Part 1

Dunia memang tidak adil, bahkan untuk anak sekecil Yuza.

Sejak usianya yang hampir menginjak 10 tahun Yuza sudah diasingkan orang tuanya, ia tinggal di gudang belakang rumahnya yang kotor. Sedangkan orang tua dan saudaranya tinggal di dalam rumah yang besar dan bersih.

Setiap harinya Yuza hanya memakan kuah sup sisa dari orang tuanya, ia tidak bersekolah layaknya anak-anak seusianya, ia tidak bermain di taman seperti anak kecil pada umumnya.

Kadang Yuza menangis seorang diri di gudang kotor tempat ia tinggal, meratapi betapa menyakitkannya hari-hari yang ia lewati, ia tidak memiliki teman, sampai anak kecil yang sedikit lebih tua darinya itu datang menghampirinya.

Entah datang dari mana, anak itu langsung mengajaknya bermain.

"Hei, kau! Bermainlah denganku!" ajak anak itu tiba-tiba.

"Eh? Bermain apa?" tanya Yuza sambil menatap lirih ke arah anak itu.

"Apa yaa?" anak itu mengangkat kepalanya seolah memikirkan sesuatu. "Bagaimana kalau petak umpet?" ajak anak itu terdengar antusias.

Yuza kembali menunduk, "tapi, kenapa kau mengajakku?"

"Kau setiap hari menangis di ruangan kotor ini, melihatmu saja sudah membuatku merasa sedih."

"Hmm..." gumam Yuza masih dengan posisi menunduk.

"Namaku Kei, usiaku 12 tahun, apa kau punya teman? Kalau tidak bertemanlah denganku! aku juga tidak punya teman."

Yuza kaget mendengar perkataan itu, ia mengangkat kepalanya dan melihat Kei yang mengulurkan tanganya untuk bersalaman dengan Yuza.

Tanpa pikir panjang Yuza langsung meraih tangan anak itu.

Yuza lalu tersenyum dengan air matanya yang mulai menetes, air mata kebahagiaan.

Tentu saja, uluran tangan Kei saat itu sudah seperti sebuah keajaiban di mata Yuza yang selalu merenungi nasib buruknya setiap hari.

"Namaku Yuza. Terimakasih sudah mau menjadi temanku, Kei."

***

Setelah bertemu Kei, Yuza semakin ceria, lebih ceria dari sebelumnya. Bahkan ia bisa melewati hari-harinya di gudang sampai usianya mau memasuki 12 tahun.

Tinggal di gudang kotor selama dua tahun tidak terlalu terasa saat ada Kei bersamanya.

Selain itu ada supir dan pelayan di rumah Yuza yang selalu diam-diam membawakan makanan layak untuknya sehingga Yuza tidak selalu kelaparan.

Malam itu tepat tanggal 21 Juli, yang merupakan hari ulang tahun Yuza ke-12 tahun.

Yuza melihat bintang di langit dari jendela gudang, ia lalu tersenyum hangat sambil menatap dalam bintang-bintang itu. Tidak dirasakannya lebih dari setahun dapat ia lewati di dalam gudang kotor ini dengan penuh keceriaan.

Tentu saja Kei adalah alasan utama kenapa Yuza tetap bertahan di tempat itu. Entah bagaimana nasib Yuza jika Kei tidak datang menemuinya dan mengajaknya berteman di malam itu.

Ngomong-ngomong tentang malam itu, Kei datang dari mana? Entahlah, Yuza tidak mau memikirkan itu berlarut-larut. Selama Kei ada di sampingnya, dia sudah merasa itu lebih dari cukup.

Yuza kemudian mengalihkan pandangannya ke arah rumah besar yang berada tepat di depan gudang tempat ia dikurung. Terlihat sangat ramai.

"Benar juga, Vin pasti sedang merayakan ulang tahunnya, aku ingin bertemu dengannya." Ucap Yuza pelan.

"Vin?" tanya Kei penasaran.

"Dia saudaraku, hari ini juga ulang tahunnya, aku ingin mengucapkan selamat untuknya." ucap Yuza tanpa sadar.

"Bukankah hari ini ulang tahunmu juga, Yuza?" tanya Kei bingung.

"Iya, hari ini ulang tahunku juga, aku dan Vin adalah saudara kembar. Kau tahu Kei, dulu aku dan Vin sering mengerjai orang lain dengan berpura-pura mengubah identitas kita." jelas Yuza dengan wajah yang dipenuhi dengan keceriaan. Menjelaskan soal kembarannya itu tentu selalu dapat membuat Yuza bersemangat.

Ya, Yuza sangat menyayangi Vin, adik kembarnya, bergitu pun sebaliknya.

Kei ikut senang melihat Yuza yang sangat semangat menjelaskan tentang Vin. Dengan sendirinya, Kei ikut tersenyum melihat Yuza.

"Oh ya, benar juga, dulu aku dan Vin merayakan ulang tahun kita bersama-sama, kita meniup lilin ulang tahun bersama-sama, dan juga membuka kado ulang tahun kita bersama-sama. Dulu rasanya sangat menyenangkan..." ekspresi Yuza berubah sedih ketika ia teringat masa-masa menyenangkannya bersama sang adik yang tidak pernah lagi ia rasakan.

"Yuza..," Kei ikut sedih melihat Yuza. "Ayo kesana! Kau ingin bertemu dengannya kan?" kali ini Kei terdengar antusias.

"Eh? Tapi, aku kan.." Yuza terdengar ragu dengan ajakan Kei.

"Tapi apanya? Lagi pula hari ini kan ulang tahunmu juga Yuza, kau harus merayakannya bersama Vin, kalian saudara kembar 'kan? Jadi kalian harus merayakan apa pun bersama-sama." Kei mencoba meyakinkan Yuza.

"Tapi... bagaimana caranya kita keluar dari gudang ini?"

"Pecahkan saja kaca jendela itu!" saran Kei singkat namun terdengar berbahaya.

"E-eh? Aku tidak mungkin melakukannya! Ayah dan Ibu pasti akan memarahiku."

"Lalu harus lewat dari mana lagi? Jendela itu terkunci dari luar, pintunya juga dikunci. Apa kita harus menembus dinding?"

"Benar juga, tapi-"

"Ayo cepat lakukan saja!"

"B-baiklah."

PRANK--

Kaca jendela gudang itu akhirnya pecah. Sebelum keluar Yuza membersihkan sisi jendela itu dari pecahan kaca agar tidak ada yang terluka saat melewatinya.

Rasanya sangat melegakan saat Yuza mulai menapaki kakinya di rumput halaman belakang rumahnya.

Akhirnya ia dapat menghirup udara yang begitu segar setelah lama terkurung di dalam gudang yang kotor. Yuza tersenyum lebar sampai-sampai mau menangis.

"Yuza, ayoo..." panggil Kei yang entah sejak kapan sudah di depan pintu dapur rumah Yuza.

Pintu dapur tidak terkunci, mereka berdua langsung memasukinya. "Dapurnya tampak sedikit berbeda." Kata Yuza sambil melihat seisi dapur yang memang tampilannya sudah berbeda sejak Yuza tinggal di dalam gudang.

Saat ia berbalik ke arah kanan, ia mendapati cermin besar, ia menatapnya sesaat. Bayangan di cermin itu adalah Yuza. Benar-benar terlihat dekil.

Rambut panjang sebahu yang tidak pernah dipotong, terlihat sangat berantakan. Baju yang dipakainya juga tampak sangat lusuh.

Bagaimana tidak? Ia tidak pernah mengganti bajunya selama 3 tahun.

Yuza kemudian mencium bau badannya, baginya biasa saja.

Mungkin karena ia sudah terbiasa dengan bau itu, pikirnya. Ia tidak pernah membersihkan tubuhnya, untuk mandi saja ia harus menunggu musim hujan. Saat hujan turun dan melewati lobang-lobang di genteng gudang, saat itulah dia mandi.

***

Yuza terus masuk lebih jauh ke dalam rumah yang membuatnya merasa seperti nostalgia itu. Tidak butuh waktu lama Yuza akhirnya sampai di sebuah ruangan yang sangat luas, banyak sekali orang berkumpul di ruangan itu.

'Apa mungkin acara sebesar ini adalah acara untuk anak berusia 12 tahun?'

Tidak berapa lama seisi ruangan terdiam, dan semua orang berubah fokus kepada seorang pria yang berada di atas panggung kecil di dalam ruangan itu, begitupun dengan Yuza.

"Terimakasih untuk kalian semua yang sudah mau datang diacara ulang tahun putraku satu-satunya, Akiyama Vin."

Terdengar tepukan tangan dari seluruh tamu yang berada di ruangan itu, sedangkan Yuza meneteskan air matanya. Sedih rasanya, Ayahnya sendiri tidak menganggapnya.

Tanpa sadar Yuza perlahan mulai berjalan ke depan. Ia ingin memberitahukan pada ayahnya bahwa ia ada disini.

Dia ingin mengatakan, 'Ayah ini putramu Yuza... aku sudah pulang.'

Yuza terus berjalan tanpa ia sadari semua perhatian mulai teralihkan kepadanya. Orang-orang itu perlahan menjauh dari Yuza. Raut wajah mereka tampak jijik, sebagian dari mereka menutup hidung karena mencium bau tidak enak dari tubuh Yuza.

Langkah Yuza terhenti saat ia berhadapan langsung dengan seorang anak yang benar-benar mirip dengannya. Hanya saja anak itu terlihat bersih dan rapi dengan jas hitam yang dipakainya, rambutnya terlihat rapi, sangat berbeda dengan Yuza.

"Kakak?" ucap anak yang mirip Yuza itu. Dialah Vin, adik kembar Yuza. Vin menatap Yuza dengan matanya yang perlahan mulai memerah, merasa terharu ketika melihat kakaknya berdiri di depannya saat itu juga. Bagaikan mimpi indah yang menjadi kenyataan bagi Vin. "Sudah kuduga, Kak Yuza masih hidup!"

ketika suasana langsung riuh dengan suara dari para tamu yang saling berbisik.

Kakak?

Apa maksudnya itu adalah saudara kembarnya yang sudah meninggal?

Kenapa dia ada di sini?

Apa tuan Akiyama selama ini menyembunyikannya?

bisikan-bisikan itu terdengar sangat mengganggu di telinga Ayah Yuza.

"HENTIKAN!! PULANGLAH.., ACARANYA SAMPAI DISINI!!! PULANGLAH KALIAN SEMUA!!!" teriak Tuan Akiyama yang sudah tidak dapat menahan emosinya lagi.

Tidak lama kemudian ruangan itu menjadi sepi, hanya tinggal Yuza, Vin, Ayah dan Ibunya, serta tuan dan nyonya Takahashi, yang tidak lain adalah paman dan bibinya Yuza.

Tuan Akiyama lalu turun dari panggung itu dan langsung menarik Yuza. Ia menariknya kedalam suatu ruangan. Ibu kandung Yuza kemudian berdiri dan menatap tuan Takahashi dan istrinya.

"Kalian berdua pergilah-"

"Apa itu Yuza? Kakaknya Vin kalian bilang sudah meninggal?" tanya tuan Takahashi yang bingung.

"Pergilah kumohon... ini urusan keluarga kami." mohon Nyonya Akiyama kepada adik dan menantunya.

"Tenanglah, Kak." Nyonya Takahashi mencoba menenangkan kakaknya, "aku dan Kentaro akan pergi sekarang, tenangkanlah dirimu Kak." Ibu Yuza hanya mengangguk pelan untuk menanggapinya.

***

Di dalam ruangan itu Yuza terus berteriak kesakitan. Ia ternyata sedang dipukuli Ayahnya sendiri. Yuza terus berteriak dan menangis sekencang-kencangnya.

Namun, Ayahnya tidak mengindahkan tangisannya. Tuan Akiyama bahkan semakin memperkeras pukulannya.

"Dasar anak kurang ajar! Siapa yang menyuruhmu keluar dari gudang?! Kau sudah membuatku malu, dasar anak pembawa sial."

Di sudut ruangan Yuza melihat Kei terisak, Kei tidak dapat membantunya, Kei hanyalah seorang anak kecil sepertinya.

Hal itu terus berlanjut sampai ayahnya merasa lelah. Ia meninggalkan Yuza yang sudah pingsan begitu saja.

***

Besoknya, Yuza terbangun dan mendapati dirinya di dalam ruangan. Sekujur tubuhnya terasa sangat perih karena pukulan yang diberikan Ayahnya semalam.

Sekali lagi Yuza menangis sangat keras. Bukan hanya fisik, perasaannya pun terasa sangat hancur. Seakan-akan dia ingin membalasnya, namun ia tak bisa, ia hanyalah anak kecil.

"Yuu.."

Ia mendapati Kei ada di sampingnya sambil tersenyum lirih.

"Kei, ya?" sekali lagi air mata Yuza mengalir dari matanya yang bulat.

Kei lalu memeluknya. "Tidak apa Yuu, kau akan baik baik saja, aku ada disini, aku akan selalu bersamamu, tenanglah Yuu, aku adalah sahabatmu."

"Terimakasih, Kei." Yuza berterimakasih dengan nada yang lirih dan pedih kepada Kei.

"Sekarang, tidurlah! Aku akan menjagamu di sini." Yuza kembali menutup matanya, ia tertidur di pangkuan sahabatnya, Kei.

***

Malam itu Yuza terbangun. Tetapi kali ini dia ada di pekarangan di depan rumahnya. Terlihat sangat ramai di sekelilingnya.

Ada apa ini? Pikir Yuza

Saat ia melihat kerumahnya, ia hanya bisa melihat api yang terus berkobar. Rumahnya telah dilahap si jago merah.

Ia hanya mampu terdiam, ia terpaku ditempatnya, ia terus memikirkan Vin dan Orang Tuanya, ia berdiri sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, dan langsung menerobos para kerumunan, berharap menemukan Vin dan Orang Tuanya, tapi nihil, ia tidak menemukan satupun dari mereka.

Malam itu, tepat pukul 24:00 pada tanggal 22 Juli. Kebakaran besar melahap sebagian besar kediaman keluarga Akiyama.

Letak rumah yang jauh dari perkotaan—aksesnya jauh dari pemadam kebakaran—serta angin malam yang semakin memperparah kebakaran itu menyebabkan terlambatnya waktu pemadaman api dan keluarga Akiyama tidak dapat diselamatkan.

Besoknya, ketika para petugas mulai memunguti sisa-sisa kebakaran. Di sana terdapat 3 jasad. 2 orang dewasa, wanita dan pria, dan 1 jasad anak kecil.

Dengan bukti itu pun, maka Akiyama George, Akiyama Maaya, dan Akiyama Vin, dinyatakan meninggal dunia.

Dan itu adalah awal dari nasib buruk yang akan selalu mengikuti Yuza.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top