Masa Lalu 1.7 (Revised)
Zoey selalu mendengar berbagai jenis hukuman dari mulut Tuan Hashe. Namun, hukuman yang satu ini terus berlaku selamanya untuk Geornia.
"Ayah, besok adalah pernikahanku dan Kyle. Tolong jangan kurung Kak Nia. Aku tidak mau orang-orang semakin beranggapan buruk terhadapku."
Saat ini tengah beredar gosip-gosip gelap yang menyoroti kehidupan Zoey. Tentang identitasnya sebagai anak haram, kontrak iklan erotis, dan masih banyak lagi. Namun, yang paling disorot di antara semua itu adalah tentang Zoey si perebut tunangan orang. Ketidakhadiran Geornia hanya akan memperkeruh suasana.
"Kamu yakin?" Tuan Hashe menaikkan sebelah alis. "Bagaimana kalau kakakmu justru merusak pernikahan tersebut?"
"Tidak akan," ucap Zoey menunjukkan gigi seri. 'Karena aku sendiri yang akan merusaknya', lanjutnya dalam hati.
"Baiklah jika kamu seyakin itu, Nak." Tuan Hashe ikut tersenyum, tetapi hanya sekilas.
Ia lantas mengarahkan dagu ke arah pintu agar pelayan membawa Geornia keluar dari kamar Zoey.
"Mari, Nona." Pelayan itu menyeret lengan Geornia dengan perasaan canggung.
Mereka menunduk takut. Kalau bukan atas perintah Tuan Hashe, maka tidak ada lagi pemegang kendali tertinggi di antara semua pelayan ... selain Geornia.
"Lepas!"
Geornia berusaha keras melepaskan diri dari cengkeraman pelayan yang menyeretnya paksa keluar. Dia meronta-ronta, tangan dan kaki bergerak liar. Setiap kali pelayan menariknya lebih kuat, dia semakin keras memberontak, tidak mau menyerah meski situasinya tampak putus asa. Sambil berteriak marah, Geornia menggunakan seluruh tenaga untuk melawan, berusaha menggigit, menendang, dan menarik lengannya agar terlepas.
"Aaargh!"
"Nona Besar ...."
"Kakak ...," lirih Zoey kembali meneteskan air mata.
Bibirnya gemetar. Harus bagaimana lagi agar Geornia sepenuhnya menyerah? Tidakkah ia sadar, bahwa Kyle hanya seorang pria brengsek?
"Astaga ... aku tidak lagi melihat kesopanan pada anak sulungku. Apa kamu sudah kehilangan akal sehat, Geornia?" tanya Tuan Hashe. Geram. Alisnya mencuram.
Dengan napas tersengal, akhirnya Geornia menang. Dia tertawa ringan setelah menghempas tangan-tangan yang mencekalnya. Pelayan sialan itu memekik sembari mengecek punggung tangan yang baru saja digigit.
Dia menimpali, "Ayah benar." Lalu berjalan mendekat.
"Nona Kecil, harap hati-hati." Bibi Pengasuh berdiri waspada di depan anak asuhnya.
Meski dengan tubuh pendek yang agak membungkuk sebab termakan usia, ia sebisa mungkin melindungi apa yang harus dilindungi.
"Mundurlah, Zoey! Kakakmu sudah gila rupanya. Dia bisa menggigit orang kapan saja seperti anjing rabies," ungkap Tuan Hashe layaknya berbicara pada musuh.
"Ayah benar, tapi aku hanya menggigit sesama anjing."
"Kamu!" Tuan Hashe mengetatkan pegangan pada tongkat.
Ia menjulurkan tongkat kayu tersebut sampai ujungnya menyentuh perut Geornia. Ujung kayu yang tumpul itu entah kenapa rasanya dapat menembus hingga ke ulu hati, membuat si empu mengernyit. Langkahnya juga tersendat.
"Eukh!" Geornia terhuyung ke bekalang sembari memegangi perutnya.
Zoey tertegun sejenak. Ia bukan takut, melainkan terkejut. Ia tidak menyangka hubungan ayah dan anak bisa saling bersilangan seperti ini.
"Sekarang Ayah tega menyakitiku?"
"Kakak, tolong berhenti mengatakan sesuatu yang menyulut emosi Ayah."
"Memang apa yang kukatakan?" tanya Geornia nyalang, pupil matanya melebar. "Aku sakit hati. Apa menurutmu aku harus diam? Setelah semua milikku kamu ambil berkali-kali?"
Gadis itu menautkan alis. "Berkali-kali? Apa maksud Kakak?"
Geornia menggeretakkan gigi, saling bergesekan saat amarahnya melonjak. Matanya masih melotot sempurna. "Ayahku, lalu ibuku, setelah itu pengasuhku, dan sekarang kamu juga ingin mengambil Kyle dariku?" sarkasnya.
"Sebenarnya kenapa?!" Geornia berteriak.
"Kamu sudah punya segalanya, Zoey! Aku sudah memberikan semua yang kamu mau. Sebenarnya apa lagi yang membuatmu merasa kurang? Hah!" Setiap kalimat yang Geornia lontarkan semakin menyayat telinga.
Zoey menunduk dalam-dalam sambil memejamkan mata. Tanpa sadar, ia menutup indera pendengar menggunakan kedua telapak tangan. Bagian itu paling sensitif. Selain jeritan, ia juga mendengar bisikan lembut oleh pelayan sekitar.
"Tidakkah menurutmu Nona Kecil bersalah?"
"Nona Kecil mengambil terlalu banyak dari Nona Besar, kan?"
"Iya, dia lupa memberi kembalian."
"Aku rasa dia harus meminta maaf."
"Kasihan Nona Besar."
Melihat Zoey kurang nyaman, Tuan Hashe pun berinsiatif menjauhkan mulut pelayan yang agresif. Ia mendorong tongkat kayu lebih kuat sehingga tanpa aba-aba tubuh Geornia hampir tersungkur ke lantai. Untung saja, para pelayan menangkapnya dengan cepat.
"Kalian semua keluar! Antarkan Nona Besar ke kamarnya dan kurung dia selama seminggu," titah Tuan Hashe.
Zoey sontak membuka mata. Seminggu? Biasanya Tuan Hashe hanya mengurung tiga hari.
"Ayah, jangan kurung Kak Nia. Seminggu itu terlalu lama. Saat pesta pernikahan berlangsung, apa yang harus kukatakan kalau tamu undangan mencarinya?"
"Katakan saja dia sedang berlibur ke suatu tempat."
"Ke mana?" tanya Zoey, walau dia sudah tahu jawabannya.
"Tasmania."
'Sudah kuduga,' batin Zoey mengernyit.
Meski Tuan Hashe mengatakan liburan tersebut sebagai omong kosong, nyatanya ia tetap mengirim Geornia ke sana karena desakan media.
Tasmania merupakan salah satu negara teraman di Australia. Setidaknya، itu adalah informasi musim kedua yang telah Zoey baca di kehidupan sebelumnya pada sebuah majalah. Namun saat ini Tasmania memasuki periode pascaperang, sehingga berada di sana belum tentu aman. Kondisi politik masih kurang stabil, isu terkait sarang mafia belum dituntaskan, dan lubang kejahatan pun bersembunyi dengan baik di bawah sana.
Zoey mengetahui semua itu sebab dia telah membaca cerita sampingan dari novel utama.
"Jangan kurung Kak Nia, Ayah. Zoey mohon ...," pintanya sembari meletakkan telapak tangan ke punggung tangan Tuan Hashe. "Reputasi keluarga ini sedang dipertaruhkan. Apa Ayah tidak mendengar bagaimana tadi para pelayan membicarakan kita? Putri sulung gila, ayah tanpa belas kasih, dan putri haram. Zoey tidak mau mendengarnya lagi, Ayah."
Pria paruh baya tersebut tak enak hati mendengar permohonan Zoey. "Lalu harus kuapakan anak ini agar dia tidak berulah?"
"Biar aku saja yang bicara dengan Kak Nia. Ayah kembalilah dan istirahat," ucap Zoey lembut.
Tuan Hashe mendecak, memandang Geornia yang tengah menatapnya tajam. Dia sudah tidak tertolong. Hanya dari tatapan mata, Tuan Hashe langsung tahu seberapa besar kebencian yang tertanam oleh anak itu. Ia sempat meragukan apakah Geornia benar-benar putrinya atau bukan. Namun rambut pirang dan mata biru terlalu mirip dengannya. Ia tidak menyangka telah membesarkan orang gila.
***
"Mau bicara apa kamu?" tanya Geornia sambil duduk menyilangkan lutut, raut wajahnya tampak enggan.
Tuan Hashe sudah pergi meninggalkan kamar Zoey. Begitu pula dengan pelayan. Tidak ada seorang pun kecuali mereka berdua—Zoey dan Geornia.
Gadis itu tersenyum karena sepertinya mood sang kakak sedang naik. "Bagaimana kalau aku ceritakan pada Kakak sebuah rahasia?"
"Aku tidak tertarik," balasnya acuh.
"Kak Nia pasti akan tertarik, karena rahasia ini berkaitan dengan Kyle."
Geornia meliriknya penuh tanda tanya.
"Bukankah Kakak penasaran kenapa Kyle hanya ingin menikahiku? Walau Kak Nia tidak percaya bahwa aku sudah menolaknya, tapi bukankah aneh kalau dia sebegitu tidak pedulinya dengan Kak Nia? Dia tidak pernah memikirkan Kakak. Dia bahkan takkan menyadari keberadaan dan kondisi Kakak kalau bukan aku yang memberitahunya."
"Diam!" teriak Geornia.
"Ini belum selesai. Apa Kakak ingat hari pemakaman ketika kita di dekat kolam? Kak Nia berusaha mendorongku, namun aku tidak sengaja menarik bajumu dan kita terjatuh bersama. Bukankah aneh kenapa tidak ada seseorang yang menolong saat Kakak ikut tenggelam? Kyle langsung datang menjengukku, tapi apakah dia tahu soal Kakak yang tenggelam?"
Geornia terdiam. Ingatan menyedihkan saat dirinya berusaha menggapai tepi kolam yang licin kembali terngiang. Tidak ada seorang pun yang membantu, seolah Geornia tidak terlihat. Mereka hanya fokus menyelamatkan Zoey.
"Katakan secara langsung," ujar Geornia tak sabar. Telinganya terasa panas.
Zoey yang lelah berdiri pun mengambil kursi di dekatnya, kemudian menggesernya ke samping tempat duduk Geornia.
"Kakak," panggilnya intens. "Apa kamu percaya kebangkitan?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top