Part 29 (END)
Yuza perlahan membuka matanya, ia terbangun karena mendengar kicauan burung dari luar jendela. Saat itu juga ia mendapati Kei sedang berdiri di sampingnya.
"Kei, ya? Aku tidak melihatmu beberapa hari ini, kau ke mana saja?" tanya Yuza sambil mencoba untuk duduk.
Sudah tiga hari sejak Yuza dirawat di rumah sakit. Luka yang disebabkan memang tidak sampai menewaskan Yuza karena tidak mengenai organ vital di dalam tubuhnya, tapi tetap saja luka tusukan itu cukup dalam dan mengharuskan ia untuk dirawat di rumah sakit sampai benar-benar sembuh, dan selama itu juga Kei tidak datang untuk melihatnya. Hari inilah pertama kalinya Yuza melihat Kei selama di rumah sakit.
"Aku menemui Ayahku dan semua arwah yang berhubungan dengan kejadian ini." Jawab Kei kepada Yuza.
"Jadi, bagaimana?"
“Mereka tidak menyimpan dendam kepada kamu maupun adikmu. Sebenarnya mereka juga menyimpan penyesalan setelah kematian mereka, mereka menyesal karena ikut menyalahkanmu dan menganggapmu kutukan, baik itu nenek Yamada dan para penduduk lain di tempat tinggalmu.”
Yuza tersenyum simpul, ia merasa senang ketika mendengar pernyataan Kei tentang arwah-arwah yang ada hubungannya dengan kasusnya. Selama ini Yuza selalu khawatir jika mereka dendam kepadanya, tapi setelah mendengar penjelasan Kei, Yuza dapat sedikit lebih tenang.
“Nenek Yamada, anak-anak di panti asuhan, pelayan di rumahmu, dan para penduduk, mereka sudah tenang sekarang. Namun, ada beberapa arwah yang sepertinya harus kamu sendiri yang menemuinya.”
“Pasti... orang tuaku, 'kan?” tebak Yuza, dan hanya dibalas senyuman oleh Kei yang menandakan tebakan sahabatnya itu memang benar.
"Yuu, sebenarnya—" sebelum Kei melanjutkan perkataannya mereka sudah dikejutkan oleh seseorang yang mengetuk pintu ruangan Yuza.
Orang itu kemudian perlahan membuka pintu ruangan Yuza. Ketika pintu terbuka, terlihat seorang wanita paruh baya. Wanita itu kemudian mulai mendorong kursi roda yang ada di sampingnya. Yuza tersenyum saat melihat siapa yang duduk di kursi roda itu, begitupun sebaliknya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Takao sambil tersenyum ke arah Yuza. "Maaf baru menjengukmu sekarang."
"Tidak, tidak apa-apa, lagi pula kau juga sedang sakit. Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu, Takao?"
"Aku baik-baik saja, lagipula dokter sudah mengizinkanku pulang hari ini."
"Baguslah kalau begitu." Balas Yuza ikut merasa senang akan Takao.
"Mungkin karena ibuku seorang dokter, jadi ibuku diizinkan merawatku di rumah." Ucap Takao sambil tersenyum ke arah wanita yang tadi mendorong kursi rodanya. Yuza juga melihat ke arah wanita itu, wajahnya tampak tidak asing.
"Oh iya, Yuza, kenalkan ini ibuku. Ibu, ini Yuza, sahabatku."
'Pantas saja tidak asing, ia sangat mirip dengan Takao.' Pikir Yuza.
"Selamat pagi, saya Matsumo Emiko, Ibunya Takao. Takao sudah menceritakan semuanya. Terimakasih sudah menjaga anakku, Akiyama-kun." Ucap wanita itu sambil setengah membungkuk, membuat Yuza merasa tidak enak.
"E-eh iya, saya juga berterimakasih, Matsumoto-san sudah banyak membantu saya." Jawab Yuza.
Sedetik kemudian terdengar dering ponsel, dan ternyata itu adalah ponsel milik nyonya Matsumoto.
"Ini dari Ayahmu, Ibu tinggal sebentar ya, Takao, Akiyama-kun." Wanita itu pun keluar meninggalkan Takao dan Yuza.
Sempat hening beberapa menit sampai Yuza memberanikan diri untuk bertanya.
“Semuanya baik-baik saja, Takao? Maksudku... keluargamu?” tanya Yuza terdengar ragu. Ia merasa tidak enak jika menanyakan tentang privasi seorang seperti itu, tapi di saat yang sama dia juga merasa khawatir pada Takao.
Mendengar pertanyaan itu Takao langsung tersenyum. “Semuanya baik-baik saja. Entah ini sebuah keajaiban dari mana, tapi orang tuaku tidak pernah bertengkar lagi soal hak asuhku. Hubungan mereka sekarang lebih baik dari sebelumnya. Walaupun kenyataan mereka telah bercerai tidak dapat diubah lagi, setidaknya aku bisa merasa tenang sekarang.”
“Baguslah, aku ikut berbahagia untuk itu.” Balas Yuza sembari ikut tersenyum lega. “Ngomong-ngomong, apa ada sesuatu yang belum aku tahu? Soalnya aku tidak pernah diizinkan keluar sudah 3 hari ini?” tanya Yuza lagi.
"Haruna tidak menjelaskan apa-apa padamu?"
"Bagaimana caranya aku bertanya kalau setiap dia datang kesini hanya menangis terus." Balas Yuza sedikit kesal, tapi tetap tertawa kecil, diikuti Takao.
“Aku bisa mengerti apa yang dirasakan Haruna karena telah melakukan hal yang bodoh.” Balas Takao. "Jadi, kau mau bertanya tentang apa, Yuza?"
"Aku ingin tahu soal adikku.”
“Soal itu aku tidak tahu lebih jelasnya bagaimana. Kalau yang aku dan Haruna dengar dari Ayahku, Vin sama sekali belum membuka suaranya, dia hanya terus bertanya soal keadaanmu. Mungkin harus kau sendiri yang datang menanyainya.” Yuza hanya diam mendengarnya, ia tidak tahu apa yang dapat ia katakan untuk menanggapi penjelasan Takao.
Takao kemudian menatap wajah Yuza serius sehingga membuat Yuza otomatis ikut menatapnya serius.
Dengan suaranya yang sengaja dipelankan, Takao mulai berbicara kepada Yuza. “Vin mungkin akan mendapatkan hukuman yang sangat berat, dalam kemungkinan terburuknya dia akan mendapat hukuman mati atas apa yang ia lakukan.”
Mendengar itu Yuza seketika bergidik ngeri. Ia tahu hukuman itu mungkin saja didapatkan Vin, tapi membayangkan bagaimana adiknya harus kehilangan nyawa di depannya, itu terlalu menakutkan.
“Yuza, aku sempat membahas soal ini dengan Haruna dan Yamada-san, untuk sekarang kami sepakat tidak akan mmberikan informasi apa pun ke polisi, kami menunggu keputusan darimu. Sekarang, semua tergantung padamu, Yuza. Kau mau menyelamatkan adikmu atau tidak?”
Kata-kata Takao bagaikan sebuah harapan bagi Yuza. Benar adanya bahwa Yuza mengingingkan adiknya selamat, dia ingin Vin terus berada di sisinya, dia tidak ingin dipisahkan lagi dengan Vin.
Tapi, bukankah itu terlalu egois?
Jika Yuza kembali memikirkan perasaan Takao, Haruna, dan Yamada-san yang kehilangan orang yang mereka sayang, ditambah lagi perasaan Fujita Mito, dan arwah-arwah lain yang harus kehilangan nyawa mereka karena adiknya, tentunya pilihan Yuza yang ingin menyelamatkan Vin terlalu egois.
“Tapi, kenapa?” tanya Yuza merasa tidak berhak menerima semua kebaikan dari Takao, Haruna, dan Yamada Souta.
Takao lalu meraih bahu Yuza pelan, refleks membuat Yuza menatapnya. Takao kemudian tersenyum hangat kepada Yuza.
“Aku pikir, kau dan adikmu pasti punya banyak hal yang harus kalian selesaikan. Lagi pula kami juga tahu Yuza, kau sangat menyayangi adikmu, jadi kau berhak bertanggung jawab untuk menariknya kembali ke jalan yang benar. Semua orang selalu punya kesempatan kedua, ‘kan?”
Sekali lagi, kata-kata Takao mampu membuat Yuza tersentuh. Jika ada hal lain yang harus disyukuri Yuza di dunia ini adalah dengan kedatangan Takao di hidupnya. Ia selalu menginginkan sahabat, tapi tidak pernah terbayang olehnya bisa bertemu orang sebaik Takao.
Yuza lalu melihat Kei yang sejak tadi memperhatikannya dari sudut ruangan. Dilihatnya Kei tersenyum padanya sambil berkata, “tidak apa Yuu, mereka semua sudah menerima kematian mereka, kamu tidak perlu khawatir akan apa-apa lagi. Mulai sekarang, kamu sudah bebas menentukan pilihan hidup kamu, jadi jangan sampai salah memilih.”
Mendengar itu akhirnya Yuza berhasil menentukan pilihannya. “Takao, aku ingin menyelamatkan adikku.”
Takao tersenyum saat melihat Yuza yang sungguh-sungguh mengatakan keinginannya. “Kalau begitu tenang saja, kita bersama-sama akan menyelamatkannya.”
Takao lalu mengambil sebuah catatan dan pulpen di atas meja di samping Yuza, lalu Takao menuliskan sesuatu. Itu adalah sebuah alamat kantor polisi. "Adikmu untuk sementara ada di sini."
"Terimakasih Takao, ini sangat membantu, setelah aku diizinkan pulang aku pasti akan mengunjunginya." Balas Yuza sembari mengambil catatan yang ditulis Takao untuknya.
"Kalau begitu kau harus cepat sembuh." Ucap Takao menyemangati Yuza.
Setelah berpamitan pada Yuza, Takao dan ibunya pun pergi dan meninggalkan Yuza dengan Kei yang dari awal memang tidak dapat mereka lihat.
"Oh iya, tadi ada yang ingin kau katakan, Kei?" tanya Yuza sambil melihat ke arah Kei yang saat ini sudah berada di sampingnya lagi..
"Soal itu..." Kei tampak ragu untuk mengatakannya.
"Oh iya benar juga, kau mau ikut denganku, ‘kan? Setelah diizinkan pulang aku akan mengunjungi adik—"
"Aku harus pergi, Yuu." Ucap Kei tiba-tiba membuat Yuza terdiam.
"Pergi? Kemana?" tanya Yuza dengan mulut yang bergetar.
"Sekarang kamu sudah memiliki sahabat dan tidak ada lagi yang akan menjauhimu lagi sekarang. Aku pikir sudah saatnya aku untuk pergi."
"Ta-tapi... Kei kan sahabatku juga, Kei selalu menemaniku bertahun-tahun, bahkan saat semua orang menjauhiku, Kei selalu ada untukku, aku tidak... aku tidak ingin kau pergi, Kei..." tanpa sadar Yuza mulai menangis.
Kei selalu ada untuknya, jika bukan karena Kei, Yuza tidak mungkin masih hidup. Kapan saja ia dapat mengakhiri nyawanya jika tanpa kehadiran sosok Kei di sampingnya, tapi karena Kei selalu menemaninya dalam kesepiannya, ia dapat sedikit lebih tenang di saat-saat terpuruknya.
"Aku mohon... jangan tinggalkan aku... aku mohon Kei..." Yuza terus memohon pada Kei.
"Aku adalah orang yang jahat, Yuza tidak pantas memanggilku sahabat, selama ini aku mengetahui semuanya, tapi selalu merahasiakannya. Aku selalu beralasan agar aku tidak ikut campur dengan masalah kalian, aku membiarkan kamu tersiksa bertahun-tahun.” Ungkap Kei dengan rasa penyesalannya.
"Kei hanya tidak ingin aku menangis, ‘kan? Saat itu, ketika aku mengetahui kebenarannya tentang Vin, aku sangat ingin mengakhiri hidupku. Jika bukan karena memikirkan perjuangan Haruna dan Takao, aku pasti sudah tidak ada." jelas Yuza pada Kei.
"Aku tahu Kei, kau merahasiakannya karena tidak ingin aku melakukannya, ‘kan?" Kei hanya menunduk saat mendengar pertanyaan Yuza.
Seperti yang dikatakan Yuza, Kei tidak mau itu terjadi, ia sangat mengenal Yuza, ia tahu kalau Yuza sangat menyayangi adiknya.
Walaupun memang Kei tidak berhak mengatakannya kepada Yuza karena Kei hanyalah sesosok arwah, tapi itu bukanlah halangan utama kenapa Kei terus merahasiakannya.
Semua itu karena Kei tahu Yuza akan menyakiti dirinya sendiri saat mengetahui Vin adalah pelaku yang mereka cari. Kei tidak mau itu, karena itulah dia tetap diam dan menyuruh siapa saja yang mengetahui kebenarannya untuk tetap diam.
"Maafkan aku." ucap Kei pelan, sangat pelan tapi masih terdengar di telinga Yuza.
"Tidak perlu minta maaf, Kei. Sebenarnya akulah yang harus meminta maaf, karena selama ini selalu menyusahkanmu." Yuza mencoba menenangkan Kei.
"Tapi Yuu, aku tetap harus pergi..." sekali lagi Yuza harus merasa dadanya seperti dipukul, membuat sekujur tubuhnya gemetar.
"Kenapa? Kenapa tetap ingin pergi? Apa aku terlalu menyusahkanmu? Apa... apa aku..." Yuza benar-benar tidak siap untuk menghadapi sebuah perpisahan, terlebih perpisahan dengan Kei.
"Yuu, aku harus pergi, di sini bukan tempatku..."
Mendengar itu Yuza terdiam, benar juga apa yang dikatakan Kei. Kei dan Yuza berbeda, dunia tempat Yuza tinggal berbeda dengan tempat di mana seharusnya Kei berada. Yuza tidak bisa memaksanya untuk tetap tinggal. Walaupun sangat sakit, ia tetap harus merelakan Kei pergi.
"Yuu?" panggil Kei saat melihat Yuza yang saat ini membisu.
"Maafkan aku Kei, aku benar-benar egois, maafkan aku, aku hanya tidak siap jika harus berpisah dengamu..."
"Tidak, ini adalah salahku karena mengatakannya tiba-tiba... jadi, apa Yuza mengizinkanku untuk pergi?"
"Tidak ada alasan untukku menahanmu lagi, terimakasih untuk semuanya, terimakasih sudah mau menjadi sahabatku, terimakasih sudah mau menjagaku, aku tidak akan melupakanmu, tidak akan pernah. Terimakasih Kei, sahabatku."
Kei perlahan menghilang seperti angin yang berhembus, ia menghilang dengan senyuman yang terukir di wajahnya. Senyuman tulus Kei yang untuk terakhir kalinya dilihat Yuza.
Setelah Kei sudah benar-benar menghilang dari sisinya, saat itu juga Yuza mulai menangis kuat. Tangisan yang tidak dapat dimengerti oleh siapa pun kecuali Yuza sendiri.
***
Setelah beberapa hari, akhirnya Yuza diizinkan untuk pulang sejak keadaannya sudah lebih membaik. Hari itu juga ia langsung mengunjungi alamat yang dituliskan Takao untuk bertemu dengan Vin.
Di sana Yuza tidak langsung bertemu dengan Vin. Sebelum itu ia sempat dimintai keterangan oleh polisi. Sesuai kesepakatan, Yuza hanya memberikan informasi terkait Vin yang melukai Takao dan Haruna serta bagaimana Vin yang selalu menguntit dirinya.
Tentu saja polisi di kantor itu tidak ada yang mau berbicara dengan Yuza karena mereka takut, jadi mereka menugaskan salah satu anak buah Ayahnya Takao yang berasal dari kantor pusat.
Orang itu pun juga mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi di antara Vin dan Yuza. Oleh karena itu setelah ia menginterogasi Yuza ia menyempatkan dirinya untuk bertanya lebih lanjut kepada Yuza saat mereka berada di luar ruangan.
“Kau yakin tidak mau memberikan keterangan yang sebenarnya? Kalau begini kau akan tetap dianggap kutukan, soal hukuman adikmu mungkin akan cukup berat, tapi aku dan Tuan Matsumoto tetap akan berusaha untuk meringankan hukumannya.”
“Tidak perlu, ini adalah tanggung jawab saya sebagai seorang kakak. Saya tidak mau adik saya lebih tersiksa dari ini. Tidak apa jika terus dianggap kutukan dan dijauhi semua orang. Lagi pula ada beberapa orang yang sudah bersedia menerima saya, itu sudah lebih dari cukup."
Setelah berbicara dengan Polisi itu cukup lama, Yuza pun pamit pergi untuk menemui adiknya.
Yuza dituntun masuk ke dalam sebuah ruangan khusus untuk menjenguk para tahanan. Vin ditahan dengan kasus pencurian, penculikan, dan penggunaan senjata tajam.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Yuza mengawali pembicaraan.
"Aku baik-baik saja, bagaimana dengamu, kak?"
"Aku juga baik-baik saja... aku sangat merindukanmu..,"
"Aku juga, maafkan aku kak, selama ini aku membuatmu tersiksa..."
"Bagiku tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat adikku baik-baik saja..." Vin tersenyum saat mendengarnya, kakaknya yang sama sekali tidak berubah.
"Terimakasih sudah mau memaafkanku kak. Aku sudah mendengar hukuman seperti apa yang akan mereka berikan padaku, mungkin aku akan sedikit lama menetap di sini, mereka juga akan sesekali membawaku ke psikolog untuk mengotrol kejiwaanku." ucap Vin sambil tersenyum miris.
"Kalau begitu aku akan selalu datang untuk mengunjungimu, Vin. Saat waktunya tiba untuk keluar, kau harus langsung menemui kami, aku, Takao dan Haruna akan terus menunggumu." Ujar Yuza terdengar bersamangat.
Mendengar itu Vin hanya menunduk, ia sangat menyesal dengan perbuatannya, jangankan menemui mereka, bahkan melihat wajah mereka saja dia sudah merasa tidak pantas.
"Ada apa? Apa kau berpikir mereka akan membencimu?" tanya Yuza saat melihat Vin yang menunduk, tapi Vin tetap diam. "Mereka tidak seperti itu, aku sangat mengenal mereka." Ucap Yuza tegas.
Vin lalu menatap kakaknya, mencoba memastikan bagaimana ekspresi Yuza yang saat ini sedang meyakinkannya.
Kemudian, Vin tersenyum dan menyetujuinya.
"Lalu bagaimana dengan Kei? Dia yang selalu menemanimu, kan? Aku boleh bertemu dengannya? Aku ingin berterimakasih padanya." Tanya Vin penasaran, dan itu berhasil membuat dada Yuza terasa sesak karena kembali mengingat saat-saat terakhir ia melihat Kei.
"Sayang seklai Vin, Kei sudah terlanjur pergi, dan dia... tidak akan kembali lagi." Yuza menjawabnya pertanyaan Vin dengan suara yang lirih.
"Begitu ya..." terlihat penyesalan dimata Vin karena tidak sempat berterimakasih lebih dulu pada sahabat kecil kakaknya itu.
Beberapa menit kemudian mereka terus berbicara, baik itu tentang mengenang masa lalu ataupun berkhayal masa depan mereka setelah Vin bebas nanti Setelah pertemuan yang terbilang singkat itu, Yuza lalu berjanji akan terus mengunjungi Vin.
***
Setelah menemui Vin, Yuza kembali datang ke rumahnya dulu untuk bertemu dengan kedua orang tuanya. Dia merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka beristirahat dengan tenang.
Saat ini, Yuza tengah berdiri di depan sebuah pintu yang sudah tidak berbentuk lagi, dan butuh waktu singkat untuknya menghancurkan pintu itu dengan menendangnya. Setelah pintu itu hancur, Yuza dengan perlahan mulai melangkah masuk
Baru saja Yuza masuk ia sudah disambut dengan bayangan dua orang dewasa yang sangat ia sayangi. Tanpa ia sadari, air mata mulai membasahi wajahnya.
"Ayah... Ibu...." gumam Yuza terdengar sendu. Sesaat setelah Yuza berguman, angin tiba-tiba berhembus ke arahnya. Saat itulah dua bayangan itu langsung berbalik menatap Yuza.
Menyadari itu, senyum tipis mulai terukir di wajah Yuza, diiringi tangisannya, ia berkata, "Aku pulang."
Dua orang itu adalah arwah orang tua Yuza. Mereka sudah duduk di sana selama tiga tahun. Mereka hanya duduk diam di dalam ruangan itu. Menyesali semua perbuatan mereka selama mereka masih hidup. Mereka tidak pernah tenang. Mereka melihat ke arah Yuza dengan tatapan penyesalan. Mulut mereka terlihat bergerak seperti ingin mengucapkan sesuatu.
'Maafkan Kami'
"Iya... aku sudah memaafkan semuanya, kalian bisa tenang sekaran." Ucap Yuza kepada kedua orang tuanya.
Mereka berdua lalu tersenyum ke arah Yuza, dan kemudian menghilang bersamaan dengan hembusan angin sesaat setelah mereka mengucapkan 'Terimakasih'.
Saat itulah Yuza kembali dibuat menangis sejadi-jadinya. Bagaimana pun perlakuan kedua orang tuanya, bagi Yuza mereka tetaplah orang-orang hebat yang mau melahirkannya ke dunia ini, merekalah yang selalu mengajarkan Yuza apa itu kehidupan.
Apa pun yang mereka lakukan pada Yuza, Yuza tetap menyayangi mereka sebagai kedua orang tuanya.
***
Yuza mulai masuk sekolah lagi, tidak banyak yang berbeda dari sebelumnya, ia masih sering dijauhi orang-orang di sekolahnya. Tentunya kali ini Yuza dapat merasa lebih lega karena ada Haruna dan Takao yang mau berbicara dengannya.
Bagi Yuza mereka berdua sudah lebih dari cukup. Dia tidak perlu bersusah payah meyakinkan orang lain agar mau dekat dengannya. Yuza yakin cepat atau lambat akan datang waktunya dimana mereka mau menghargai Yuza, jadi tidak perlu terburu-buru.
Hari itu terasa cukup menyenangkan bagi Yuza, Takao, dan Haruna karena mereka dapat bertemu kembali setelah sekian lama. Selama beberapa hari sebelumnya Yuza harus dirawat di rumah sakit, Takao dirawat di rumah Ibunya, dan Haruna harus menjalani beberapa terapi untuk memulihkan mentalnya.
Namun, hari itu tidak sepenuhnya menyenangkan karena mereka harus menjalani hukuman untuk menggantikan jumlah hari membolos mereka.
Sebenarnya, kepolisian sudah menjelaskan kepada pihak sekolah alasan mereka tidak masuk karena ada penguntit yang dapat membahayakan nyawa mereka, tapi karena kasus itu diminta untuk disembunyikan jadi pihak sekolah tetap menghukum mereka agar murid-murid dan para guru yang tidak tahu masalahnya tidak curiga.
Untuk itu mereka harus mengerjakan setumpuk tugas yang diberikan pihak sekolah. Namun, Yuza tidaklah sepintar Takao dan Haruna, jadi dia tidak sempat menyelesaikan tugas-tugas itu, dan ia harus menjalani hukuman dengan mengangkat ember dan berdiri di depan kelas.
Tapi, saat itu bukan hanya Yuza yang menjalani hukumannya, ada Takao dan Haruna yang ikut berdiri di sampingnya.
"Jadi, kenapa kalian berdua ada disini?" tanya Yuza sedikit kesal ketika melihat mereka berdua ikut menjalani hukuman padahal sudah mengerjakan tugas.
"Padahal semalam aku tidak tidur untuk mengerjakan tugasnya, tapi Haruna mengambilnya dan merobeknya..." jelas Takao yang sudah sangat kesal.
"Haruna, bisa kau jelaskan?" tanya Yuza menyelidik.
"Heheh... habisnya kan kita sahabat..." jawab Haruna.
"Ha? Sejak kapan kita sahabat, huh? Lagi pula kau merobek tugasku karena tugasmu ketinggalan di rumah, ‘kan? Kau pikir aku tidak tahu itu?"
Haruna kemudian memalingkan pandangannya dari Takao dan mengalihkan pembicaraan, "Yuza, apa kau tidak apa? Memangnya luka mu sudah sembuh ya?" tanya Haruna yang masih merasa bersalah pada Yuza.
"Tenang saja, ember yang aku pegang tidak seberat punya kalian, ini ember kosong." Jelas Yuza sambil terkikik pada kedua sahabatnya.
"Hm.. sebenarnya aku juga kosong." Tambah Takao sambil mengejek haruna.
Takao dan Yuza baru saja keluar dari rumah sakit, para guru pasti memikirkannya dan memberikan sedikit keringanan untuk mereka.
"Sial! Kukira kita bertiga sahabat." Teriak Haruna kesal.
"Oh iya, Haruna! Jangan mengalihkan pembicaraan, dasar perempuan cengeng! Ayo ngaku, kau merobek tugasku karena tugasmu tertinggal, 'kan?" pekik Takao kesal.
"Ha? Apa katamu tadi?" jawab Haruna tidak mau kalah.
Dan hari itu pun dihabiskan oleh Haruna dan Takao yang terus-terusan bertengkar. Yuza hanya terus tertawa melihat tingkah kedua sahabatnya itu.
***
Dengan ini ‘Kutukan Yuza’ akhirnya berakhir. Walaupun ia tidak mampu membuat semua orang mempercayainya, tetap saja ia berterimakasih karena masih dipertemukan dengan adiknya dan dua sahabat yang mau mengaggapnya.
Yuza mempelajari sesuatu, walaupun ia harus berpisah dari sahabat kecilnya, walaupun ia harus mengetahui fakta menyakitkan tentang adiknya, walaupun selama bertahun-tahun ia harus hidup seperti sampah yang terbuang, ia tetap menerimanya, karena dengan menerima kenyataan itu, dia akhirnya dapat mengetahui jalan dan cara untuk keluar dari nasib buruknya.
###
Yey, khirnya selesai juga ceritanya.
Thanks buat kalian yang setia mau baca sampai part terakhir ini, thanks buat kalian yang selalu vote cerita ini, thanks buat kalian yang selalu ninggalin komentar untuk cerita ini.
Aku berharap endingnya ngga mengecewakan buat kalian ya, moga aja, amin:))
Oh iya, mumpung ini udah part akhir dari 'Curse Yuza' aku mau ngasih tahu sesuatu.
Untuk cerita ini sebenarnya aku terinspirasi dari sebuah anime yang judulnya 'Divine Gate'
Kalau kalian yang pernah nonton pasti bisa ngerasain sedikit persamaannya Yuza sama Aoto dan Kei ama anak kecil yang selalu ngikutin si Aoto, dan juga adik kembarnya si Aoto yang ngebunuh orang tua mereka sama Vin, yah walaupun memang motifnya beda.
Dan juga buat chennran thanks banget untuk fanartnya yaa ^^
❤❤❤
Oke, sekian dari saya, arigatou gozaimasu~~~
+++
Oh iya, mau numpang promosi juga, kalo ada waktu mampir ya ke work aku yang satunya, judulnya 'Another Side'
Kategori : Paranormal
Yamazaki Reina, seorang yang memiliki masa lalu yang kelam. Kematian adiknya membuat sisi lain dari dalam dirinya keluar, merubah ia menjadi seperti iblis. dan Yuki, dialah penyebab dari semua itu, dialah iblis yang sesungguhnya.
Yuki berjanji akan melepaskan Reina jika Reina menang, tapi jika usianya mencapai 18 tahun dan Reina tidak juga menang, Yuki akan memakan jiwanya.
Kemenangan seperti apa yang di maksudkan oleh Yuki?
Apakah Yuki akan benar-benar melepaskan Reina?
*Sebelum kalian baca ceritanya, saya cmn mau ngejelasin sedikit, kalau si karakter utama itu ngebuat perjanjian ama seorang badut yang bernama Yuki. Karakter utama minta waktunya di reset atau di kembaliin. Nah, si Yuki ngundurin waktunya sampai 5 tahun, dengan syarat jiwanya Reina akan jadi miliknya.
Cerita ini bakal ngebahas sisi lain dari para karakternya, oleh karena itu judulnya aku taruh 'Another Side'
Genrenya Paranormal, mungkin bakal sedikit di masukin Mystery/Thriller nya, selamat membaca ya minna, semoga kalian suka^^
Terimakasih untuk semuanya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top