Part 21

Hari ini adalah hari Kamis, sudah 4 hari mereka membolos dari sekolah. Tentunya ini akan mendatangkan masalah ke mereka, terutama Haruna dan Takao yang masih memiliki orang tua untuk dihubungi pihak sekolah—soal Yuza mereka tidak perlu khawatir, karena pihak sekolah juga tidak terlalu mempermasalahkan mau Yuza hadir atau tidak, bahkan mereka lebih senang kalau Yuza tidak pernah datang ke sekolah mereka.

Untuk Haruna dan Takao mereka setiap hari tentunya harus mengabarkan keadaan mereka kepada orang tua mereka agar tidak khawatir saat dihubungi pihak sekolah. Takao masih lebih beruntung karena memiliki seorang ibu yang pengertian, sedangkan Haruna, dia dan tuan Takahashi harus bersusah payah menyembunyikan fakta bahwa Haruna sudah bolos berhari-hari dari sekolah dan mulai berteman dengan Yuza.

Seperti yang mereka tahu, Nyonya Takahashi, Bibi sekaligus Ibu angkatnya Haruna sangat tidak menyukai keponakannya, Akiyama Yuza. Jadi, dapat dibayangkan bagaimana jika ia tahu yang sebenarnya, pasti dia akan mengamuk.

Hari ini tepatnya pada hari ke 7 dimana mereka menyelidiki kasus beruntun yang berhubungan dengan kehadiran seorang Akiyama Yuza.

Semalam mereka bersama-sama memutuskan untuk mecari tahu masa lalu sesosok arwah yang merupakan sahabat Yuza sejak kecil, Kei, pada hari ini juga.

Saat ini masih pagi, Yuza dan Haruna memilih duduk di sofa, dan Takao memilih untuk istirahat di salah satu kamar karena semalaman ia tidak tidur.

"Bagaimana kita akan memulainya?" tanya Haruna pada Yuza.

"Bagaimana jika bertanya pada paman?" saran Yuza pada Haruna.

"Tanya apa?"

"Aku kan bertemu dengan Kei di rumahku, dan rumah itu sudah sangat lama, ayahku saja hanya membelinya dari pemilik sebelumnya."

"Benar juga, lalu kenapa harus bertanya padanya?"

"Mungkin saja paman tahu sesuatu tentang rumah itu, ‘kan?" tanya Yuza balik.

"Benar juga, yasudah tunggu sebentar." Haruna langsung mengambil ponselnya dan mulai menyambungkan panggilan ke nomor pamannya Yuza atau Ayah angkatnya sendiri.

Haruna tampak berbicara cukup lama dengan Tuan Takahashi, Yuza saat itu memilih untuk tidak mengganggu mereka dan membiarkan Haruna saja yang berbicara dan menanyakan informasi dari Tuan Takahashi.

Beberapa menit kemudian, setelah Haruna memutuskan sambungan panggilannya, dia pun mengatakan informasi apa yang sudah ia dapat kepada Yuza.

"Seperti yang kau tahu, rumah itu dibeli saat kau dan Vin berusia 5 tahun, lebih tepatnya 10 tahun yang lalu. Kau juga pasti tahu sendiri kenapa ayahmu membeli rumah besar yang katanya angker itu, 'kan?” jelas Haruna sambil melempar pertanyaan kepada Yuza.

“Iya, itu karena ayahku sangat merindukan kampung halamannya, jadi dia memilih rumah dengan gaya barat. Ayahku juga suka dengan hal-hal yang terlihat antik seperti rumah itu, tidak peduli rumor menakutkan apa yang ada di sana dia tetap akan membelinya, terlebih jika tempat itu dihargai murah.” Jawab Yuza menjelaskan tentang mendiang Ayahnya kepada Haruna.

"Nah, rumah besar dengan gaya barat itu dibeli ayahmu dari keluarga Fujiwara, apa kau kenal?”

"Fujiwara? Aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Jadi, aku tidak tahu di mana tempat mereka tinggal." Jawab Yuza yang tampak menyesal karena tidak dapat membantu apa-apa.

"Soal itu kau tidak perlu khawatir, ayah sudah memberikan alamat keluarga Fujiwara kepadaku. Dari sini jaraknya sekitar 30 menit dengan kereta, bagaimana? Kau berniat untuk menanyakan sesuatu kepada mereka?”

"Tidak ada alasan untukku menolak, kalian sudah setuju, dan aku pikir aku juga ingin mengetahui lebih banyak soal Kei, jadi ayo kita pergi ke sana!” Jawab Yuza sambil tersenyum penuh makna, dan dibalas senyuman oleh Haruna.

“Baiklah, nanti kalau Takao sudah bangun nanti aku jelaskan semuanya ke dia.” Balas Haruna.

***

Sekitar 2 Jam kemudian akhirnya Takao terbangun dari tidurnya. Dia memulai harinya dengan meminum air putih dan sedikit meregangkan tubuhnya, tapi belum saja ia selesai meregangkan tubuhnya, Haruna dan Yuza langsung berlari menghampirinya. Tingkah kedua teamannya yang seperti anak-anak itu berhasil membuat dia menarik napas berat di pagi hari. Mereka langsung menarik Takao ke luar kamar.

Setelahnya mereka sampai di living room, Haruna mulai menceritakan petunjuk apa yang baru mereka dapat dari Tuan Takahashi.

Takao setuju saat mendengarnya, dan saat itu pun mereka juga sudah merencanakan apa yang nantinya akan mereka lakukan saat mencari petunjuk itu tanpa melukai satu orang pun.

Setelah mereka bertiga sepakat dengan rencananya, mereka kemudian bersiap-siap untuk pergi, tapi sebelum itu mereka memilih untuk sarapan dulu agar tidak kekurangan tenaga untuk seharian.

Sebelum mereka ke dapur, Takao sempat melihat ke halaman Haruna melalui kaca besar yang terletak tepat di sebelah tempat mereka duduk.

"Haruna, Apa kaca ini kedap suara?"

"Iya kaca itu kedap suara."

'Baguslah.' batin Takao.

Sejujurnya selama Takao kebagian tugas untuk berjaga semalaman, ia selalu merasa ada seseorang yang mengawasinya dari luar kaca jendela itu. Setidaknya ia dapat merasa sedikit tenang karena orang itu ada di luar rumah.

Namun, tetap saja itu agak aneh, Takao merasa orang itu terlalu baik untuk menjadi pembunuh. Jika memang dia ingin membantai mereka harusnya dia dengan mudah membakar rumah ini dari luar, dia sudah banyak membunuh nyawa manusia, apa yang membuatnya terus menahan niat membunuhnya sampai saat ini?

Apa ada yang ingin dia lindungi? Apa itu Yuza?

Tapi, memangnya seberarti apa seorang Yuza bagi pelaku itu?

***

Setelah 30 menit menaiki kereta, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan mereka.

Ketika sampai, Takao langsung meminta izin untuk ke toilet karena sejak di dalam kereta ia terus mengatakan sangat ingin buang air kecil. Yuza dan Haruna pun mengiyakan, mereka memilih untuk menunggu di bangku yang disediakan, dekat dari toilet. Selama mereka dapat memantau Takao dari jarak itu, mereka merasa semua akan aman.

10 menit sudah berlalu, tapi Takao tidak juga keluar dari dalam toilet, padahal semua orang di dalam toilet itu sudah keluar.

Dari pria yang memakai setelan jas dan topi fedora, anak-anak kecil yang ditemani ayahnya, bahkan para pejalan kaki yang masuk lebih dulu setelah Takao, mereka semua terlihat sudah keluar melalui pintu masuk toilet.

Lalu, dimana Takao berada?

Setelah 20 menit Takao tidak juga keluar, akhirnya Yuza memutuskan untuk segera memeriksanya ke dalam, sedangkan Haruna berdiri di luar pintu toilet yang terbuka sambil memperhatikan seisi ruangan itu dari luar, tempat ia berdiri.

Namun, tidak ada siapa-siapa, hanya bilik-bilik toilet yang kosong tanpa seorang pun.

Satu bilik yang menarik perhatian Yuza adalah bilik paling ujung, di sana ada sebuah tas ransel berwarna biru, ia ingat jelas itu adalah milik Takao. Kenapa Takao meninggalkan benda seperti itu di dalam toilet?

"Tidak... tidak mungkin. Yuza, lihat jendela besar di atas itu!" pekik Haruna tiba-tiba dan membuat Yuza tersentak.

Haruna terus menunjuk ventilasi yang cukup besar. Ventilasi itu cukup untuk dilewati orang dewasa.

"Terbuka!" ucap Yuza seakan-akan ia kaget.

Yuza lalu tampak kesal, ia mengepalkan tangannya lalu memukul dinding beberapa kali, seakan tidak peduli dengan sakit yang ia rasakan di tangannya.

"TAKAO!!" teriak Yuza seperti berharap Takao menjawab teriakannya.

Sedangkan Haruna mulai terisak, ia seperti orang yang sedang ketakutan, tapi juga marah. "Kenapa harus Takao?" gumam Haruna di tengah isakannya.

Mereka menghabiskan sebagian hari untuk mencari keberadaan Takao, terus berteriak dan beberapa kali terduduk lemas karena tidak juga menemukan Takao. Tidak ada hasilnya, bahkan setelah matahari hampir terbenam, Takao tidak juga ditemukan.

Mereka pun menyerah dan segera menuju ke stasiun kereta tempat mereka turun tadi. Wajah mereka terlihat cukup sedih, tadinya Takao berada bersama mereka, tapi sekarang ia tidak ada.

Setelah beberapa menit berlalu, tampak sudah banyak orang yang berkumpul untuk kereta yang akan datang selanjutnya. Yuza dan Haruna terus melihat ke kiri dan ke kanan, mereka terlihat seperti orang cemas, tapi dengan berat hati mereka tetap masuk ke dalam kereta ketika kereta itu tiba, tanpa adanya Takao di samping mereka.

Kereta saat itu cukup ramai, tapi untung saja mereka tetap mendapatkan tempat duduk. Mereka mengambil tempat yang jauh dari pintu masuk gerbong kereta, tempat itu lumayan sepi jika dibandingkan dengan bagian tempat duduk yang lain. Hanya ada satu pria di bagian tempat duduk yang mereka ambil itu, pria itu memakai setelan jas hitam, dengan topi fedora yang selaras dengan warna jasnya.

Yuza dan Haruna lalu duduk tepat di sebelah pria itu. Yuza kemudian menyenggol tangan pria itu.

Menyadari kehadiran Yuza di sampingnya, pria itu lalu mulai melepaskan topi fedora yang ia pakai. Terlihat jelas raut wajah seorang pria—tidak, dia adalah seorang pemuda tampan yang baru saja tersenyum ke arah Yuza.

Pemuda itu adalah Takao. Teman mereka yang tadi siang izin ke toilet dan tidak juga keluar, tapi malah bertemu dengan mereka di dalam kereta.

"Berhasil." Ucap Takao sambil tersenyum ke arah Yuza dan Haruna.

Mereka berdua ikut tersenyum lega mendengar ucapan Takao.

Rupanya itu adalah rencana yang telah disusun Takao agar orang yang selalu mengikuti mereka tidak mengetahui apa dan untuk siapa mereka datang ke tempat itu.

Mereka tidak ingin hal yang terjadi pada Fujita Mito juga terjadi pada keluarga Fujiwara. Mereka tidak ingin ada korban lagi.

Jadi, Takao berinisiatif untuk menyamar di dalam toilet dengan baju yang sudah ia siapkan. Ranselnya ia tinggalkan di dalam toilet itu agar nantinya Yuza yang akan mengambilnya.

Ia juga sempat membuka ventilasi yang tadinya Haruna lihat terbuka, itu adalah sebuah akal-akalan agar mereka dapat memperkeruh suasana.

Walaupun mereka sendiri berpikir bahwa hal yang mustahil jika ada penjahat masuk melalui ventilasi dan menyeret Takao dari sana.

Mereka hanya ingin si pelaku berpikir bahwa Takao memang lari lewat ventilasi, sedangkan tugas Haruna dan Yuza adalah memperkeruh suasana untuk membuat panik si pelaku.

Tentunya ini adalah sebuah misi yang cukup mengkhawatirkan, terutama bagi Takao. Dialah yang paling paham bahwa si pelaku ini bukanlah orang bodoh yang segampang itu dapat mereka permainkan.

Namun, jauh dari itu Takao lebih mempercayai intuisinya, baginya mungkin si pelaku adalah tipe orang yang hanya terfokus pada satu titik, dalam hal ini adalah Yuza, jadi ia dapat mengambil kesempatan kecil itu untuk mengelabui pelaku.

***

Setelah sampai di rumah Haruna, seperti biasanya, mereka mulai mengecek semua pintu dan jendela agar merasa aman semalaman. Mereka juga mulai mempersiapkan makan malam dan menyempatkan waktu untuk mandi membersihkan tubuh mereka.

Setelah mereka selesai mandi dan makan malam mereka sepakat untuk berkumpul di living room dahulu untuk membicarakan informasi yang Takao dapat

Saat itu yang ada di living room baru Yuza, ia sedang menunggu Haruna yang mandinya cukup lama, serta Takao yang masih harus membersihkan dapur.

Saat itu Yuza sibuk memperhatikan bintang malam melalui kaca jendela besar yang ada di tempat biasa mereka duduk.

Malam itu terlihat sangat indah, warna langit tidak gelap sepenuhnya, semakin diperhatikan warnanya seakan berubah menjadi biru gelap dengan hiasan titik-titik bintang serta potongan bulan yang bersinar terang.

Yuza lupa kapan terakhir kali dia memperhatikan langit malam dengan sedetail itu. Mungkin itu adalah saat dia bersama saudara dan kedua orang tuanya.

Ya, di rumah yang saat ini Yuza, Takao, dan Haruna tinggali. Dulu Yuza memang sempat tinggal di rumah ini sebelum dia pindah ke rumah yang dibeli ayahnya, dan kegiatan mereka setiap malam adalah memandangi langit malam.

Suasana saat itu terasa sangat menyenangkan dan hangat, andai masa-masa itu dapat terulang kembali.

“Yuza!” lamunan Yuza dibuyarkan oleh panggilan Takao yang baru saja selesai membersihkan dapur. “Melamun apa?”

“Bukan apa-apa, hanya teringat sedikit memori saat aku tinggal di rumah ini.” Jawab Yuza sambil terus tersenyum melihat bintang di langit malam.

“Hmm.. begitu ya...” Balas Takao yang tampak tidak tertarik dengan pembicaraan Yuza, ia justru lebih tertarik dengan hal yang lain. “Yuza, ngomong-ngomong, kau masih sering ketemu Kei?”

Mendengar itu Yuza mulai menunduk. "Kei ya... sejak kemarin dia tidak datang menemuiku lagi." ucap Yuza terdengar sendu. "Apa dia marah padaku, ya?"

"Dia tidak mungkin marah padamu, walaupun aku hanya sekali melihatnya, dan mendengar tentangnya darimu saja, aku bisa tahu kalau dia itu anak yang baik. Buktinya dia selalu menjagamu." Ucap Takao menghibur Yuza.

"Tapi, apa tidak masalah melakukan ini?" tanya Yuza lagi.

"Ini? Maksudmu mencari tahu masa lalunya Kei? Bagiku tidak masalah, pasti dia juga berterima kasih padamu."

"Tapi, aku seperti-"

"Kau ingin membuat dia tenang, 'kan? Jadi yakinlah, semua akan baik-baik saja." Tambah Haruna yang entah sejak kapan sudah berada di belakang mereka.

"Kau mengagetkanku." Kata Takao sedikit kesal.

"Habisnya kalian selalu berduaan, kalian pacaran ya?" tanya Haruna meledek Takao.

"Enak saja, aku normal!" bantah Takao.

Yuza hanya terkekeh melihat kedua temannya yang sering bertengkar itu.

Ia terus tertawa sambil melihat kembali ke luar kaca besar itu. Tiba-tiba tawanya terhenti, matanya terbelalak, ia melihat siluet seseorang yang tengah berdiri di luar, di tengah kegelapan.

"I-itu..." ucap Yuza dengan mulut yang gemetar sambil menunjuk ke luar.

Takao dan Haruna yang tadinya tengah bertengkar segera melihat ke luar mengikuti jari telunjuk Yuza. Mereka juga terpaku saat melihat bayangan itu.

Itu adalah bayangan seseorang yang tengah menghadap ke arah mereka. Di tangan orang itu terlihat memegang sebuah kapak besar.

Namun, saat itu keadaan di luar sangat gelap, tidak ada lampu taman, dan orang itu juga berdiri di tempat yang tidak langsung disinari cahaya bulan, jadi yang tampak di mata mereka hanyalah sebuah siluet dari seseorang. Perasaan seperti diancam mulai merasuki pikiran mereka.

Siapa itu?

Bayangan itu lalu berlari dan menghilang dari pandangan mereka, seperti ditelan kegelapan. Yuza ingin berlari keluar dan menghampiri orang itu, tapi Takao langsung menahannya.

"Aku akan keluar, lepaskan aku!" pekik Yuza.

"Tidak! tidak ada yang boleh keluar!" perintah Takao. "Kita ada di dalam sini, sedangkan dia di luar. Mungkin saja ini jebakannya agar kita membukakan pintu, kita tidak boleh keluar." lanjut Takao.

"Tapi-" ucap Haruna terpotong.

"Kalian tidak ingin dia masuk, ‘kan?" tanya Takao mencoba meyakinkan teman-temannya.

"Walau bagaimana pun aku akan tetap menangkapnya! Lepaskan aku, Takao!" Yuza semakin menjadi-jadi. Dia yang biasanya tenang mulai terlihat dipenuhi emosi.

Yuza juga tahu kalau mereka sebenarnya lebih aman jika tetap berada di dalam rumah, hanya saja sekarang ia tidak bisa mengontrol emosinya.

"Tenanglah, Yuza!" pekik Takao sambil mencengkram bahu Yuza.

"Tapi... Takao... dia..." jawab Yuza terbata-bata.

"Aku tahu ini sangat langkah, dia berani muncul di depan kita dan kita bisa saja menangkapnya saat ini. Tapi pikirkan lagi! Risikonya sangat besar, kau lihat sendiri kan dia tadi memegang kapak? Apa kau mau salah satu dari kita ada yang terluka?"

Mendengar perkataan Takao, akhirnya membuat Yuza sadar kalau mengikuti emosinya saat ini adalah kesalahan besar. Dengan terpaksa Yuza pun mengiyakan perintah Takao untuk tidak mengejar orang itu.

"Dan lagi, aku pikir malam ini harus dua orang yang berjaga. Melihat dia bisa seberani tadi, aku jadi khawatir." Tambah Takao, dan mendapat persetujuan dari kedua temannya.

Berat bagi Haruna dan Yuza yang sudah mulai terpancing emosi mereka. Namun, bagaimana pun mereka harus berusaha menjaga kepala mereka untuk tetap dingin dan berpikir rasional.

"Baiklah sekarang tenangkan diri kalian dulu.” Takao menjeda perkataannya untuk membiarkan Yuza dan Haruna menarik napas agar pikiran mereka bisa sedikit lebih tenang.

“Karena kita sudah berkumpul di tempat ini, ada baiknya untuk aku mulai menceritakan semua informasi yang aku dapat dari keluarga Fujiwara.” Lanjut Takao setelah ia melihat keadaan sudah mulai tenang.

“Mulai dari sini, apa yang akan aku ceritakan bukan lagi sesuatu yang dapat ditangkap oleh logika manusia biasa, jadi terserah pada kalian mau percaya atau tidak.”

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top