Part 25
Takao datang kembali sambil membawa segelas air minum, kemudian memberikannya pada Haruna. Haruna langsung mengambilnya dan meneguk air itu dengan tergesa-gesa.
“Minumnya pelan-pelan saja, Haruna. Tenangkan dirimu.” Ucap Yuza sembari mengelus pelan punggung Haruna untuk menenangkannya.
Beberapa menit mereka menunggu Haruna sampai ia benar-benar tenang dan bersedia untuk menceritakan mimpinya.
"Pembunuh itu, aku akhirnya mengingat wajahnya dengan jelas sekarang. Dia selalu datang di mimpiku, tapi untuk kali ini wajahnya yang disinari cahaya bulan benar-benar terlihat jelas.”
Haruna menjelaskannya dengan tangan yang masih terlihat gemetar, sekali pun dia sudah mencoba menenangkan dirinya, masih ada sedikit ketakutan yang tersisa di dalam pikirannya.
“Mungkin karena sebelum ini kau selalu menolak fakta bahwa itu semua tidak disebabkan oleh kutukan yang dibawa Yuza, jadi kau tidak bisa melihatnya dengan jelas. Tapi sekarang, kau sudah menerimanya, kau percaya pada Yuza sekarang, jadi Haruna..,”
Takao mengambil tempat untuk duduk di samping Haruna, menatap matanya dalam. “Kau tidak perlu takut lagi, ceritakan semuanya, kita sekarang percaya kepadamu, dan kita pasti akan menangkap pelaku bersama-sama.”
Apa yang dikatakan Takao berhasil membujuk Haruna. Haruna yang sejak tadi terus gemetar ketakutan akhirnya dapat menenangkan dirinya secara penuh. Dia menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya, dan mulai bercerita tentang ingatannya di malam itu.
Di malam itu, saat Haruna dan Rin berada di dapur, mereka tiba-tiba mencium bau hangus seperti ada kebakaran. Ketika mereka menyadari kebakaran itu dari lantai dua, mereka samar-sama melihat bayangan seorang pria dari luar jendela. Bayangan itu terlihat mengangkat seorang anak kecil.
Di satu titik Haruna dapat melihat dengan jelas wajah orang itu ketika cahaya bulan menyinarinya. Dia adalah seorang pria yang memakai jaket berwarna biru tua, memiliki fitur wajah pria Jepang pada umumnya, dan dia terlihat rapih.
Pria itu memiliki tubuh yang kekar, tingginya sekitar 184 cm. Saat itu yang dilihat Haruna bukanlah sebuah wajah yang dipenuhi amarah atau kebencian, juga bukan wajah licik seperti para psikopat di film-film yang tertawa saat melihat korbannya menderita. Jauh dari bayangan Haruna selama ini, pria itu justru terlihat sedih, dan seakan menyesal dengan semua perbuatannya.
Tapi, kenapa ia tetap melakukannya?
Setelah selesai mendengar penjelasan dari Haruna, Takao meminta dia kembali untuk tidur, begitu pun dengan Yuza yang masih demam. Haruna sempat menawarkan diri untuk menggambar sketsa wajah si pelaku, tapi Takao memintanya untuk mengurungkan niatnya dulu sampai Haruna selesai beristirahat. Ia cukup khawatir dengan keadaan Haruna jika terlalu dipaksakan.
Setelah Haruna dan Yuza berdua kembali tidur, Takao pun melanjutkan aktivitasnya yang tadi, yaitu tetap terjaga sambil menonton acara komedi yang sama sekali tidak menarik perhatiannya. Perhatiannya justru tertuju pada penjelasan Haruna tadi.
Suatu keanehan dimana ada seorang pembunuh yang telah menghabisi banyak nyawa, tapi masih bisa menunjukkan wajah menyesal.
Apa karena kewarasannya yang sudah terganggu? Atau karena dia terpaksa melakukan semua itu? Apa mungkin pria yang dimaksud Haruna melakukan semua ini karena dia dikendalikan seseorang? Tapi, Siapa?
Di tambah lagi dia menyelamatkan Yuza. Alasan Yuza selalu terbangun di luar TKP yaitu karena ada seseorang yang selalu mengangkatnya, tapi kenapa dia sampai susah payah melakukan itu? Apa hubungan pria itu dengan Yuza?
Terlalu banyak pertanyaan yang menghantui isi kepala Takao. Ia ingin berhenti memikirkannya walau pun hanya sejenak, tapi tidak bisa.
Merasa putus asa, Takao pun mengganti channel TV dari komedi menjadi channel yang menayangkan acara horor. Takao tahu dia benci hal-hal seperti itu, tapi hanya itulah satu-satunya cara agar Takao berhenti memikirkan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya.
Malam itu pun dihabiskan Takao dengan menonton film horor.
***
Pagi pun tiba— atau lebih tepatnya sudah mau masuk siang hari, saat ini mereka sedang memakan makanan yang baru saja dimasak Takao.
Saat makan Yuza terus memperhatikan wajah Takao yang tampak sangat kelelahan. Bahkan setelah mereka membiarkan Takao beristirahat beberapa jam, wajah Takao masih terlihat kelelahan.
“Takao? Kau sakit ya?” tanya Yuza khawatir.
Takao hanya menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Tidak, aku cuman kebanyakan nonton film horor semalam.”
Mendengar itu Haruna langsung tertawa. “Hahaha... Kamu kan penakut, ngapain nonton yang kayak gitu? Mau uji nyali?”
Takao memutar bola matanya kesal. Dia ingin membantah Haruna, tapi tidak mungkin ia mengatakan kepada Haruna bahwa alasan dia menonton film horor adalah karena cerita Haruna tentang si pelaku yang membuat dirinya terus kepikiran.
Ketika mereka selesai makan dan mulai membersihkan piring, ponsel Haruna tiba-tiba berdering menandakan panggilan masuk. Ketika ia melihat layar ponselnya, Haruna pun menyadari itu adalah panggilan dari detektif yang semalam mereka hubungi untuk menanyai kasus anak hilang 17 tahun yang lalu.
Dengan sigap Haruna langsung menyerahkan ponsel itu kepada Takao, dan Takao segera mengangkatnya.
Cukup lama Takao berbicara dengan detektif itu, sedangkan Haruna dan Yuza di belakangnya terus menunggu dengan wajah yang cemas. Tepat setelah Takao memutuskan panggilan itu dia langsung menuju ke arah Yuza dan Haruna.
“Haruna bagaimana sketsa pelakunya?” tanya Takao langsung kepada Haruna.
“Masih setengah, biar kulanjutkan dulu secepatnya.” Haruna melompat ke kamarnya dan mengambil kertas dan pensil untuk melanjutkan gambarannya yang sudah setengah jalan— dia mulai menggambar ketika Takao tertidur.
"Ada apa, Takao?" Yuza yang sejak tadi terlihat cemas.
"Aku baru dapat informasi kalau mayat yang ditemukan di makam Akiyama Vin adalah mayat dari seorang anak kecil dengan penyebab kematiannya adalah kehabisan oksigen dan terdapat luka di sekujur tubuhnya karena benda tumpul dan kepalanya yang terbentur sesuatu yang keras, dan lagi tidak ada tanda-tanda bahwa mayat itu mati karena kebakaran.”
Yuza langsung kaget ketika mendengarkan penjelasan Takao. "Apa artinya, itu adalah mayat Kei dan adikku, Vin masih hidup?"
“Iya, tapi ni hanya hasil analisis singkat dari pakar osteologi yang mereka panggil ke makam adikmu, penelitian masih akan dilakukan lebih lanjut, tapi untuk sekarang kita harus memegang fakta ini untuk menangkap pelakunya.”
Yuza tertunduk, ia mendengar penjelasan Takao tapi tidak benar-benar memikirkannya. Yang ada di pikiran Yuza saat ini hanya Vin. Itu artinya ada kemungkinan Vin masih hidup, tapi dia juga takut jika adiknya saat ini sedang berada di tangan pelaku.
'Vin, bertahanlah sebentar lagi, aku pasti akan menyelamatkanmu.'
***
Setelah beberapa menit, akhirnya Haruna selesai menggambar sketsa wajah pelaku dan langsung memperlihatkannya kepada Yuza dan Takao.
“Aku hanya menggambar detail yang aku ingat saat kejadian di malam itu, aku tidak tahu bagaimana wajahnya sekarang, tapi semoga ini dapat membantu."
"Tidak apa, setidaknya kita punya gambarannya, terimakasih Haruna." Balas Takao sembari mengambil gambar yang diserahkan Haruna padanya.
Saat Takao membalikkan gambar itu, Yuza terlihat sangat kaget. Matanya membulat seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Tidak mungkin, kau pasti salah, cepat gambar lagi!" perintah Yuza pada Haruna.
Haruna dan Takao terlihat bingung dengan reaksi Yuza yang tampak marah pada Haruna karena gambar itu.
"Aku tidak mungkin salah!" bentak Haruna tidak mau kalah.
"TIDAK!! KAU PASTI SALAH!! DIA ITU ORANG YANG BAIK!" teriak Yuza masih teguh dengan pendiriannya.
"Yuza, kau mengenalnya?" tanya Takao memastikan perkataan Yuza barusan.
"Tentu saja! Aku tidak mungkin melupakannya, Yamada-san, orang yang selalu aku ceritakan pada kalian. Dia selalu membantuku dan memberikanku makanan yang layak saat aku dikurung, dia adalah orang yang baik, tidak mungkin melakukan semua ini!" Jelas Yuza yang masih tidak percaya dengan ingatan Haruna.
Sementara Yuza dan Haruna berdebat, Takao tetap diam. Dia kembali memutar ingatannya, mencoba mencari sesuatu yang dapat ia hubungkan dengan hal yang sementara mereka perdebatkan. Sekali lagi Takao melihat sketsa wajah yang digambar Haruna.
Wajah itu tidak asing, Takao yakin akan itu. Namun, dia tidak ingat pasti kapan dan dimana dia pernah bertemu dengan orang yang memiliki wajah itu. Takao sejenak memejamkan matanya, mencoba sekali lagi tenggelam dalam pikirannya, menggali setiap ingatan yang ada di kepalanya.
'Yamada.. Yamada.. Yamada..,'
”Yamada Souta... apa itu nama lengkapya?” tanya Takao tepat setelah dia mengingat satu nama.
Yuza langsung menatap Takao. “Bagaimana kau mengetahuinya? Aku saja sudah lupa nama lengkapnya.”
“Jadi, apa itu benar nama lengkapnya?” tanya Takao sekali lagi dan dibalas anggukan oleh Yuza.
“Berarti dia masih hidup.”
“Apa maksudmu?” tanya Yuza yang bingung. “Yamada-san tidak mungkin masih hidup, rumahnya sudah terbakar, aku bahkan bertemu dengan arwah neneknya, kita semua bertemu dengan beliau, kalian juga ada di sana, ‘kan?”
“Iya Yuza, tentu saja aku tidak akan melupakan itu.” Jawab Takao membenarkan pernyataan Yuza.
“Lalu bagaimana mungkin kau mengatakan dia masih hidup?” tanya Yuza meminta penjelasan.
Takao lalu mengambil ponsel Haruna dan mengetik ‘Yamada Souta’ di pencarian google. Setelah dia mendapatkan apa yang dia cari, Takao langsung menunjukkan itu kepada Yuza.
“Dia Yamada Souta, pria berusia diatas 25 tahun yang sekitar 2 tahun lalu ditangkap polisi karena ia adalah salah satu pecandu narkoba. Dia ditangkap di Tokyo, lebih tepatnya ditangkap oleh bawahan Ayahku, jadi aku tahu beberapa informasi tentangnya.”
Yuza tetap mendengarkan penjelasan Takao sambil terus membanca berita yang ada di layar ponsel Haruna.
“Dia tidak dipenjarakan karena dia bukan termasuk pengedar, justru dia mengaku dipaksa mengonsumsi obat-obatan itu oleh seseorang. Yamada Souta sempat menjalani rehabilitas, seingatku rehabilitasnya berjalan hampir 2 tahun."
Yuza masih diam mendengarkan penjelasan Takao. Dia ingin membantah, tapi fakta menunjukkan sebaliknya. Bagaimana mungkin seseorang yang sudah dia anggap malaikatnya ternyata telah mengambil jalan yang salah.
Sekali pun itu semua benar, kenapa orang yang selalu memperlakukan Yuza dengan baik justru membuat Yuza hidup dalam kesengsaraan selama bertahun-tahun?
"Yuza, apa dia adalah orang yang sangat baik padamu? Apa menurutmu dia menyayangimu?" tanya Takao sekali lagi, mencoba mencari tahu sesuatu yang dapat menghubungkannya dengan setiap petunjuk yang ada.
"Tentu saja, dia orang yang sangat baik."
"Kalau begitu, artinya semua ini terhubung." Ujar Takao membuat Yuza dan Haruna bingung.
"Rentetan pembunuhan itu terjadi tepat setelah seorang anak diperlakukan tidak adil selama bertahun-tahun. Itu adalah kau Yuza. Kau juga selalu selamat di setiap kebakaran yang terjadi, Haruna melihat pria itu mengangkatmu saat kau tertidur, dan itu yang selalu dia lakukan sebelum dia membakar setiap tempat yang dia tentukan. Itulah alasan selama ini aku dan Haruna masih hidup, karena kau bersama kami, Yuza.”
“Pelaku adalah orang yang menyayangimu Yuza. Dia selalu menjagamu untuk tetap hidup. Aku belum bisa memastikan apa motif pelaku, tapi yang saat ini kita tahu adalah, pelaku itu adalah orang yang bisa kau anggap baik.”
Sungguh suatu kata-kata yang ironis keluar dari mulut Takao. Dia sendiri pun tidak percaya dengan kata-kata ‘Penjahat yang baik’, baginya semua orang yang merelakan dirinya pada suatu kejahatan, terlebih ini adalah sebuah pembunuhan, bagi Takao mereka tetaplah penjahat yang berhak disalahkan. Namun, kali ini Takao rela membuang idealismenya demi menenangkan Yuza.
Yuza mengerti dengan apa yang dijelaskan Takao, tapi dia tetap tidak ingin mempercayainya, dia tidak siap untuk kemungkinan kalau dia harus membenci Yamada Souta yang sudah dia anggap kakaknya sendiri.
Yuza kembali teringat bagaimana sifat pria itu saat mengantarkannya makanan padanya. Ya, dia memang selalu memaki orang tua Yuza seperti dia ingin membunuh mereka, tapi tetap saja fakta itu terlalu berat untuk diterima Yuza.
"Ingatlah satu hal, masih ada banyak kemungkinan yang dapat terjadi kedepannya, saat ini yang harus kita lakukan hanyalah memastikannya." Ucap Takao sembari menatap Yuza dan Haruna, mencoba menenangkan mereka.
Di saat-saat seperti ini pikiran dingin Takao lah yang paling dibutuhkan oleh Haruna dan Yuza yang mudah terpancing emosinya.
Namun, jauh di dalam pikiran Takao, terdapat satu kemungkinan lain yang bahkan lebih menyakitkan dari pada apa yang ia katakan kepada Yuza.
***
Yuza meminta izin kepada Takao dan Haruna untuk beristirahat sejenak. Dia ingin menenangkan pikirannya. Saat itu Yuza sempat tertidur sekitar 1 jam.
Ketika ia terbangun dan keluar untuk melihat kedua temannya, ia tidak menemukan siapa-siapa di rumah itu.
Hanya ada sebuah catatan dan ponsel milik Haruna yang terletak di meja living room, tempat biasa mereka duduk. Catatan itu bertuliskan sebuah alamat.
'Apa mungkin ini alamatnya?' batin Yuza bertanya-tanya.
Ia ingat tepat sebelum dia meminta izin beristirahat, Takao dan Haruna saat itu sedang mencoba mencari alamat tempat tinggal Yamada Souta.
Di bawah tulisan alamat itu ada sebuah kalimat, 'pergilah lebih dulu, masih ada yang harus kami pastikan. Bawa ponsel Haruna agar kami bisa menghubungimu.'
"Tidak biasanya," ucap Yuza sedikit bingung.
Namun, tulisan itu memanglah tulisan tangan Takao jadi ia sama sekali tidak merasa curiga. Tanpa pikir panjang Yuza pun langsung bergegas pergi ke alamat yang tertulis di catatan itu.
***
Alamat itu tidak terlalu jauh dari rumah Haruna. Hanya sekitar 10 menit berjalan kaki, Yuza sudah sampai di alamat itu.
Yuza kemudian membunyikan bel di pintu rumah yang ditunjukkan oleh alamat itu. Tidak berapa lama seseorang membukakan pintu dari dalam.
Nampak seorang pria berusia sekitar 27 tahun berdiri di depan Yuza. Pria itu terlihat masih mengantuk, dari cara pria itu berpakaian, ia tidak terlihat seperti seorang pembunuh ataupun mantan pecandu narkoba.
"Yamada-san?" tanya Yuza perlahan.
"Hmm? Apa aku mengenalmu?" tanya pria itu sambil mengucek matanya.
"Aku Yuza, Akiyama Yuza." Ucap Yuza pelan.
Pria yang tadinya masih mengantuk tiba-tiba membuka lebar matanya, seakan ia baru saja dikagetkan oleh sesuatu. "Yu-Yuza?" Yuza hanya mengangguk untuk menanggapinya.
"Masuklah!" Pria itu kemudian mempersilahkan Yuza untuk masuk.
***
Sekitar 20 menit kemudian, Yamada mengantar Yuza keluar dari rumahnya. Yuza terlihat baru saja menangis, matanya sembab, dan ia terus menunduk.
Ponsel Haruna yang ada di saku celananya lalu bergetar, Yuza kemudian mengangkatnya.
Terdengar suara yang sangat lemah dari ujung telepon 'Yuza.. dia membawa Haruna..,' Itu suara Takao.
"Takao? Kau dimana sekarang?"
'Haruna.. selamatkan dia..,'
"KAU ADA DIMANA??!!" teriak Yuza yang sudah sangat khawatir dengan keadaan Takao.
Dari suanya Yuza dapat menebak, Takao tidak sedang baik-baik saja sekarang. Suaranya terdengar sangat lemah, pasti ada sesuatu yang terjadi padanya, Yuza berpikir harus menyelamatkannya sebelum terlambat.
'Telepon umum.. di taman dekat rumah Haruna..,'
"Telepon umum? Tunggulah di sana, akan kupanggil ambulans."
'Tapi, Haruna—" Sebelum Takao melanjutkan kata-katanya, Yuza langsung memutuskan panggilannya.
"Yamada-san, aku butuh bantuanmu."
"Apa itu?"
"Panggilkan ambulans ke alamat ini," Yuza mengetikan sebuah alamat di catatan ponsel dan menunjukkannya pada Yamada.
"Aku mohon selamatkan sahabatku."
"Serahkan pada saya."
"Terimakasih Yamada-san, kalau begitu sekarang aku akan mengejarnya."
“Yuza!” panggil Yamada tepat sebelum Yuza berlari meninggalkannya. “Berhati-hatilah."
"Terimakasih, Yamada-san."
Setelah mengatakan itu Yuza pun langsung berlari ke arah halte terdekat, tapi bus tidak juga datang.
Yuza lalu melihat seorang pengendara sepeda motor dan mencoba untuk meminta tumpangan.
"Pak, aku butuh bantuanmu."
Ketika melihat wajah Yuza, bapak itu langsung ketakutan, ia berniat untuk langsung menancap gas dan pergi meninggalkan Yuza, tapi ia tidak tega saat melihat Yuza yang memohon.
"Pak, kumohon... aku harus menyelamatkan temanku saat ini juga, aku mohon..,"
Bagaikan sebuah keajaiban, bapak yang ketakutan dengan 'Kutukan Yuza' itu langsung mengizinkan Yuza untuk menumpang padanya. Bapak itu tidak tega saat melihat Yuza yang hampir menangis.
***
Tidak butuh waktu lama akhirnya Yuza sampai di depan rumahnya yang tiga tahun lalu telah terbakar. Setelah berterima kasih pada bapak itu, ia langsung masuk ke dalam rumah besar itu tanpa ragu.
Ia terus masuk dan melewati lorong-lorong gelap di dalam rumah itu.
Ketika sampai di ujung lorong, Yuza mendapati dua buah pintu, ia lalu memasuki pintu di sebelah kanan, pintu yang menghubungkan langsung dengan ruangan bawah tanah yang sama sekali belum pernah ia masuki.
Yuza menuruni tangga itu sambil menutup hidungnya karena bau amis yang langsung menusuk ketika ia mulai masuk lebih dalam.
Ketika sampai di anak tangga terakhir Yuza mendapati sebuah pintu. Di depan pintu itu ia melihat wanita dan dua anak kecil yang sangat ia kenal. Mereka dahulu adalah pelayan di rumahnya.
Tanpa memperhatikan mereka lebih lama, Yuza langsung membuka pintu itu dan menerobos masuk.
Di dalam ruangan yang hanya dilengkapi pencahayaan dari lilin itu Yuza mendapati Haruna yang tersungkur tak berdaya di lantai, dan ada seorang pemuda yang memakai jaket bertudung sedang membelakangi Yuza.
Di tangan kanan pemuda itu terdapat sebuah pisau yang sangat tajam.
Yuza menarik napas panjang kemudian berkata, "hentikan semua ini, Vin!"
Pemuda itu kemudian berbalik menghadap ke arah Yuza. Terlihat dengan jelas wajah pria itu dibalik tudung jaketnya, wajah yang sama persis dengan wajah Yuza.
Pemuda itu adalah Akiyama Vin, kembaran Yuza.
###
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top