30. Senja Sendiri


Endank Soekamti (covered by Umimma Khusna)-Sampai Jumpa

Adriana sengaja menunggu di depan pintu meski dia tahu password apartemen. Dia melirik jam di tangan, kakaknya itu seharusnya sudah pulang. Lift berdenting dan Regan keluar dari sana. Dia segera tersenyum lebar dan mengangkat plastik besar di tangannya. Dibalas dengan senyum sama lebarnya.

"Udah makan malam, Mas?"

Regan menempelkan keycard, menggeleng. "Belum. Kamu bawa apa tuh?"

"Makanan sisa di restoran." Adriana nyengir.

"Tega ya kamu." Meski dia tahu adiknya hanya bercanda.

Begitu pintu terbuka, Adriana masuk lebih dulu. Menuju dapur sementara Regan menuju kamarnya, bergegas mandi.

Adriana sudah menyiapkan makan malam di meja ketika Regan mandi kilat dan keluar dengan wajah yang lebih segar. Seharian ini dia di lapangan, mengecek proyek. Muncul di kantor hanya untuk setor muka dan menanggapi beberapa fans-nya yang baru bubar ketika Anto mulai rese.

"Siapa cowok yang di story kamu?"

Adriana tersedak.

"Mesra banget."

Tersedak lagi. Dia buru-buru meraih gelas.

"Pacar kamu?"

Adriana yang masih terbatuk-batuk, menggeleng kuat-kuat. "Bukan, Mas, bukan. Jangan nuduh dulu."

"Kok mesra gitu?"

"Dia cuma senior di kampus dulu, terus nggak sengaja ketemu di nikahan temenku kemarin."

"Oh, jadi siapa namanya?"

"Nggak penting, Mas. Udah jangan dibahas lagi. Aku kecolongan karena yang upload di story bukan aku, tapi temenku yang jail."

"Dri-"

"Ih, serius bukan pacarku!"

"Bukannya kamu sukanya sama Ari, ya?"

Adriana menganga terkejut. Lalu tergagap. "Si-siapa yang bilang?!"

"Bukan, ya? Cuma mau bilang kalau Ari udah ada calon istri."

"Gitu, ya? Ya syukur. Sayang kalau orang sebaik Mas Ari tapi masih single. Seakan-akan para perempuan bego nggak bisa lihat lelaki baik." Ini Adriana secara tidak sadar juga menyindir kakaknya.

"Nggak patah hati, nih?"

"Mas nyindir diri sendiri?"

Sedetik. Dua detik. Regan sadar maksud adiknya, lalu tertawa hambar.

Meletakkan sendoknya, Adriana melipat kedua tangan di atas meja. "Mas, aku boleh tanya?"

"Ya tanya aja, kenapa pake izin dulu."

"Mas kenapa terlihat baik-baik aja setelah Kak Ody pergi?"

Regan tersenyum. "Ya emang harus gimana?"

"Seriusan nggak apa-apa? Kak Ody emang pulangnya kapan?"

"Nggak tahu."

"Terus rencana Mas setelah ini?"

"Di sini, nggak ke mana-mana." Regan menjawab diplomatis.

Adriana memilih diam, tidak bertanya lagi. Mungkin kakaknya malas ditanya-tanya seperti itu. Meski dia sudah penasaran akut. Terhitung sudah dua minggu sejak Ody pergi, kakaknya tidak mengalami gejala frustrasi apalagi dilanda rindu. Kakaknya itu bersikap biasa. Bisa tersenyum dan tertawa tanpa beban. Menjalani hari-hari dengan normal.

"Minggu kamu sibuk?"

"Minggu aku nyungsep di kamar, pacaran sama Oppa."

Regan mendecak sebal.

"Emang mau ngajak ke mana?"

"Pergi sama Kiki juga sih. Asal kalian nggak berantem aja."

"Kalau itu nggak bisa janji."

"Kiki aslinya baik banget, Dek."

"Ya terus?"

"Mas lebih ikhlas kamu sama dia daripada sama lelaki yang nggak jelas."

Adriana manyun maksimal. Regan sadar jika topik ini menyebalkan untuk adiknya. Dia pasti terkesan kakak yang overprotective dan diktator. Masalah asmara, dia hanya ingin Adriana mendapat lelaki yang baik.

"Lelaki baik masih banyak kok. Nggak cuma teman-temanmu aja, Mas."

"Iya, iya." Daripada adiknya semakin manyun.

***

"Aku udah jalan ke depan. Kamu di mana? Oh, di dekat kasir dua belas? Bentar, aku samperin ke situ."

Gita melangkah lebih cepat setelah mematikan sambungan. Siang tadi, dia menghubungi Regan. Hari ini mama berulangtahun, meski bukan perayaan yang mewah, dia ingin Regan datang. Mama bilang malam ini akan memasak spesial.

"Oh, pacarnya ini toh? Pantes aja Pak Zaka ditolak. Pantes." Salah seorang karyawati terkikik begitu melihat Gita datang. Dia tadi sempat membatin siapa gerangan lelaki tampan yang tiba-tiba berdiri di dekat meja kasir. Bahkan memindai barcode belanjaan sambil melirik berkali-kali sampai rasanya mau juling. Yang dilirik padahal melamun-tidak peduli.

Mengabaikan godaan salah satu bawahannya, Gita melambaikan tangan dan segera menarik Regan dari sana. Dia tidak minta dijemput, tidak bisa menolak ketika Regan memaksa untuk menjemput. Karena kebetulan Gita tidak membawa mobil.

"Masih sakit?"

"Oh, ini. Udah nggak, tapi masih tetep harus minum obat. Mana pil semua."

Gita tertawa. "Aku aja yang nyetir."

"Nggak usah." Regan menyalakan mesin mobil. Meninggalkan halaman parkir di samping supermarket. "Mau mampir beli apa gitu?"

"Kalau ada toko kue, berhenti aja."

Regan mengangguk. Menepikan mobilnya ketika melihat salah satu toko kue yang tak pernah sepi pengunjung dan membiarkan Gita turun, memilih sendiri kue untuk mamanya.

Sampai di rumah, ketika membuka pintu mobil, Gita menganga tidak percaya. Dia nyaris tersandung dua kali.

Dewi yang menyambut kepulangan anaknya, terkekeh geli. "Hadiah dari Regan buat Mama."

Gita menoleh tak percaya ke Regan. Lalu kembali ke mamanya. "Kok bisa? Kapan? Aku tadi berangkat belum begini."

Sekarang, yang ada di depannya adalah hamparan taman mini yang penuh dengan mawar merah yang disusun seperti undakan anak tangga. Potnya terbuat dari bambu-bambu yang dilubangi. Ditata begitu cantiknya. Bagaimana mungkin? Sementara Regan menjemputnya masih lengkap dengan seragam kantor. Atau memang dasarnya Gita yang luput menyadari kalau Regan memang tidak membawa ransel dan ada noda tanah di lengan bajunya.

"Gimana? Kok malah bengong? Bagus banget, ya? Regan semua yang nata ini. Mama cuma bantu dikit."

Gita bahkan masih bengong ketika sudah duduk di meja makan. Regan menyalakan api di dua lilin di atas kue. Bukan nyanyian, melainkan sebuah doa yang dibatinkan masing-masing.

Suara tawa Mama terdengar renyah setelah menerima colekan di pipi dengan krim kue. Regan menerima balasan yang sama. Keduanya tertawa. Mama terlihat begitu bahagia. Gita tanpa sadar ikut tersenyum. Dan deraian tawa lelaki itu mengisi separuh dunianya. Membuatnya kian tersesat dalam delusi yang tak berujung.

Lelaki itu selalu ada ketika dia butuh. Kapan pun. Dalam situasi terburuk sekali pun. Menjadi orang pertama yang datang-mengulurkan tangan. Hingga diam-diam dia selalu bergantung padanya. Terbiasa dengan kehadirannya. Senang melihat wajahnya yang teduh. Lalu, mulai merasa kehilangan ketika tidak bertemu dengannya dalam waktu yang lama.

Apakah ... apakah ini perasaan yang wajar?

***

Seperti anak kecil, Adriana sedang membuat istana pasir dengan bantuan Kiki. Nice try. Keduanya terlihat sama-sama seperti anak kecil. Apalagi ketika terjangan ombak menggulung istana pasir itu. Regan tidak tertarik bergabung. Apa serunya membuat istana pasir yang butuh hanya beberapa detik untuk disapu ombak?

Mereka tiba di vila milik Kiki siang tadi. Melihat-lihat lahan kosong di sebelah vila. Regan sempat mengira-ngira ukuran dan harga yang sesuai. Namun dia tetap membutuhkan bantuan Kiki untuk bernego dengan maminya.

"Kakak lo nggak asik." Kiki menoleh sebentar sebelum membalik isi ember. Entah cetakan ke berapa. Dia memang sedang gabut makanya sukarela bergabung dengan Adriana membuat istana pasir. Lebih baik begini daripada ikut bengong di samping Regan.

Adriana menoleh juga. Menyipitkan mata. Lalu manggut-manggut, sepakat dengan Kiki. "Kayaknya bakal gitu sampai sunset nanti."

"Cowok di story lo siapa sih?" Kiki membanting topik bersamaan dengan ombak yang datang.

"Apa sih?" Adriana mendelik kesal. Dasar kepo.

"Kurang jelas pertanyaan gue?"

"Kenapa sih kepo?"

"Ini nggak kepo. Tapi konfirmasi aja. Daripada gue menduga yang iya-iya, 'kan?"

"Kenapa semua mesti ributin hal itu? Nggak mama-papa, Mas Regan, sekarang Mas Kiki."

"Ributin gimana? Jelas-jelas kita peduli."

"Peduli sama kepo itu beda tipis."
Kiki mendecak. "Jadi siapa?"

"Senior di kampus."

"Kok kalian bisa couplean gitu bajunya?"

"Nggak sengaja!" Apa perlu dia menjelaskan semuanya?

"Mana mungkin?" Kiki belum percaya.

"Iya, sengaja."

"Hah? Jangan labil. Sengaja apa nggak sengaja?!"

"Maunya dijawab gimana?! Sengaja, salah. Nggak sengaja, juga salah!"

Dari tempatnya duduk, Regan tertawa pelan mendengar samar perdebatan Kiki dengan adiknya. Dia tahu topik semingguan ini tak jauh-jauh dari sosok lelaki di story Adriana. Regan kalau sedang tidak malas ribut, tentu dia akan memaksa bertemu dengan lelaki yang katanya senior di kampus itu. Memastikan sendiri jenis hubungan apa yang terjadi antara mereka. Tapi dia sedang malas ribut dengan siapa pun.

Menjelang senja, Adriana yang sebadan kotor dengan pasir memilih meninggalkan tepian pantai. Wajahnya terlihat berbinar dan tidak ada tanda-tanda merajuk. Padahal sejak tadi dia mendengar perdebatan tidak penting berkedok istana pasir itu. Badannya sudah lengket dan dia pamit ke vila untuk mandi.

Kiki yang tak jauh berbeda dengan Adriana, menghempaskan tubuhnya di sebelah Regan.

"Udah puas debat sama dia?"

"Nggak lagi-lagi. Ngeselin asli." Kiki merebahkan punggungnya di pasir. "Tapi seriusan 'kan yang di story cuma senior aja?"

"Mungkin iya."

"Mungkin iya gimana? Jangan ambigu."

"Udah tahu namanya?"

"Boro-boro. Dia yang ada malah ngajak tebak-tebakan masakan. Ya kali gue ke pantai main kuis milyader temanya masakan nusantara."

Regan tertawa. Kiki bangkit dari rebahan. "Gue mandi dulu. Sunset habis gue ajak ke sebelah."

"Ke mana?"

Kiki sempat diam. Lalu senyum terbit di wajahnya. "Nyusul Ody."

"Nggak lucu."

"Udah dua minggu ya? Apa kabar hati lo?" Itu pertanyaan retoris. Regan tidak perlu menjawabnya.

Mengerti jika pertanyaannya hanya menguap di udara, Kiki beranjak dari sana. Membiarkan sahabatnya membuang resah, mengadu pada ombak, menitipkan rindu pada kawanan burung dan sebagainya. Kiki sadar diri, kali ini Regan tidak bisa dihibur dengan apa pun.

Regan memang di sini, merasakan angin berembus menenangkan. Menatap semburat cantik di langit barat. Raganya ada di sini, tapi tidak dengan hatinya yang compang-camping menahan rindu.

Kembali pada usahanya untuk membujuk rindu, yang tidak pernah bisa dibujuk.

Baru dua minggu, tapi dia sudah merindukan Ody dan segala yang ada pada perempuan itu.

Regan tersenyum pada langit jingga, seakan awan berbaik hati menjadi kanvas yang melukiskan wajah yang dia rindukan di sana.

***

Apa kabar, gaes?
Alhamdulillah aku baik.
Tapi minggu ini gak bisa double update lagi :(

Sabtu, 06/04/2019

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top