Part 24
Setelah Takao, Yuza, dan Haruna selesai mandi dan makan malam, mereka kembali duduk bersama di living room untuk membahas apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Tanpa kehadiran Kei, hanya mereka bertiga.
Kali ini mereka menutup kaca jendela menggunakan gorden. Kejadian sebelumnya sudah cukup membuat mereka ketakutan setengah mati.
“Jadi apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Takao?” tanya Haruna memulai percakapan.
Sedangkan yang ditanyai hanya diam dan sedari tadi memejamkan matanya, dia seakan sedang larut dalam pemikirannya sendiri. Haruna kemudian melihat Yuza dengan maksud ingin memberikan pertanyaan yang sama.
Yuza menjawab, “kalau menurutku, untuk sekarang aku ingin fokus mencari tahu apa yang diinginkan Kei. Petunjuk kita tentang pelaku kebakaran masih sangat sedikit, jadi menurutku lebih baik mencari tahu apa yang sudah ada dulu.”
“Benar juga.” Tambah Takao yang rupanya sudah kembali dari lamunanya. “Lagi pula keinginan terakhir Kei mungkin juga berhubungan dengan si pelaku.”
“Tapi bagaimana kita tahu itu kalau Kei saja tidak mau memberitahukannya ke kita?” tanya Haruna meminta penjelasan.
Yuza diam sejenak, ingatannya kembali terputar saat mereka bertiga datang menelusuri rumahnya. Yuza ingat, di sana, lebih tepatnya di ruangan yang terkunci Yuza bertemu dengan seorang pria asing.
Di tubuh pria itu tidak ada darah atau luka yang menggambarkan kematiannya, tidak ada juga bau gosong di sekitar pria itu, berbeda dengan nenek Yamada, Rin, dan hantu-hantu lain yang ia temui di rumahnya yang mengeluarkan bau gosong di sekitar mereka.
Sosok pria itu mungkin adalah ayahnya Kei yang mati karena meminum racun. Di tambah lagi keinginan pria itu yang meminta Yuza untuk mencari anaknya, mungkin yang ia maksud adalah Kei.
Jika itu benar maka artinya dia sama sekali belum bertemu Kei sampai akhir hidupnya, dan itu artinya jasad Kei masih ada di rumah itu, terkubur di dinding dapur. “Apa mungkin Kei ingin jasadnya dikuburkan secara layak?”
“Itu dia, itu pasti yang diinginkan Kei.” Balas Haruna terdengar bersemangat menanggapi pertanyaan Yuza. “Berarti kita harus ke rumah Yuza lagi untuk mengambil jasad Kei yang dikubur di sana?”
"Tidak, untuk sementara ini kita tidak boleh keluar dari rumah ini." Jawab tegas Takao atas pertanyaan Haruna.
"Dari tindakannya kemarin, pelaku itu sudah semakin berani, jadi terlalu berbahaya kalau kita keluar di saat-saat seperti ini.” Tambah Takao menjelaskan keadaan mereka.
"Tapi kita harus memastikan kalau di rumah itu ada mayat anak kecil atau tidak!" bantah Haruna.
“Justru karena ini berhubungan dengan mayat, jadi kita tidak boleh sembarangan ikut campur.” Balas Takao mematahkan bantahan Haruna. “Lagi pula, tentang mayat Kei, masih ada kemungkinan lain yang kita belum bahas.”
"Kemungkinan lain? Apa itu?" tanya Yuza pada Takao.
"Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan ini kepadamu Yuza..," balas Takao terdengar ragu.
"Cepatlah katakan!" pekik Haruna yang sudah tidak sabar.
"Jelaskan saja sebisamu Takao, aku akan mendengarkannya baik-baik." Tambah Yuza yang juga sudah penasaran denga apa yang ingin Takao katakan.
"Kalau menurutku kasus ini ada hubungannya dengan kasus tiga tahun lalu, lebih tepatnya kebakaran di rumahmu, Yuza." Takao mulai menjelaskan.
"Bagaimana mungkin?" tanya Haruna yang masih bingung.
"Yuza, koreksi aku kalau aku salah. Saat Kebakaran itu apa mereka menemukan mayat keluargamu? Bisa jelaskan padaku bagaimana kronologi yang kamu tahu saat itu?”
“Baiklah, saat itu mereka menemukan 2 mayat orang dewasa dan 1 mayat anak-anak. Saat itu yang ada di rumah hanya aku, orang tuaku, dan adikku. Jadi selain aku yang selamat, ketiga mayat yang ikut terbakar di malam itu ditetapkan sebagai keluargaku.”
Takao sejenak mencerna penjelasan Yuza. “Menurutku, bisa saja salah satu mayat yang mereka temukan itu adalah mayat Kei. Ingat! Ini hanya salah satu kemungkinannya.” Ucap Takao sembari menekan suaranya agar Haruna dan Yuza mengerti bahwa itu hanya sekedar kemungkinan yang ia pikirkan.
Haruna mengangguk paham dengan penjelasan Takao, "dan kalau kemungkinan itu benar, apa artinya..."
"Iya, mungkin saja adiknya Yuza masih hidup, dan pembunuh itu membawanya." Sambung Takao saat melihat Yuza yang sejak tadi terdiam dengan apa yang dikatakan Takao.
Haruna yang tampak kaget langsung menutupi mulutnya dengan kedua tangannya, "tidak mungkin... itu berarti... kita harus menyelamatkannya!"
Takao mengangguk setuju mendengar perkataan Haruna.
"Aku tidak tahu harus senang atau tidak, kalau itu benar berarti selama ini dia pasti sangat tersiksa." Ucap Yuza dengan mulut yang bergetar.
Yuza sangat takut dengan kemungkinan kedua, ia senang kalau adiknya masih hidup. Namun, bagaimana jika selama ini Vin tersiksa dengan pembunuh itu? Ia bersumpah akan mengotori tangannya kalau sampai itu terjadi.
"Yuza, tenangkan pikiranmu, kita belum memastikannya. Kau juga Haruna." Ucap Takao mencoba menenangkan kedua temannya.
"Tapi, jika itu benar, sekarang apa yang akan kita lakukan?” tanya Yuza meminta pendapat Takao.
"Entah," ucap Takao kemudian mengadahkan kepalanya. Namun, Seketika Takao mengingat sesuatu, "Haruna, dimana semua surat kabarnya?"
"Maksudmu itu?" tanya Haruna sambil menunjuk potongan-potongan koran yang baru saja ia gunting berserakan di lantai.
Takao langsung mengambil semua potongan kertas itu, lalu membaca setiap lembar dengan lebih teliti. Haruna dan Yuza sedikit bingung melihat apa yang dilakukan Takao.
"Ini dia!" Takao lalu tersenyum puas saat mendapat apa yang ia cari.
"Apa itu?" tanya Haruna dan Yuza.
"Lihatlah!" ucap Takao sambil memperlihatkan sebuah potongan kertas pada Haruna dan Yuza. "Ini adalah detektif yang bertanggung jawab pada kasus anak hilang 17 tahun yang lalu, dia mungkin bisa membantu kita.”
"Tapi, bagaimana cara menghubunginya?" tanya Haruna lagi.
"Hmm.. soal itu Ayahku seorang inspektur kepolisian, dia juga juga berpengalaman sebagai seorang detektif, dia pasti punya banyak kenalan di bidang itu, mungkin kita bisa dapat informasi seputar detektif yang menangani kasusnya." Kali ini suara Takao terdengar merendah. Ada sedikit keraguan dalam wajahnya.
Yuza langsung mengerti saat melihat ekspresi Takao yang tiba-tiba berubah. Yuza tahu ada sesuatu antara Takao dan kedua orang tuanya yang sedang mengurus perceraian. Pasti berat bagi Takao untuk menghubungi ayahnya. “Tidak perlu Takao, kita pasti punya cara lain untuk mencari tahu itu.”
"Tapi Yuza, ini kan satu-satunya pilihan yang kita punya." Sanggah Haruna yang sama sekali tidak mengerti latar belakang keluarga Takao.
“Haruna benar Yuza, kita tidak punya pilihan lain, aku akan tetap mencobanya." Tambah Takao sambil memaksakan senyumnya kepada Yuza.
***
Takao meninggalkan Yuza dan Haruna di living room, sedangkan dia pergi ke dapur sendirian untuk mendapatkan privasi saat menelpon Ayahnya.
Cukup lama Takao berbicara dengan Ayahnya di telepon, sesekali saat Yuza mengintipnya, Takao terlihat mengayun-ayunkan tangannya di udara seperti sedang berisyarat dengan gestur tubuhnya. Suaranya tidak terdengar jelas, tapi mereka tahu kalau saat berbicara di telepon suasana hati Takao sedang tidak baik.
“Yuza, apa mungkin hubungan Takao dan Ayahnya sedang tidak baik?” tanya Haruna dengan rasa penyesalan karena dialah yang tadi memaksa Takao menghubungi Ayahnya.
“Kurang lebih yang aku tahu seperti itu.” Jawab Yuza tak kalah merasa menyesal.
Sekitar 20 menit akhirnya Takao selesai menelpon Ayahnya. Dia kembali menemui Yuza dan Haruna dengan sebuah informasi yang penting. Sementara itu Yuza dan Haruna tetap berusaha menahan rasa khawatir mereka agar tidak menambah beban pikiran Takao.
Takao memberi mereka sebuah nomor telepon yang ternyata itu adalah nomor telepon detektif yang mengurus kasus itu.
Sebuah keberuntungan bagi mereka karena detektif itu sekarang adalah teman dekat Ayahnya Takao. Beliau sering bercerita kepada Ayahnya bahwa 17 tahun yang lalu ia tidak pernah menemukan seorang anak yang hilang. Mereka pun memutuskan untuk menanyakan informasi pada detektif itu.
Cukup lama mereka berbicara dengan sang detektif melalui telepon. Detektif itu bercerita banyak, begitu pun dengan mereka bertiga.
Dari apa yang mereka dapat rupanya detektif itu tidak berhasil menyelesaikan kasus tersebut karena kasus itu tidak langsung dilaporkan kepadanya. Lewat 5 bulan setelah anak bernama Keith hilang barulah laporan masuk ke kantornya,
Saat itu banyak kendala yang mereka hadapi saat mencari fakta tentang kasus kehilangan anak yang terjadi 17 tahun silam.
Seperti kedua orang tua korban yang tidak kooperatif saat dimintai keterangan dan mereka juga tidak terlalu percaya dengan polisi Jepang, sehingga kasus itu dibiarkan berlarut-larut hingga 6 tahun kemudian kasus itu resmi ditutup karena para pelaku pembunuhan korban ternyata sudah meninggal.
Sang pelaku, lebih tepatnya si Ibu korban meninggal karena sakit, sedangkan pelaku kedua meninggal karena dibunuh oleh Ayah dari korban yang juga mengakhiri hidupnya dengan meminum racun.
Yuza, Takao, dan Haruna bertukar informasi dengan detektif itu tentang apa yang mereka ketahui dari kasus 17 tahun silam. Untung saja sang detektif yang sekarang sudah menjadi seorang inspektur memutuskan untuk membantu mereka dengan melakukan penyelidikan kembali pada makam Akiyama Vin, dan dia juga berjanji pada mereka akan memberikan informasi terbaru sesegara mungkin.
***
Malam itu Takao mengizinkan Yuza yang masih demam dan Haruna tidur lebih dulu, sedangkan dia memilih untuk berjaga di malam itu. Lagi pula dia juga belum bisa tidur karena memikirkan sesuatu.
Haruna mengiyakan saran Takao dan dia langsung masuk ke kamarnya yang tidak jauh dari tempat mereka sering berkumpul. Yuza sendiri memilih untuk tetap menemani Takao karena merasa khawatir.
“Yuza, tidurlah kau masih demam, ‘kan?” pinta Takao sembari menggonta-ganti siaran TV yang ada di hadapannya, mencoba mencari hiburan untuk menemaninya begadang.
“Nanti saja.” Yuza sejenak diam, memikirkan kata-kata terbaik untuk menanyakan keadaan Takao, tapi tanpa ditanyai pun Takao sudah mengerti alasan Yuza tetap terbangun menemaninya.
“Tidak ada yang perlu dipikirkan soal aku dan Ayahku, Yuza.” Ucap Takao tiba-tiba dan berhasil membuat Yuza tersentak, ia sedikit malu karena gerak-geriknya yang terlalu mudah dibaca Takao.
“Ini hanya soal hak asuhku, aku pernah cerita kepadamu kalau Ayahku sudah punya keluarganya sendiri, ‘kan? Tapi dia terus memaksaku untuk mengikutinya dan membiarkan ibuku sendirian.” Tambah Takao menjelaskan.
“Lalu, kau ingin memilih siapa?” tanya Yuza dengan suara yang rendah, sebisa mungkin bersikap sopan ketika menanyai masalah orang lain.
“Tentu saja Ibuku. Dia bukan wanita yang sekuat itu kalau ditinggalkan sendiri, lagi pula aku juga tidak mau hidup jadi orang asing di keluarga Ayahku.” Takao tampak tersenyum miris.
Yuza tetap diam memperhatikan Takao. Dilihatnya wajah Takao yang perlahan berubah serius dan ada sedikit kemarahan yang tertahan di sana. Tangan Takao mengepal, dia terlihat meremas kuat tangannya.
“Kita harus menyelesaikan ini Yuza. Pria itu berjanji tidak akan lagi mengganggu aku dan Ibuku jika kita berhasil menyelesaikan semua masalah ini.” Ucap Takao.
Hanya dengan melihatnya saja Yuza sudah paham, ini adalah hal yang sangat penting bagi Takao. Bukan hanya tentang dirinya yang ingin terlepas dari kutukan, kali ini Yuza juga harus memikirkan Takao. Takao juga punya hak atas kebahagiaannya sendiri.
Setelah memahami apa yang dirasakan Takao, Yuza pun memutuskan untuk tidur. Kali ini dia memilih tidur di sofa, baginya akan lebih tenang jika ia tidak membiarkan Takao sendirian di ruangan itu.
Sedangkan Takao memutuskan menonton TV untuk menemani waktu sendirinya. Volume TV ia kecilkan agar tidak menganggu tidur Yuza dan Haruna yang tidak jauh dari tempat mereka.
Beberapa jam berlalu, Takao masih terus memperhatikan layar TV.
Tidak banyak channel yang dapat menarik perhatiannya, terlebih lagi saat malam siaran TV dipenuhi dengan acara-acara dewasa, baik itu film atau acara komedi. Jadi, sekali pun saat ini Takao sedang melihat acara komedi, wajahnya tetap datar. Setidaknya itu dapat membuat dia merasa tidak benar-benar sendirian.
Takao yang sudah diselimuti rasa bosan hampir saja tertidur jika bukan karena ia mendengar teriakan Haruna yang tiba-tiba. Begitu pun dengan Yuza yang langsung terbangun dari tidurnya dan ikut berlari mengikuti Takao masuk ke kamar Haruna.
"Kau kenapa?" tanya Takao dan Yuza yang cemas dan bingung secara bersamaan.
Haruna tampak masih mengatur napasnya seperti habis dikejar anjing.
Setelah berhasil mengatur napasnya, Haruna kemudian melihat Takao dan Yuza sambil berkata, "aku mengingatnya sekarang."
"Bayangan seorang pria yang datang di panti asuhan saat kebakaran terjadi, aku sekarang mengingat wajah pria itu."
###
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top