci di belakang mereka, kini terbuka perlahan. Hal itu sukses membuat Zeeran dan keempat temannya melompat karena kaget. Kepanikan seketika melanda ketika pintu itu bergerak semakin terbuka. Bahkan, Ares yang ada di depan pintu dan Dean yang tampak berani pun juga menunjukkan ekspresi yang sama.

Sikap waspada langsung terpasang, seperti saat mereka bertemu Sea untuk pertama kalinya.

Masuklah!

“Kak, ada yang ngomong di telingaku.” Sunni seketika heboh. Bahkan, bukan hanya Sunni, melainkan semua temannya juga mengatakan hal yang sama. Ada yang berbicara di telinga mereka.

“Kita disuruh masuk, Kak.”Zeera menelan ludahnya susah payah. Mereka belum bisa mengeluarkan Onyx pun cara mengendalikannya, tetapi malah muncul masalah lain. Ansoncree ini tempat apa, sebenarnya?

“Kalau begitu, ayo masuk!” Ares berdiri. Cowok itu berada di posisi paling depan. Satu tangannya mengarah ke samping, seolah menjaga teman-temannya.

“Kita enggak akan pernah tahu apa yang ada di dalam sebelum mencobanya sendiri.” Dean tidak mau kalah. Cowok itu seketika berjalan dan berhenti di samping Ares. Pose keduanya sama. Sebelum masuk, mereka mengangguk bersamaan.

Akhirnya, mereka melangkah masuk. Meskipun dengan langkah pelan, tekad mereka tidak akan pernah luntur. Zeera sangat menyukai sikap optimis dari kedua cowok di kelompok ini. Mereka tidak ubahnya dengan pelindung yang selalu memastikan para cewek senantiasa aman.

Ares dan Dean masuk lebih dulu, diikuti oleh Zeera, Sunni, dan Gayatri di barisan belakang. Setelah semuanya berhasil masuk, pintu bambu mendadak menutup sendiri. Suaranya begitu keras hingga membuat mereka kembali terlonjak. Sedetik setelahnya, kegelapan benar-benar membuat mereka kesulitan melihat.

“Teman-teman!” Zeera merasa dejavu. Keadaan ini persis seperti saat mereka pertama kali menginjak tanah Ansoncree. Lebih tepatnya, terdampar di bangunan tua yang tidak memiliki pintu.

“Di sini!” Suara Ares begitu dekat.

“Benar-benar gila!” Dean mencibir.

“Aya, kamu masih bawa senter?” tanya Sunni.

Zeera mendesah lega ketika temannya ternyata masih bersamanya. Namun, tersisa satu orang yang tidak menyahut. Ada di mana Gayatri?

“Aya? Kamu di mana?” tanya Zeera. Ketakutan kembali hinggap di hatinya.

“Aya, tolong jangan bercanda!” Ares mulai tidak sabaran.

Tentu saja, suasanya gelap seperti ini, siapa orang yang bisa bergerak? Salah-salah nanti menginjak kaki teman, terantuk kayu, atau malah kembali terdampar ke tempat antah-berantah.

Hanya, ketakutan mereka seketika sirna saat muncul cahaya putih dari sosok yang diduga kuat adalah Gayatri. Cewek itu diam saja sejak tadi karena berusaha mengeluarkan Onyx. Cahaya putihnya benar-benar terang dan berhasil membuat kegelapan tidak lagi menakutkan.

“Kalian, cobalah!” Onyx masih melayang di depan dada Gayatri.

Melihat hal itu, Zeera lantas memejam. Meskipun tidak tahu caranya, ia tetap menanamkan dalam hati jika dirinya sangat ingin mengeluarkan Onyx. Alhasil, tidak membutuhkan waktu lama. Onyx milik Zeera keluar juga. Cahayanya dan milik Gayatri menyatu, membuat keadaan semakin terang.

Sejalan dengan itu, ketiga temannya yang lain pun ikut mencoba. Meski membutuhkan waktu lama, mereka akhirnya berhasil. Ternyata, tidak sesulit seperti yang diucapkan oleh Sea. Tidak membutuhkan latihan hampir seratus kali, tidak membutuhkan banyak tenaga. Justru keadaan mendesaklah yang bisa menjadi pemicunya.

Setelah kelima Onyx berhasil keluar, batu bercahaya putih itu melayang membentuk suatu formasi di atas sana. Semua mata kontan merasa takjub. Onyx mendadak menyatu dan terbentuklah Onyx yang benar-benar utuh. Setelahnya, batu itu justru membelah diri menjadi lima. Bukan berupa pecahan, melainkan batu berbentuk bulat sempurna dan kembali kepada pemiliknya masing-masing.

“Dahsyat sekali,” celetuk Zeera kagum. Manik matanya berbinar. Begitu pun dengan semua temannya. Mereka menerima Onyx dengan tangan membentuk mangkuk. Kini, satu hambatan akhirnya terselesaikan.

“Akhirnya kita bisa kembali ke pohon Ek.” Sunni tampak bahagia.

“Kalian berlima!” Mendadak, terdengar seseorang berbicara entah dari mana. Suaranya berat nan terasa mengintimidasi. Suara itu bukan milik Sea ataupun milik Pak Fero, benar-benar asing. “Cobalah untuk terus menemukan apa yang kalian cari itu. Berusahalah dengan keras dan tersiksalah karena jalan pulang benar-benar tertutup.”

Di akhir kalimatnya, orang itu tertawa keras sekali. Sejenis ejekan yang terasa jahat.

Zeera saling pandang dengan semua temannya. Apa lagi yang akan terjadi kali ini?

***

19 Oktober 2024

Terimakasih

-Ros-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top