2. Dangle
Dangle :
Mencoba menarik hati seseorang dengan menawarkan sesuatu / janji-janji
∞
Dua minggu, usia kematian Ron baru menginjak selama itu. Tapi sehari saja tanpanya aku seolah kehilangan arah. Ada lubang yang menyesakan bila melihat nama sahabatku itu terukir di batu nisan. Duniaku serasa berhenti.
"Hei, Nak!" sapa seorang bapak tua dari belakang tempatku bersimpuh. Suaranya berat, tipikal kebapakan yang hobi berceramah sambil terbatuk-batuk. Kontan aku menoleh.
Ia adalah bapak tua dengan topi fedora menutupi rambut yang sudah berubah warna, putih pucat. Matanya dipasangkan kacamata hitam ala-ala mafia. Serta janggut dan kumis yang lebat menyembunyikan bibirnya hingga segaris tipis.
Ia duduk santai di nisan orang dengan satu kaki menopang di kaki lain. Tanpa terganggu olehku yang mendeliknya tajam penuh kewaspadaan.
Aku tidak yakin dia memanggilku, detik dimana aku menoleh, bapak tua itu sedang asyik mengetik layar ponsel. Bisa saja ia sedang berinteraksi dengan seseorang di balik layar, misalnya.
"Apa dia temanmu?" Bapak itu menunjuk nisan bertuliskan Ronnie Shelman. Rupanya benar ia bicara padaku. Ponsel ia masukkan ke saku coat bagian dalam dadanya. Arah wajahnya jelas tertuju padaku, tidak tahu dengan matanya sebab kacamata hitam sempurna menyembunyikan.
Bapak tua itu berjalan menghampiri. Cara jalannya payah, ia menyeret kaki kirinya dan sedikit gemetar saat menginjak tanah. Aku memperhatikannya tiap detik demi detik. Bapak tua itu berdehem.
"Apa dia temanmu yang berharga?" katanya lagi.
"Apa maksud anda bertanya itu?" Entah kenapa aku tersinggung. Padahal kuyakin pak tua ini tidak ada maksud buruk.
"Aku punya penawaran yang mungkin akan kau suka," tawarnya. "Percaya atau tidak, aku bisa menghidupkan orang mati. Kalau kau mau, aku bisa menghidupkan temanmu."
"Jangan bercanda! Mana ada keajaiban seperti itu. Kalau anda mengira aku gila karena kehilangan teman, anda salah. Aku memang bersedih, tapi aku tidak bodoh."
"Justru karena aku menganggapmu tidak bodoh makanya kutawari hal ini."
Gila, jangan percaya padanya. Batinku terus-terusan mengatakan itu. Bahkan ketika aku bangun dari tanah, batinku makin menjerit.
"Berhenti bercanda, aku tidak percaya dengan orang asing," jelasku membuat bibir si pak tua tertarik ke atas. Dari senyumnya barusan aku merasakan ada sedikit bau familiar, seperti pernah mengenalnya. Entah dimana.
"Apa menurutmu ini terdengar seperti lelucon?" suara beratnya berhasil membuatku terdiam. "Anggap saja aku adalah pengharapanmu, sesuatu yang hidup dari doa-doa yang kau panjatkan di depan makam temanmu. Kau tentu ingin temanmu itu hidup, kan. Karena itulah kau tidak beranjak sedikitpun dari makamnya."
Apa orang ini memperhatikanku? Apa dia bisa membaca pikiranku?
"He he, jangan berpikir macam-macam. Aku hanya pak tua yang bisa menghidupkan orang mati."
"..."
Aku benar, dia bisa membaca pikiran.
"Apa yang akan terjadi kalau aku menyetujui tawaranmu?" Sedikit negosiasi ada baiknya. Lagipula siapa yang tidak tergiur untuk menghidupkan orang mati. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan Ron. Dia porosku.
"Tidak banyak yang terjadi, hanya ... kau harus bermain dalam game buatanku."
"Game?"
"Aku tahu kau tipe pria yang senang mendapatkan sesuatu dengan mudah. Tapi aku menantangmu di permainan sederhana buatanku. Disana kau tinggal mencari temanmu di dunia yang kubuat, setelah itu menemukan pohon bercahaya dan membawa temanmu ke pohon itu. Mudah bukan, temanmu bisa hidup lagi, dan kau bisa sedikit bermain dalam game. Bukankah seorang pria memang menyukai macam-macam permainan."
"Bagiku itu tidak terdengar mudah."
"Belum juga dimulai kau sudah merajuk. Apa kau benar-benar ingin temanmu hidup?"
Pak tua itu tersenyum. Seringai tawanya menyiratkan banyak kegelapan yang membuat aku bergidik ketakutan. Ia adalah sosok kuat dengan aroma jahat di dalamnya.
"Apa yang akan terjadi kalau aku tidak berhasil?"
"Kau sangat pesimis--" bapak tua itu terkekeh. "--kalau tidak berhasil artinya kau mati."
"Mati yang seperti apa maksudmu?"
"Mati ... mati seperti temanmu ini." Ia menunjuk nisan Ronnie.
"Lalu bagaimana temanku bisa hidup kalau aku mati?"
"Ini taruhannya. Kau harus terus hidup dan membawa temanmu. Biasanya seperti itu cara main game kebanyakan, kan. Datangi tempat musuh, hiduplah terus, lalu temukan tawanan, dan Game Won, ha ha ha!"
"Huh, ini sangat tidak masuk akal. Sialan!"
Aku memang selalu ahli dalam hal mengumpat. Kutinggalkan bapak tua gila di belakangku. Si gila itu tidak berhenti, malah mengatakan kalimatnya dengan lantang.
"Jadi kau menolak tawaranku?" suaranya berhasil membuyarkan nalar. Ini pertama kalinya ada pergolakan dalam kepalaku, antara percaya atau tidak percaya. "Kau tinggal pilih, menerima tawaranku dan pegang tanganku, atau ... pergi dari sini dan kau tahu konsekuensinya. Ini tawaran sekali seumur hidup."
Nah, apa yang akan kau lakukan kalau kau jadi aku, Ron? Apa kau akan mempercayai si tua ini dan memainkan game tidak jelas itu, atau ... kau akan lari?
Benar juga, kalau dia jadi aku, dia tidak akan lari. Prinsip konyolnya selalu melekat dalam ingatan. "Pria sejati tidak akan mempermalukan dirinya dengan melarikan diri."
Aku berbalik. Si bapak tua itu merebahkan tangannya dengan senyum simpul. Ia pasti sudah menduga sikapku ini. Dia, kan, bisa membaca pikiran.
"Jadi kau menerimanya?" pak tua memperjelas.
"Dengar, aku tidak tahu game apa yang anda maksud. Apa itu akan membahayakan? Apa sesuatu yang bisa membuatku mudah mati? Apa menyakitkan?"
"Ha ha ha ... kau terlalu mudah merajuk, Zeds!"
"Sialan, kau bahkan tahu namaku?" Aku lupa kalau pak tua ini sakti. Masalah nama pastilah seperti menghisap jempol baginya.
"Sudahlah, berikan tangan kananmu!"
"Aku ini kidal! Haruskan tangan kanan?"
"Berikan tangan kananmu!"
"..."
Aku merasakan ada yang aneh saat tangannya memegangku. Bermula dari kaki, semuanya meremang seperti ada aliran listrik tapi aku tak kesakitan atau terganggu karenanya. Merambah naik ke betis, lutut, paha. Terus naik sampai aku sendiri lupa menarik napas dengan benar saking cepatnya. Aliran listrik itu hampir menenggelamkan dan buatku sesak napas.
Kini separuh wajahku tertutup aliran listrik hingga yang dapat bergerak hanya mata juga kekhawatirannya.
Pak tua itu menyaksikan dengan seringai ambigu. Seterusnya hingga aku benar-benar hilang dan gelap merajang. Aku menghilang dengan bias yang aku sendiri tak mengenalnya.
Sesuatu yang aneh menarik dan memilinku hingga aku berteriak dengan sangat keras dalam kegelapan.
Aaaaakkkhhhh!
∞
Jangan lupa like dan komen kalau kamu suka.
Story ini update setiap rabu dan sabtu.
Pastikan kamu datang lagi di waktu tersebut.
Hope you like it 😉
∞
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top