Part 17

Besoknya, tepat pukul 10:00 pagi, mereka bersiap-siap untuk pergi. Sementara Haruna beristirahat tadi, Yuza dan Takao sibuk membahas tujuan mereka berikutnya. Kali ini mereka akhirnya memutuskan untuk mengunjungi tempat tinggal peramal yang dahulu diusir dari kota tempat Yuza tinggal.

Menurut Tuan Takahashi rumah peramal itu berada di sebuah kota yang kira-kira memakan waktu perjalana 1 jam dari tempat mereka. Cukup lama, tapi itu tidak masalah selama mereka mendapatkan petunjuk baru.

Sebenarnya ada keraguan dalam hati mereka, terutama Takao. Peramal itu adalah daftar pertama dari tersangka yang mereka perkirakan, dia punya motif yang jelas untuk membuat Yuza tersiksa selama bertahun-tahun, dan mendekati orang yang mungkin saja akan membahayakan diri mereka? Itu bukanlah pilihan yang aman. Namun, mereka tidak punya pilihan lain lagi. Mereka hanya berharap semoga peramal itu tidak sejahat yang mereka bayangkan.

Sebelum pergi mereka sempat memastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci dengan aman, dan kemudian baru berangkat. Perjalanan mereka cukup jauh, mereka berganti kereta sampai 3 kali, dan juga menaiki bus selama 15 menit. Berbeda dari perkiraan Tuan Takahashi yang mengatakan perjalanan hanya akan menghabisi waktu 1 jam, mereka justru menghabiskan waktu hampir 2 jam.

Perjalanan panjang mereka akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang  tampak sudah tidak terawat. Rumput liar tumbuh di mana-mana, kaca jendela ditutupi dengan debu, dan pagar besi yang sudah rusak.

"Jadi, sekarang bagaimana? Sepertinya rumah itu sudah lama kosong." tanya Yuza pada Takao dan Haruna.

"Biar kutanyakan dulu pada nenek itu," ucap Takao pada Yuza.

Takao lalu berjalan menuju rumah yang ada di sebelah rumah yang telah rusak itu. Takao membungkukkan badannya sebelum membuka pintu pagar. Setelah masuk, sekali lagi ia membungkukkan badannya pada seorang nenek yang tengah duduk di halaman rumahnya sendiri. Mereka terlihat berbicara banyak. Sekitar 5 menit kemudian Takao kembali berjalan menuju Yuza dan Haruna.

"Bagaimana?" tanya Haruna penasaran.

"Aku tidak yakin, tapi kata nenek wanita yang dahulu tinggal di rumah itu namanya Fujita Mito. Tiga tahun yang lalu, nenek itu melihat Fujita Mito mengangkat barang-barangnya dengan jasa kurir, sepertinya saat itu dia sudah memutuskan untuk pindah,”

“Ketika nenek itu bertanya kemana Fujita Mito ingin pindah dia hanya menjawab dengan hal-hal yang terdengar aneh, seperti ‘aku harus pergi sebelum dia membalaskan dendamnya kepadaku juga’, itulah yang nenek itu katakan."

"Jadi, wanita bernama Fujita Mito itu sama sekali tidak mengatakan ke mana dia akan pergi?" tanya Haruna lagi.

"Sayangnya tidak. Namun, nenek itu sempat berbicara dengan supir yang mengangkat barang-barang milik Fujita Mito. Katanya mereka pergi ke salah satu desa kecil yang jaraknya kira-kira 5 jam dari sini.” Jelas Takao pada Haruna dan Yuza.

“Ha? Perjalanan jauh lagi? Ayolah aku sudah capek.” Keluh Haruna saat mendengar penjelasan Takao.

"Tapi untuk sekarang kita hanya punya petunjuk ini, tidak ada salahnya kan kalau mencoba?" bujuk Takao.

Takao jugasebenarnya sudah sangat capek dengan perjalanan yang jauh. Namun, jika memikirkan bagaimana keadaan mereka sekarang, petunjuk sekecil itu sudah seperti sebuah harapan yang besar.

Perjalanan mereka cukup lama. Mereka beberapa kali berganti kereta, bahkan sampai ketiduran di setiap kereta yang mereka naiki. Untuk makan siang saja mereka harus bersabar dengan makanan-makanan ringan yang dijual di supermarket yang mereka temui. Sepertinya malam itu mereka harus memikirkan tempat untuk menginap.

Sekitar 5 jam kemudian akhirnya mereka sampai di tempat tujuan mereka. Saat itu hari sudah mulai sore. Satu hal yang tidak mereka perkirakan adalah tempat yang saat ini mereka datangi adalah sebuah desa kecil di sekitaran pegunungan. Orang-orangnya memang terlihat ramah, begitu pun pemandangan di desa itu, tapi pasti akan menakutkan saat malam hari, karena tempat itu didominasi oleh pohon-pohon lebat dan hutan.

Haruna dan Takao menanyakan kepada penduduk di sana apa mereka mengenal wanita bernama Fujita Mito, sedangkan Yuza hanya memilih untuk tetap duduk di stasiun kereta sambil menunggu Haruna dan Takao.Yuza tidak ingin menimbulkan masalah di tempat yang baru pertama kali ia datangi.

Berbekal penjelasan dari Yuza tentang penampilan seorang Fujita Mito, akhirnya Takao dan Haruna mendapatkan sebuah petunjuk dimana wanita itu tinggal. Setelah mereka menjemput dan membangunkan Yuza yang tertidur di bangku stasiun, mereka pun bersama-sama mendatangi rumah yang mungkin menjadi tempat tinggal Fujita Mito.

Matahari sudah terbenam ketika mereka sampai di depan rumah itu. Rumah itu terletak cukup jauh dari pemukiman warga. Sejauh mereka memandang hanya ada kegelapan malam yang mengitari rumah kecil itu.

Sekilas rumah itu seperti tidak ada penghuninya, rumput liar tumbuh menjalar di halaman rumah itu. Namun, lampu di dalam rumah itu menyala, membuat mereka yakin bahwa rumah itu ada penghuninya.

Saat di depan pintu, "selamat malam." mereka mengucapkannya sambil mengetuk pintu rumah itu, tapi tidak ada jawaban.

Mereka mengulanginya selama hampir 15 menit, dan akhirnya pintu itu terbuka secara perlahan. Namun, pintunya tidak benar-benar terbuka, orang yang membukakannya hanya mengintip di balik pintu itu, membuat mereka bertiga sedikit kesal.

"Apa kami bisa bertemu dengan Nyonya Fujita Mito?" tanya Haruna sambil terus mempertahankan senyumanya.

"Tidak boleh." Jawab wanita itu singkat lalu mencoba menutup pintu itu lagi tapi segera ditahan oleh Haruna.

"Kami mohon, ada yang mau kami tanyakan padanya." Pekik Haruna sambil terus berusaha mendorong pintu itu. Wanita yang ada di dalam juga tidak mau kalah, ia terus mendorong pintu itu agar tertutup.

"Kalian ada perlu apa?" tanya wanita itu sambil terus mendorong pintunya.

"Eh, soal itu, kami hanya ingin meramal nasib kami." Jawab Takao memberi alasan. Namun, wanita itu malah mendorong pintunya semakin keras.

"Tidak ada peramal disini, cepat pergi!" usir wanita itu.

"Tidak! Kumohon kami sudah jauh-jauh datang kesini." Ucap Haruna sambil terus berusaha mendorong pintunya.

"Pulanglah! Kalian tidak diterima di rumah ini, disini tidak ada peramal!" pekik wanita itu masih tetap menyangkal kalau pemilik rumah itu bukan peramal.

Haruna masih terus mendorong pintunya dan berteriak memohon. Begitupun dengan wanita yang ada di dalam rumah itu, dia terus mendorong pintu dan terus mengusir Yuza dan teman-temannya.

Takao sendiri bingung, dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia bingung, apakah harus membantu mendorong atau menyuruh Haruna berhenti mendorong pintu itu.

Namun, di tengah kekacauan itu Yuza yang sedari tadi diam mulai membuka suaranya, "selamat malam Fujita Mito-san, sudah lama kita tidak bertemu, namaku Akiyama Yuza, ada yang ingin kutanyakan padamu." Akhirnya, wanita itu berhenti mendorong pintunya.

Ia terdiam sesaat setelah ia mendengar kata 'Akiyama Yuza'.

Hal itu dijadikan Haruna sebagai kesempatan untuk mendorong pintu itu agar terbuka lebar. Saat pintu itu sudah benar-benar terbuka, berdiri di depan mereka seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat kurus, ekspresinya nampak kaget dengan salah satu telapak tangan menutupi mulutnya.

"A-akiya-ma katamu?" gumam wanita itu pelan.

"Maaf sudah mengganggumu, tapi ada sesuatu yang ingin aku tanyakan," ucap Yuza lagi.

Mata wanita itu sekarang terlihat sembab, sedetik kemudian butir air mata mulai keluar dari matanya. Wanita itu baru saja menangis.

Wanita itu lalu maju perlahan dan mendekati Yuza, ia meraih kedua tangan Yuza dan menggenggamnya erat, sambil terus menangis.

Mulutnya terus bergerak seperti mengucapkan sesuatu, tapi Yuza tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan karena suaranya yang hampir tidak terdengar.

Ada sesuatu yang ingin dikatakan wanita itu kepada Yuza, tetapi seperti tertahan. Dia lalu mengangkat tangan kanannya dan mulai meletakan telapak tangannya di wajah Yuza, dan masih terus menangis.

"Ma-af." Ucap wanita itu singkat di tengah isakannya.

Takao, Haruna, bahkan Yuza sendiri bingung dengan apa yang baru saja terjadi.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top