Part 19
Setelah membersihkan rumah Fujita Mito selama hampir dua jam lebih, mereka akhirnya memilih untuk beristirahat sejenak.
Berhubung saat itu sudah sangat malam, mereka pun memutuskan untuk menginap satu malam di rumah Fujita Mito. Saat itu yang membersihkan rumah adalah Yuza dan Takao sedangkan Fujita Mito menyiapkan makan malam dengan bantuan Haruna.
Mereka juga meminta izin untuk memakai kamar mandi Fujita Mito malam itu, setelahnya mereka makan malam bersama.
Makan malam itu dipenuhi dengan canda tawa karena ulah Haruna dan Takao. Mereka saling berbagi cerita di atas meja makan, tertawa bersama, tersenyum bersama. Mereka berempat terlihat seperti keluarga yang bahagia.
Cukup lama mereka menghabiskan waktu bersama di meja makan, bahkan setelah mereka sudah selesai makan, pembicaraan mereka masih terus berlanjut. Sampai akhirnya mereka sadar malam sudah mulai larut, waktu memang berjalan lebih cepat di saat-saat yang terasa menyenangkan itu.
Setelah mereka membersihkan dapur, Haruna dan Takao pun meminta izin untuk istirahat lebih dulu. Sedangkan Yuza yang kebagian untuk berjaga malam hari itu memilih untuk duduk di ruang tengah ditemani oleh Kei dan Fujita Mito sendiri.
"Mau kubuatkan sesuatu untukmu, Akiyama-kun*?" tanya Fujita Mito ramah.
"Maaf merepotkanmu, Fujita-san, aku tidak apa-apa kok.” Jawab Yuza merasa tidak enak, tapi wanita itu hanya menggelengkan kepalanya dan langsung berjalan ke dapur tanpa menunggu persetujuan Yuza.
"Aku ikut." Kata Kei bersemangat sambil berlari mengikuti Fujita Mito.
"Jangan merepotkan Fujita-san ya, Kei." Kata Yuza dengan sedikit meninggikan suaranya. "Iyaaaa." Kei membalasnya dengan nada panjang yang menurut Yuza sangat imut sampai membuatnya tertawa kecil.
Setelah Fujita dan Kei pergi ke dapur, Yuza kembali sendiri di ruangan itu. Yuza mulai melihat sekeliling, ruangan yang tadinya sangat berantakan sekarang sudah sepenuhnya bersih. Sangat menyenangkan saat memikirkan mereka membersihkannya bersama-sama.
Tanpa sadar Yuza kembali teringat akan ingatan masa kecilnya dulu, saat keluarganya membersihkan rumah bersama-sama dibantu oleh para pekerja di rumahnya. Saat itu benar-benar hari yang sangat menyenangkan. Mereka semua sangat baik padanya, mereka terus membantu membersihkan rumah yang sangat besar itu tanpa mengeluh sedikit pun.
Saat itu adalah saat-saat di mana Ayah Yuza mengajak mereka pindah ke sebuah ruma bergaya barat yang sangat luas. Rumah itu dijual murah karena desas-desus tentang adanya pembantaian di rumah itu, tapi bagi tuan Akiyama yang sangat merindukan suasana tempat asalnya jadi rumor itu bukanlah penghalang untuk beliau membeli rumah itu.
Yuza ingat betul saat itu yang membantu mereka ada seorang perempuan yang bekerja di rumhanya, kalau tidak salah namanya adalah Minami, seorang ibu muda yang memiliki dua anak, ada juga Yamada—Yuza lupa siapa nama lengkapnya.
Yuza hanya ingat bahwa mereka lah orang-orang baik yang bahkan ketika Yuza dikurung pun mereka selalu memberikan Yuza makanan yang layak. Hanya merekalah orang-orang yang tahu fakta bahwa Yuza sebenarnya hanya dikurung dalam gudang dan ia tidak benar-benar mati.
Mereka juga pernah sekali membicarakannya dengan ibunya Yuza, mereka tidak tega melihat Yuza diasingkan sendirian di dalam gudang sekecil itu, tapi yang mereka dapat hanyalah ancaman kalau saja mereka berani mengatakannya lagi, mereka akan kehilangan pekerjaannya.
Mereka tentunya takut dipecat karena itu adalah satu-satunya pekerjaan mereka, ditambah lagi mereka takut jika mereka tidak dapat mengawasi Yuza secara langsung lagi mungkin Yuza akan mati membusuk sendirian.
Mereka pernah sekali membicarakan itu kepada Yuza sambil terus terisak. Ya, mereka adalah orang-orang baik yang selalu memberikan makanan yang layak dan selalu menghibur Yuza setiap kali mereka berkunjung ke kediaman Akiyama untuk bekerja.
Yuza sangat senang saat mendapatkannya, ia tidak selalu hanya makan kuah sup saja, melainkan makanan yang lebih layak. Kadang Minami akan menangis saat melihat keadaan Yuza, ia sangat sedih. Sedangkan Yamada, dia memanglah pemuda yang halus, tetapi ia sangat kesal saat melihat seorang anak seperti Yuza diperlakukan seperti itu.
Dia selalu mengatakan sumpah serapah pada orang tua Yuza di depan Yuza sendiri. Yuza ingin menghentikannya, tapi ia merasa tidak enak hati jika harus menegurnya, pasalnya Yamada sudah sangat baik kepada Yuza.
"Yuuu, jangan melamun!" Tegur Kei membuyarkan lamunan Yuza.
"E-eh, Kei? Sejak kapan kau disini?" tanya Yuza bingung.
"Dasar Yuu, terlalu serius melamun sampai tidak menyadariku."
"Maaf-maaf." kata Yuza sambil terkekeh pelan.
Di samping mereka sudah ada Fujita Mito dengan nampan yang di atasnya ada beberapa cemilan kecil yang baru saja ia buat, dan 2 gelas minuman yang cukup menyegarkan. Satu untuknya dan satu lagi untuk Yuza—setelah tahu Kei adalah hantu, dia tidak lagi membuatkan sesuatu untuk Kei, karena Kei juga tidak akan meminumnya.
Wanita itu lalu meletakkannya di atas meja, kemudian duduk di kursi tunggal di sebelah kiri Yuza. Kei sendiri duduk di pegangan kursi itu.
"Terimakasih Fujita-san." Ucap Yuza tulus.
Fujita Mito tidak merespon perkataan Yuza, ia terlihat sedang memikirkan sesuatu, dan juga terlihat sangat cemas. Padahal tadi sebelum dia ke dapur, raut wajahnya tidak seperti itu.
"Fujita-san? Ada apa?" tanya Yuza khawatir. Tidak ada jawaban. "Fujita-san?" Yuza lalu menyentuh bahunya, dan akhirnya ia berbalik menghadap Yuza. "Apa ada yang sedang kau pikirkan? Kau terlihat sangat cemas." tanya Yuza lagi.
"T-tidak ada," jawab Fujita-san gugup.
"Tapi-"
"Tenang saja, tidak usah dipikirkan, itu bukan masalah yang besar, kan Fujita-san?" ucap Kei yang tiba-tiba sudah berada di samping wanita itu.
"I-iya, tidak usah dipikirkan. Lebih baik ayo makan cemilannya, mumpung masih panas."
Bagi Yuza, Fujita Mito dan Kei saat itu seperti tengah menyembunyikan sesuatu, tapi apa itu? Yuza tidak pandai membaca ekspresi orang seperti Takao, jadi untuk saat ini dia hanya diam dan memakan cemilannya tanpa memikirkan hal yang terlihat sedang membebani pikiran wanita itu.
***
Pagi pun datang, mereka bersiap-siap untuk pergi, Yuza sendiri mengatakan kalau ia tidak perlu tidur lagi, jadi mereka segera berpamitan kepada Fujita Mito. Mereka sempat ditawarkan untuk sarapanm pagi, tapi mereka menolaknya dengan halus, takut jika nanti mereka ketinggalan kereta pertama di pagi itu.
"Terimakasih untuk semuanya Fujita-san, kami akan terus mengingatnya." Ucap Haruna halus lalu membungkukkan badannya diikuti Takao, Yuza, dan Kei.
"Senang sekali bisa membantu kalian, aku juga sangat berterimakasih pada kalian, akhirnya aku tidak lagi hidup di dalam ketakutan dan penyesalanku." Jelas Fujita Mito kepada mereka.
Saat mereka mau membalikkan badannya, Fujita Mito kembali mengatakan sesuatu, "selamat tinggal semuanya, waktunya sangat sedikit, tapi aku sangat senang bisa bertemu dengan kalian. Kalian adalah anak-anak yang baik, kalian akan mempunyai masa depan yang cerah. Terimakasih sudah mau datang mengunjungi dan menghibur wanita tua sepertiku. Sesekali lhatlah masa lalu kalian berempat untuk memecahkan masalah yang akan kalian hadapi di masa sekarang maupun masa depan."
"Maaf kami tidak terlalu mengerti..." ucap Takao yang sedikit bingung dengan perkataan Fujita Mito
"Sudahlah tidak usah dipikirkan, nanti kalian ketinggalan keretanya." Mendengar itu mereka sekali lagi membungkuk ke arah Fujita Mito dan mulai berjalan menuju stasiun kereta api kecil yang kemarin mereka datangi.
Saat sampai di stasiun, mereka memilih duduk untuk menunggu keretanya. Takao yang sejak tadi terlihat tidak tenang mulai membuka obrolan di antara mereka. "Menurut kalian apa maksud perkataan Fujita-san tadi?" tanya Takao meminta pendapat.
"Berterimakasih?" Jawab Yuza singkat.
"Mengatakan tentang masa depan kita yang cerah?" tambah Haruna.
"Bukan itu, maksudku yang tentang melihat masa lalu kita, apa kalian mengerti maksudnya?"
"Benar juga, Fujita-san sempat mengatakannya tadi, tapi apa maksudnya ya?" Haruna bertanya balik.
"Mungkin untuk masa depan kita yang cerah kita harus belajar dari masa lalu?" Yuza mencoba mengartikan dengan pendapatnya.
'Benarkah? Tapi kenapa aku merasakan perkataan Fujita-san itu ada hubungannya dengan kasus ini?' batin Takao masih bertanya-tanya.
"Ngomong-ngomong kita harus kembali ke kota menyebalkan itu, kota yang dipenuhi orang-orang bodoh yang takut dengan kutukan." Ucap Haruna sedikit tidak terima kalau mereka akan kembali ke kota asal mereka.
Takao melirik Haruna sambil bergumam, “perempuan ini pasti tidak pernah berkaca.” Yuza yang mendengarnya hanya bisa tertawa kecil. Ia kemudian melihat ke arah Kei, dan mendapati ada sesuatu dengan Kei yang sejak tadi hanya diam tanpa memberikan ekspresi sedikit pun.
"Kei, ada apa? Kenapa kau terlihat murung?" tanya Yuza sedikit khawatir.
"Tidak Yuza, tidak ada apa-apa." jawab Kei dengan suaranya yang datar.
Tiba-tiba Yuza, Takao, dan Haruna terdiam. Pikiran mereka sekarang bersatu, mereka melupakan sesuatu yang sangat penting. "Fujita-san!" Pekik Yuza yang sekarang sangat cemas, begitupun kedua temannya.
Dengan sigap mereka langsung berlari, meninggalkan kereta yang baru datang padahal mereka sudah menunggunya cukup lama.
Jarak stasiun kereta api dengan rumah Fujita Mito cukup jauh, sekitar satu kilometer. Itu adalah desa kecil, jadi tidak ada satu pun kenderaan yang dapat mereka tumpangi. Jadi mereka memilih berlari, mereka berlari tanpa sekali pun berhenti untuk mengambil napas.
'Jangan! Jangan lagi! Kumohon jangan lagi!'
Yuza hanya dapat berharap apa yang paling ia takuti tidak akan terjadi, sekali saja. Dia tidak ingin kehilangan siapa-siapa lagi.
Namun, saat saat mereka sampai di depan rumah Fujita Mito, mereka akhirnya sadar kalau mereka sudah terlambat. Kemungkinan terburuk yang mereka takuti telah terjadi, api sudah menyebar di seluruh rumah Fujita Mito..
Kebakaran itu seperti sudah diatur, dan sekali lagi, mereka gagal.
Mereka sangat menyesal karena melupakan hal sepenting itu, harusnya mereka dapat menyelamatkan wanita itu, tapi mereka gagal.
Kaki Yuza melemas, tak lagi mampu menopang seluruh tubuhnya, ia pun jatuh ke tanah. "Kenapa? Kenapa harus orang sebaik Fujita-san? Apa salahku? Kenapa kau terus mengambil orang-orang di sekitarku?" ucap Yuza frustasi sambil terus memukul tanah dengan kepalan tangannya.
Tanpa ia sadari tangannya mulai terluka, tapi jauh dari itu hatinya lebih terluka karena melihat orang sebaik Fujita Mito yang baru saja ia kenal harus menjadi korban kebakaran di depannya sendiri. Ia punya kesempatan untuk menyelamatkan wanita itu, tapi malah membuang kesempatan itu.
Begitupun dengan Takao dan Haruna. Rahang Takao mengeras saat melihat kebakaran itu, dia teringat neneknya yang juga mengalami hal yang sama, ia sangat marah. Sedangkan Haruna, ia terus menangis, ia tidak tahan lagi, kenapa insiden ini harus terulang kembali di depan matanya?
Mereka frustasi dengan semua ini.
'Aku harus menangkapnya!'
Mereka bertiga memantapkan kalimat itu dalam pikiran mereka, mereka harus mendapatkan pelakunya.
Mereka harus menyelesaikan semua ini!
###
*-kun : adalah penggunaan kata di akhiran nama seseorang yang digunakan kepada kepada anak laki laki yang seumuran atau lebih muda. Biasanya juga digunakan dalam lingkungan kerja untuk memanggil orang yang memiliki jabatan lebih rendah.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top