Part 6

Sudah berkali-kali Naura menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia sekarang duduk di sofa ruang tamu dan tidak tahu lagi harus melakukan apa setelah selesai dengan pekerjaan memasaknya. Banyak pertanyaan yang memenuhi otaknya saat ini. Apa Arsen hanya membayarnya untuk memasak saja? Itu sungguh tidak mungkin, lebih baik Arsen membawanya ke pengadilan bukan? Itu lebih menguntungkan untuk pria itu dari pada memperkerjakannya di rumah seperti ini, dibayar pula.

Mata Naura melirik ke sekitar ruangan. Sungguh, rumah Arsen sangat sepi. Penghuni yang pernah ditemui Naura hanya ada Felix dan Arsen tentu saja. Apa selama ini Felix yang membersihkan rumah? Atau Arsen sendiri yang melakukannya. Sepertinya opsi yang terakhir sangatlah tidak mungkin.

Karena rasa jenuh yang sudah akut akhirnya Naura memilih untuk ke kebun, berharap akan ada sesuatu yang bisa dia kerjakan. Entah menyiram tanaman atau sekedar menebar pupuk. Saat sedang berjalan di jalan setapak, dia berhenti saat melihat banyak pakaian yang digantung dan terlihat sudah kering. Akhirnya Naura mengurungkan niatnya untuk ke kebun, dia mengambil keranjang bersih dan memasukkan semua baju bersih itu ke dalam keranjang. Setelah selesai Naura kembali masuk ke dalam rumah.

Saat akan menaiki tangga dia melihat Felix keluar dari kamarnya, "Felix?" panggil Naura.

"Ada apa, Nona?"

"Panggil aku Naura saja." Kesal Naura.

"Itu tidak sopan, Nona."

"Tidak sopan dari mana? Kau yang lebih tua di sini," gerutu Naura.

Felix hanya tersenyum tipis dan beralih menunjuk keranjang bersih yang dibawa Naura, "Mau kau apakan pakaian itu?"

"Oh.. aku hanya ingin merapikannya saja. Ini pakaian siapa? Milikmu atau milik tuan Arsen?"

"Milik Tuan Arsen, Nona."

"Ya sudah, biar aku yang merapikannya."

"Biar saya saja yang meletakannya di kamar Tuan," sahut Felix cepat.

"Terserah kau Felix, aku hanya akan merapikannya saja," ucap Naura sambil berlalu ke kamarnya.

Naura melipat pakaian terkahir milik Arsen dan meletakkannya di keranjang. Setelah rapi, Naura membawa keranjang itu ke bawah dan akan memberikannya pada Felix. Setelah sampai di depan kamar Felix, Naura mengetuk pintunya.

Tok! Tok!!

"Felix?"

Tok! Tok! Tok!!

"Felix?" panggil Naura sekali lagi, namun tetap tidak ada sahutan.

Setelah lama menunggu akhirnya Naura memilih untuk meletakkan pakaian itu langsung ke kamar Arsen. Sama seperti Felix, kamar Arsen terlihat sangat sunyi. Sudah berkali-kali dia mengetuk pintu kamar Arsen namun tidak ada sahutan.

Naura yang merasa lelah dengan keranjang yang dibawanya pun nekat untuk membuka pintu kamar itu.

Ceklek!

Naura membulatkan bibirnya saat melihat pintu kamar Arsen yang ternyata tidak dikunci. Dengan perlahan dia memasukkan kepalanya terlebih dahulu untuk melihat keadaan kamar Arsen. Setelah dirasa aman Naura mulai masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengamati kamar Arsen sambil meletakkan keranjang pakaian di atas kasur. Naura begitu terkejut saat mendapati luas kamar ini yang hampir sama dengan kamarnya, yang berbeda adalah mungkin barang di kamar Arsen jauh lebih banyak. Pikiran Naura terus berkecambuk, bagaimana mungkin kamar tuan dan pelayan bisa sama besarnya seperti ini. Bahkan, Naura juga tidak merasa menjadi pelayan di rumah ini, mengingat dia hanya bertugas untuk memasak makanan.

Seolah sadar, Naura langsung berjalan ke arah lemari dan memasukkan pakaian yang dibawanya tadi sebelum Arsen melihat dirinya dengan lancang masuk ke dalam kamar. Naura yang sibuk dengan pekerjaannya tidak tahu jika ada seseorang yang mengawasinya sedari tadi.

Arsen menatap Naura dengan kening yang berkerut. Bagaimana bisa wanita itu masuk ke dalam kamarnya. Dia tahu jika Naura sedang mengetuk kamarnya tadi, tapi Arsen yang berada di dalam kamar mandi hanya memilih untuk mengabaikannya. Dia pikir Naura akan pergi dengan sendirinya, tapi lihatlah sekarang, gadis itu sudah berada di dalam kamarnya, lancang sekali!

"Ehem!" Arsen berdehem sambil menyandarkan tubuhnya di pintu kamar mandi.

Naura langsung berbalik saat mendengar suara deheman yang tidak asin dan benar saja, dia mblangsung terdiam begitu menemukan Arsen yang berdiri dengan angkuhnya di depan pintu kamar mandi. Bukan, bukan itu yang membuat Naura terdiam. Lagi-lagi Naura diberi pemandangan yang beresiko membuatnya sakit jantung di usia muda. Bagaimana tidak? Arsen sedang berdiri dengan handuk kecil yang melingkari pinggangnya, membiarkan dada dan perutnya yang bidang itu terpampang jelas di hadapannya. Naura yang masih labil di masa remajanya pun hanya bisa terdiam menatapi tubuh Arsen. Rasa takut yang menghantuinya tadi seolah hilang terganti dengan rasa ingin tahu bagaimana rasanya jika dia menyentuh perut itu secara langsung.

"Apa yang kau lakukan di kamarku? Dasar tidak sopan!" Naura tersadar karena bentakan Arsen. Lagi-lagi dia merutuki kebodohannya karena sempat tergoda dengan tubuh Arsen.

"Hmm.. aku.. aku hanya mengantarkan pakaianmu. Itu saja," jawab Naura dengan gugup.

Gadis itu menahan nafas saat Arsen berjalan menghampirinya. Apa yang akan pria itu dilakukan? Naura memundurkan kepalanya saat Arsen sudah sampai di hadapnnya. Naura mengumpat dalam hati begitu menyadari begitu pendeknya dia. Bagaimana bisa tingginya hanya sebatas dada Arsen? Ini sungguh merepotkan, karena dia bisa melihat dada Arsen secara langsung.

Naura memejamkan matanya saat Arsen mengangkat tangan kanannya. Sungguh dia takut, dia takut jika Arsen akan menamparnya. Semua orang tahu kalau Arsen merupakan orang yang kejam. Apalagi mengingat kesalahan Naura yang cukup fatal itu. Namun, Naura membuka sebelah matanya lagi saat tidak merasakan apapun. Arsen masih berdiri dengan tangan kanan yang terangkat siap menampar Naura.

"Ampun Tuan! Jangan tampar aku." Naura akhirnya memilih untuk merengek sebelum Arsen benar-benar melayangkan pukulannya.

Arsen yang mendengar rengekan Naura pun mendengus kesal. Tangan kanannya terulur untuk mendorong kening Naura ke belakang hingga Naura jatuh ke atas kasur, "Menyingkirlah, kau menghalangi jalanku," ucap Arsen datar kemudian beralih untuk mengambil pakaian yang sudah ditata rapi oleh Naura di dalam lemari.

"Huftt.. aku kira kau akan menamparku," ucap Naura pelan dan mengambil posisi untuk duduk di atas kasur.

Naura mengamati Arsen yang dengan santainya memakai baju di hadapannya. Arsen juga terlihat tidak masalah dengan kehadiran Naura di kamarnya.

"Tuan Arsen, kita-" Ucapan Felix terhenti saat mendapati Naura berada di kamar Arsen. Sungguh aneh saat mendapati seorang wanita berada di kamar tuannya apalagi dengan keadaan Arsen yang sedang berganti pakaian.

Naura yang menyadari tatapan terkejut dari Felix pun memilih untuk berdiri dan keluar dari kamar, "Maaf, aku harus ke kebun sekarang."

Felix menatap kepergian Naura dengan bingung, kemudian tatapannya beralih pada Tuannya yang sedang berdiri di depan cermin.

"Ada apa ini?" tanya Felix dengan penasaran.

"Apa maksudmu?" tanya Arsen santai, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Apa yang dilakukan nona Naura di kamar Tuan?"

"Mengantar pakaian." Tunjuk Arsen ke arah lemari dengan dagunya.

"Tuan tidak marah?" tanya Felix lagi, karena biar bagaimanapun hanya Felix yang paham betul dengan sifat Tuannya itu. Bahkan pembantu yang sering dipanggil Felix untuk membersihkan rumah seminggu sekali tidak akan berani masuk ke dalam kamar Arsen. Namun Naura sangat membuatnya terkejut, dan melihat sikap santai yang diberikan Arsen membuat Felix semakin terkejut.

"Marah?" Arsen berbalik dan memandang Felix, "Tentu saja aku marah namun saat akan menamparnya aku tidak bisa." Arsen kembali berbalik ke arah cermin.

"Tuan tidak tega begitu?" tanya Felix hati-hati. Dia takut jika Arsen akan marah karena rasa penasarannya itu.

"Aku tidak tahu, Felix. Hanya saja aku tidak bisa menamparnya."

"Apakah Tuan ti-" Ucapan Felix terhenti saat Arsen memotongnya.

"Diamlah Felix, jangan merusak suasana hatiku. Kau akan tahu akibatnya nanti." Felix memilih untuk diam saat Arsen bicara seperti itu.

"Maafkan saya Tuan," ucap Felix dengan menunduk, "Kita akan berangkat ke kebun anggur 15 menit lagi." Lanjut Felix kemudian berlalu pergi.

***

Naura sedang memotong buah apel di dapur. Namun saat mendengar suara langkah yang mendekat, dia melirik ke arah suara itu. Ternyata Felix yang sedang berjalan menuruni tangga. Naura kembali fokus mengiris buah saat Felix melirik ke arahnya.

"Apa yang kau buat Nona?" Naura mengangkat buah apel yang sudah dipotongnya dan memasukkannya ke dalam mesin penghalus.

"Jus apel, kau mau Felix?"

"Tidak, terima kasih. Mungkin kau bisa buatkan untuk tuan Arsen karena kita akan ke kebun Anggur."

"Kebun anggur?" Naura menghentikan kegiatannya.

"Iya."

"Bisakah aku ikut?" tanya Naura antusias.

"Aku tidak tau Nona, kau bisa tanyakan itu langsung pada tuan Arsen," ucap Felix dengan senyuman tipis.

"Bisakah kau saja yang melakukannya? Aku tidak yakin jika tuan Arsen akan mengijinkanku," ucap Naura dengan malas.

"Mengijinkan apa?" tanya Arsen tiba-tiba sambil mengancingkan lengan kemejanya.

"Nona Naura ingin ikut ke kebun Tuan. Apakah boleh?" Naura memejamkan matanya menunggu jawaban dari Arsen.

"Untuk apa? Ingin mencuri anggur lagi?" ucap Arsen tajam.

Naura mendengus dan memainkan pisau dengan kesal, "Kalau tidak diijinkan ya tidak apa, jangan mengejekku." Kesal Naura dengan cemberut.

"Ganti pakaianmu. Aku tunggu di mobil," ucap Arsen dan berlalu pergi keluar rumah.

Naura yang mendengar itu berteriak girang dan berlari ke arah kamarnya, namun dia kembali lagi ke dapur saat melupakan sesuatu.

"Terima kasih Felix," ucap Naura sambil tersenyum lebar dan kembali ke kamarnya.

Felix hanya menggelengkankan kepalanya melihat tingkah kekanakkan Naura. Bagaimana bisa gadis kecil seperti itu bisa membuat makanan yang lezat?

***

Naura memilih berpisah dengan Arsen saat sudah sampai di kebun. Dia menghampiri para pegawai yang terlihat sangat gembira melihat Naura. Mereka pikir Naura disiksa oleh Arsen karena sudah lama sekali dia tidak berkunjung ke kebun.

"Aku pikir tuan Arsen benar-benar menuntutmu Naura," ucap salah satu pegawai sambil menyebarkan pupuk.

"Tidak, dia hanya memintaku untuk bekerja di rumahnya."

Para pegawai menatap Naura terkejut, "Benarkah? Apa kau betah bekerja dengannya? Sudah berapa kali dia membentakmu Naura?"

Naura hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Tidak, tuan Arsen tidak pernah memarahiku."

"Sulit dipercaya," gumam para pegawai.

"Naura!" panggil seseorang membuat Naura berbalik dan mendapati Josh yang sedang berlari menghampirinya.

"Josh!" pekik Naura senang dan berhambur masuk ke pelukan Josh.

"Aku merindukanmu, kenapa tidak pernah mampir ke peternakan?" tanya Josh sedikit kesal.

"Maaf Josh. Aku jarang sekali keluar dari rumah tuan Arsen." Sesal Naura.

"Dia bersikap jahat padamu?" tanya Josh dengan khawatir.

"Tidak, kenapa semua orang berpikiran seperti itu?" Naura mengerutkan keningnya bingung.

"Entahlah, semua orang sudah tahu bagaimana sifat si Clovis itu."

"Dia baik, Josh. Dia tidak pernah berbuat jahat kepadaku," ucap Naura mantap.

Naura dan Josh memilih berbincang-bindang di bawah pohon anggur yang rindang agar terhindar dari matahari. Sesekali mereka juga tertawa bersama, tanpa mereka sadari Arsen berjalan menghampiri mereka.

"Naura!" panggil Arsen keras.

Naura yang terkejut langsung bangkit dari duduknya. Tangannya menepuk-nepuk pantatnya yang kotor karena tanah.

"Tuan Arsen."

"Aku menunggumu di mobil sejak tadi dan kau malah asik bersama kekasihmu di sini."

Seolah tersadar Naura langsung menepuk keningnya dengan keras, "Astaga! Maafkan aku Tuan," ucap Naura. Dia melupakan ucapan Arsen untuk kembali ke mobil 1 jam kemudian.

"Josh aku harus pulang. Kapan-kapan kita bertemu lagi. Bye," ucap Naura kepada Josh dan berjalan ke arah mobil bersama Arsen.

"Sedang melepas rindu, huh?" tanya Arsen dengan nada yang menyebalkan.

"Josh bukan kekasihku."

"Aku tidak bertanya." Naura mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Arsen.

Dasar pria es menyebalkan!

"Ini." Naura melihat kantung yang diberikan Arsen kepadanya.

"Apa ini?"

"Bodoh! Bukalah jika penasaran." Naura segera membuka kantung yang diberikan oleh Arsen dan kemudian tersenyum lebar. Dia menatap Arsen dengan wajah yang berseri-seri.

"Apa anggur ini untukku Tuan?"

"Hm." Arsen hanya menjawab dengan deheman.

"Terima kasih!" Refleks Naura menarik lengan Arsen dan memeluknya. Arsen yang diperlakukan seperti itu lagi-lagi terdiam. Jantungnya kembali berdetak ketika rasa itu kembali datang.

"Tapi Tuan, ini sudah bukan lagi musim panen," tanya Naura dengan bingung. Dia melihat anggur di kebun sudah habis karena masa panen sudah berlalu.

Seolah tersadar, Arsen melepaskan tangan Naura dan berjalan mendahuluinya, "Aku tahu kau suka anggur, karena itu aku mengambilnya dari gudang," jawab Arsen sambil masuk ke dalam mobil.

"Sekali lagi terima kasih Tuan. Aku akan mengolahnya menjadi kue nanti," ucap Naura ikut masuk ke dalam mobil.

"Ya ya terserahmu," gumam Arsen menggeser duduknya agar tidak berdekatan dengan Naura. Dia tidak mau jantungnya kumat lagi.

***

TBC

Bonus foto babang tamvan abis mandi 😘

Follow ig : viallynn.story

Jangan lupa vote dan commentnya ya 💕

Viallynn

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top