Part 13
"Anak hilang.. anak hilang.. anak hilang, kenapa semua surat kabar ini dipenuhi dengan berita anak hilang?" gerutu Takao.
"Membosankan..." Takao lalu menyandarkan punggungnya di sofa tempat ia duduk.
Ia kemudian melihat ke langit-langit rumah Haruna, dan terdiam sejenak. "Aku tidak tahu akan sesulit ini." ucapnya pelan.
"Tapi, aku sudah berjanji padamu kan, nek?" Takao memejamkan matanya dan mulai tersenyum.
"Aku merindukanmu, nek. " kata Takao pelan diiringi dengan air mata yang keluar perlahan dari matanya yang terpejam.
'Nenek juga merindukanmu, Takao'
Mata Takao terbuka lebar, ia kaget. Seperti ada suara neneknya yang membalas perkataannya.
"Apa itu tadi?" Tanya Takao di balik kebingungannya.
Yuza yang tengah berbaring dengan posisi membelakangai Takao tersenyum, ia mengerti apa yang sedang terjadi.
Yuza mengetahui kalau nenek Matsumoto memang selalu mengikuti mereka. Buktinya saat Yuza terbangun di tengah kebakaran, itu semua karena nenek Matsumoto yang memanggil namanya.
Yuza tahu Nenek Matsumoto memang belum tenang karena saat ini Takao masih dalam bahaya. Tapi Yuza salut, bahkan setelah kematiannya dia masih ingin melindungi cucunya.
***
Besoknya mereka pergi kembali ke kota mati itu. Mereka pergi saat siang hari, takut jika sampai kemalaman seperti kedatangan mereka sebelumnya.
Tujuan mereka selanjutnya adalah panti asuhan Takeuchi yang terbakar tiga tahun lalu.
Sebenarnya Takao ingin melanjutkan penjelajahan di rumah Yuza, karena bagi Takao di sanalah awal dari segalanya, tapi Haruna bersikeras ia tidak ingin kembali ke tempat itu.
Karena Takao takut jika salah satu dari mereka terpisah dan terkena bahaya jadi dia mengalah dan mengikuti saran Haruna untuk ke panti asuhan saja, mungkin di panti asuhan juga ada jejak yang ditinggalkan pelaku.
"Jadi ini panti asuhannya?"
Tanya Takao saat melihat sebuah bangunan yang sudah sangat hancur. Sebagian bangunan itu bahkan tidak memiliki atap lagi.
"Iya." Jawab Yuza.
Haruna terus diam, begitupun saat di perjalanan. Dalam hatinya terus menangis, andai saja saat itu dia sedikit lebih dewasa, dia pasti akan menyelamatkan Rin.
Saat mereka memasuki halaman bangunan itu, mereka melihat dua buah ayunan, papan seluncuran, dan alat-alat bermain lainnya.
Haruna kembali teringat saat ia tertawa dengan teman-teman semasa kecilnya, itu adalahg masa-masa terindah dalam hidupnya.
"Andai aku dapat mengulanginya," ucap Haruna sambil tersenyum sedih.
'Tidak! Andai dia tidak pernah datang,' bisik Haruna dalam hatinya.
Kali ini wajahnya berubah marah, ia lalu melihat ke arah Yuza. Amarah yang selalu ia pendam perlahan mulai keluar. Terlihat Haruna benar-benar membenci Yuza.
Ada alasan lain kenapa dia memakai nama Watanabe Koyuki.
Benar adanya bahwa Nyonya Takahashi yang memintanya, tapi itu juga ia jadikan alasan agar ia lebih mudah mendekati Yuza, oleh karena itu ia pun sempat mengubah sifatnya untuk mempermulus rencananya.
Ya, Haruna ingin membunuh Yuza, hanya saja ia tidak pernah mendapatkan kesempatan itu karena Takao yang diam-diam juga suka mengawasi Yuza.
Saat ini mereka sedang mencoba menelusuri seluruh lantai pertama. Dari ruangan dimana tempat anak-anak panti berkumpul dan bermain, sampai di dapur, tapi mereka tidak menemukan apa-apa.
Ketika mereka ingin menuju ke lantai dua, tepat di depan tangga kayu yang kelihatannya sudah mau roboh itu, Haruna terpaku. Pikirannya kembali terputar saat kejadian di malam itu.
Saat Haruna bersama Rin dan saat Rin menahan benda-benda yang jatuh dengan punggungnya untuk melindungi Haruna.
Tanpa Haruna sadari, air mata mulai membasahi wajahnya. Kali ini rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal, ia sudah tidak dapat menahan amarahnya lagi. Dengan langkah cepat Haruna mendekati Yuza dan langsung menarik kerah baju Yuza, lalu membantingnya.
Entah dari mana datangnya kekuatan besar Haruna, yang pasti saat itu Yuza benar-benar dibanting di atas tumpukan kayu-kayu, membuat Yuza meringis kesakitan.
Baru saja Yuza bangun, Haruna sudah menarik lagi kerah bajunya dari depan, membuat tubuh Yuza tertarik.
"Kau.. kau... KAU YANG MENYEBABKAN SEMUA INI!!" Teriak Haruna di depan wajah Yuza.
Takao yang saat ini kebingungan mencoba menarik Haruna, tapi dengan mudahnya Haruna menepis tangan Takao.
Takao mulai kesal, ia ingin menarik tangan Haruna tapi Yuza mengehentikannya. Yuza mengangkat tangannya ke arah Takao, memberi isyarat agar Takao tidak perlu melakukan apa-apa.
Masih dalam cengkraman tangan Haruna di kerah bajunya, Yuza mulai menunduk. Ia sengaja membiarkan apapun yang akan dilakukan Haruna padanya.
"Semuanya baik-baik saja sebelum kau datang, tapi kenapa kau harus datang? Kenapa?!"
"Karena kau... mereka mati karena kedatangannmu!"
"KAU ADALAH KUTUKAN, KAU HARUS MATI!!" Teriak Haruna.
Sekali lagi ia membanting tubuh Yuza ke lantai, membuat Yuza jatuh tersungkur. Yuza terus diam, tapi bukan berarti dia takut. Ia terus diam karena ia merasa bersalah pada Haruna dan seluruh penghuni panti.
Yuza tidak berhak menyalahkan Haruna atas apa yang ia terima sekarang, karena itu dia membiarkan Haruna memukulnya, membantingnya, meneriakinya. Bahkan jika Haruna ingin membunuhnya, ia akan membiarkannya.
Iya, Yuza pasrah. Terlalu banyak penyesalan yang ia pikul, sampai di titik di mana ia sudah siap kalau saja suatu saat ada seseorang akan membunuhnya.
Disisi lain, ada Haruna yang sudah mengambil salah satu kayu yang berserakan di lantai. Haruna mengangkat tangannya yang memegang kayu itu dan berniat menghantam kepala Yuza, tapi Takao segera menahan tangan Haruna. Takao dengan susah payah mengambil kayu itu dari tangan Haruna, lalu membuangnya ke sembarang tempat.
"Kau sadar apa yang sedang kau lakukan?" Takao menatap tajam mata Haruna.
Haruna hanya diam dengan rahang yang masih menegang, membuktikan kalau saat ini ia masih belum dapat mengendalikan emosinya.
"Kau ingin membunuhnya?" Tanya Takao sambil menunjuk Yuza."Kau ingin membunuhnya karena dendammu yang tidak jelas itu?"
"Kalau kau ingin membunuh seseorang seharusnya kau membunuh pembunuhnya!" Ucap Takao yang sudah sangat kesal.
"AKU HARUS MEMBUNUHNYA!!"
Teriak Haruna mulai memberontak, ia benar-benar sudah tidak terkendali.
Sekali lagi, Takao menahan Haruna dengan kedua tangannya.
"Apa untungnya untukmu?" tanya Takao membuat Haruna terdiam sesaat.
"Apa Takeuchi Rin akan kembali setelah kau membunuh Yuza? Apa teman-teman kecilmu akan hidup lagi? Apa kau akan tenang setelah kau menghabisi nyawa seseorang?" tanya Takao sedikit berteriak.
"Dan... apa menurutmu mereka akan tenang setelah mengetahui Haruna kesayangan mereka menjadi pembunuh karena kematian mereka?"
Haruna terdiam, dia kehabisan kata-kata. Dia mulai sadar dengan kesalahannya. Membunuh Yuza memang tidak ada untungnya, itu hanya memuaskan rasa amarahnya saja. Tapi setelah itu? Tidak ada.
"Menurutmu untuk apa kita datang ke sini?" tanya Takao mulai menyadarkan Haruna.
"Kita datang ke sini untuk mencari tahu siapa pembunuh sebenarnya, kita ke sini untuk itu, Haruna! Kita ingin membuat mereka semua tenang,"
"Apa kau pikir korban di sini hanya kau? Apa kau pikir yang kehilangan seseorang yang sangat berharga itu hanya kau? Aku kehilangan nenekku, Yuza kehilangan keluarganya,"
"Haruna, kita semua di sini kehilangan orang-orang yang kita sayang, dan kita di sini ingin membuat mereka tenang, itu alasan kita datang ke sini, ‘kan?” Jelas Takao sendu.
"Kau juga ingin membuat teman-temanmu tenang kan, Haruna?"
Haruna benar-benar kehabisan kata-kata, perlahan ia mundur untuk menjauh dari Takao dan Yuza, lalu ia berbalik dan langsung berlari ke atas tangga. Ia sangat menyesal, bahkan untuk saat ini ia merasa sangat malu pada Yuza.
Sesaat Takao melihat ke arah Yuza, "tunggulah di sini, aku akan mengejarnya." Ucapnya pada Yuza.
Takao lalu menaiki tangga itu dengan hati-hati agar tidak terjatuh.
Setelah Takao pergi. Yuza kembali diam. Ia mulai menangis. Bukan karena rasa sakit di tubuhnya, melainkan hatinya. Hatinya seperti tersayat, rasanya sangat sakit ketika Haruna mengatakan itu padanya.
Yuza ingin mengakhiri nyawanya saat ini juga, ia ingin semua kekacauan yang terjadi berakhir saat ini juga, tapi Yuza harus bertahan sedikit lagi. Ia harus bertahan sampai mereka menemukan siapa yang membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
‘Akiyama Yuza.’
Sayup-sayup Yuza mendengar suara lembut seorang wanita memanggilnya.
"Siapa?" tanya Yuza yang tengah kebingungan mencari asal suara itu.
Saat itu juga Yuza merasakan sesuatu menyentuh bahunya dari belakang, dan saat ia menengok kebelakang, "Rin-san*?"
###
*-san : adalah sebuah panggilan honorifik Jepang yang sering digunakan kepada lawan bicara. Panggilan -san adalah panggilan yang Universal, jadi boleh atau biasa digunakan oleh kalangan tua, muda, cewek, cowok, dan siapapun. Panggilan -san boleh digunakan untuk memanggil secara sopan pada orang yang belum telalu dikenal.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top