Masa Kecil 8 (Revised)

***

Berlin, Hari Ke-356

Nia tidak tahu kalau kolamnya belum beku. Ayah marah-marah dan langsung mengurung Nia. Ayah jahat! Mereka semua juga aneh. Padahal Zoey menyebabkan ibu Nia meninggal. Tapi, kenapa semua orang malah peduli padanya? Seperti "Zoey, kamu tidak apa-apa, kan?", "Zoey Sayang, buka matamu!", "Nona Kecil, bangunlah!". Berisik! Bahkan tidak ada yang berduka atas meninggalnya Ibu selain Nia. Hanya Nia! Seolah kejadian hari ini bukan apa-apa bagi mereka. Nia benci! Nia harap Zoey mati!

Pengulangan pertama, Hari Ke-356

Tuhan ... saya mohon bangunkan ibu saya. Ibu tetap memejamkan mata sejak kemarin. Tidak peduli seberapa banyak dokter yang memeriksa, ibu saya tidak mau bangun. Saya harap Ibu berumur panjang. Semoga Bibi Melisa menjaga Ibu dengan baik. Ah ... aku sangat ingin melihat keadaan Ibu, tapi hari ini Ayah mengurungku lagi, lebih awal dari saat dia mengurungku sebelumnya. Ini karena pada kehidupan kali ini, Zoey terpeleset ke kolam dan membuat semua orang salah paham. Aku bahkan tidak menyentuh Zoey sedikit pun! Tidak ada yang percaya padaku.

Pengulangan kedua, Hari Ke-356

Aku memeluk Zoey untuk menghindari peristiwa dia jatuh ke kolam. Meski aku tidak yakin apakah dia baik atau jahat di kehidupan sekarang, aku hanya ingin melindunginya dan menyelamatkan hidupku. Lagipula Ibu sudah pergi dan aku cukup senang karena sempat menghadiri upacara pemakaman. Tapi, Ayah tetap saja marah. Dia selalu punya alasan agar bisa mengurungku.

Pengulangan ketiga, Hari Ke-356

Aku sengaja mendorong Zoey ke kolam karena sepertinya alur tersebut diperlukan. Aku mulai lelah, tapi tidak apa-apa. Ini bukan pertama kalinya aku dikurung. Justru aku lega melihat sikap Ayah yang sama sekali tidak berubah. Ibu ... aku tetap merindukanmu. Semoga Anda tenang di alam surga.

***

Gadis bermata biru itu berdiri di depan rak. Maniknya bergerak menatap lekat buku-buku yang berderet. Lalu, ia menarik salah satu buku berwarna kuning paling ujung. Saat dibuka, kertas halaman tampak usang.

Halaman terakhir berhenti di hari ke-356, tepatnya saat Madam Floyen meninggal dunia. Sudah lima tahun Geornia berhenti menulis pengulangan. Rasanya percuma. Toh, tidak ada yang berubah.

"Nia Sayang."

Pupil Geornia melebar. Sontak gadis itu menoleh ke belakang. Ia tertegun melihat bayangan seorang wanita yang sedang menatapnya sedih. Di ambang pintu, Madam Floyen mengenakan selendang favoritnya. Geornia terdiam sejenak dan menahan napas.

"Ibu."

"Ibu sangat bodoh, kan?" Madam Floyen tersenyum getir. "Maaf karena selama ini Ibu kurang peka. Harusnya Ibu membelikanmu hadiah berwarna merah hati."

"Tidak benar. Apa yang-"

Madam Floyen membekap mulut. "Hah, padahal itu hadiah ulang tahun yang sangat penting buatmu."

Geornia memeluk buku pemberian Madam Floyen dengan erat. "Ti-tidak. Nia akan menyukai semua hadiah yang Ibu berikan, termasuk buku ini. Nia tidak pernah mempermasalahkan soal warnanya."

"Tapi tetap saja ... Nia pasti kesal melihat kuning di mana-mana."

"Itu ... tidak benar." Suara Geornia seakan tertahan.

Ia lantas melirik ke arah lain. Ditatapnya dinding kamar yang dicat kuning cerah. Seluruh perabotan di kamar ini juga memilki warna yang sama. Geornia memang tidak selalu mempermasalahkannya, tetapi akan bohong kalau ia mengatakan tidak pernah kesal.

Madam Floyen tersenyum lembut. "Ibu harap Nia lebih berani menolak sesuatu yang tidak disuka."

Geornia menunduk dalam. "Nia bukannya tidak suka."

Jika itu pemberian dari sang ibu, tentu Geornia harus senang hati menerimanya. Ini sama sekali bukan paksaan. Geornia sendiri yang memutuskan untuk menyukai apa pun pemberian Madam Floyen.

Namun, berbeda halnya jika itu dari orang lain. Mereka terus mengatakan gaun kuning terang sangat cocok dipakai Geornia. Katanya, tampang manis gadis itu jadi lebih memancar. Bahkan dengan wajah ditekuk muram, ia tetaplah gadis paling manis yang pernah mereka lihat di dunia. Setidaknya, sebelum kehadiran Zoey menyita perhatian.

"Sudah saya duga, Nona sangat cocok mengenakan gaun itu." Perancang busana di masa lalu terlihat senang sekaligus terharu.

Membuat gaun berukuran mini tidaklah mudah. Ujung matanya sampai mengeluarkan air mata, mengingat tetes keringat saat menyempurnakan jahitan. Geornia ternyenyum tipis. Ia tidak mau membuat orang-orang yang sudah bekerja keras untuknya bersedih.

"Terima kasih."

Pria berambut pirang tersenyum puas. Menjadi tidak sia-sia mengajak anaknya keliling butik dua jam. Tiba-tiba, dahinya berkerut saat menangkap raut wajah Geornia yang seperti menahan sesuatu.

"Nia, ada apa dengan wajahmu? Apa gaunnya tidak sesuai keinginanmu?" Tuan Hashe berjongkok agar tingginya sejajar dengan putrinya.

"T-tidak, Ayah. Bukan apa-apa." Geornia melirik gaun merah hati yang terpajang di sudut belakang. Tangannya bersembunyi di balik punggung, menggenggam satu sama lain dengan erat.

"Sayang, gaun yang dia pakai cantik sekali. Aku jadi ingin memesannya," bisik kagum salah satu pengunjung.

Pasangannya menimpali, "Lupakan saja. Gaun terlihat cantik tergantung siapa yang memakai. Kurasa gaun itu tidak cocok untukmu. Bukankah warnanya terlalu mencolok? Warna itu untuk anak-anak."

Wanita tersebut berubah masam. "Ish, tapi aku suka!"

"Astaga, baiklah Sayang, tapi jangan sekarang. Besok saja kita ke sini lagi dan membeli apa pun yang kamu suka."

"Hehe, baiklah!" Gadis itu memeluk lengan si pria dengan riang.

Geornia tersenyum melihat pasangan tersebut meninggalkan butik. Gadis tadi tampak bersemangat dengan mencangking beberapa tas.

"Nia? Ayo kemari." Tuan Hashe memanggil usai bercakap-cakap dengan kasir.

Ia memberikan isyarat tangan agar gadis cilik itu mendekat. Geornia yang paham pun segera berlari kecil ke arahnya. Tuan Hashe terkekeh geli.

"Ayah," panggil Geornia sambil memeluk kaki Tuan Hashe.

Tuan Hashe menunduk. "Ya?"

"Bagaimana menurut Ayah kalau Nia pakai gaun warna gelap?"

Seketika, Tuan Hashe tertawa. "Ayah tidak ingin membayangkannya. Pasti akan sangat menyeramkan. Gaun gelap itu lebih cocok dipakai untuk hari duka seperti saat seseorang meninggal dan yang memakainya kebanyakan orang tua seperti nenek-nenek. Apa Nia mau disangka jadi nenek-nenek? Hm ...?"

Geornia membulatkan mata. Lantas, ia menggeleng cepat. "Tidak, Nia tidak mau seseorang meninggal."

Tuan Hashe terdiam. Detik berikutnya, ia mengulum senyum. "Anak pintar."

Dan begitulah. Geornia kecil menjadi anak yang tidak pernah mengungkapkan warna kesukaannya. Akan tetapi, Tuan Hashe memilih pura-pura tidak peka meski dia sangat tahu apa yang Geornia suka.

Ketukan dari luar membuyarkan lamunan. Gadis tersebut refleks mengangkat kepala. Bayangan Madam Floyen telah memudar menyisakan kekosongan. Geornia hanya bisa mengembuskan napas. Ia meletakkan kembali buku harian tersebut ke tempat semula. Ia tidak menyangka akan berhalusinasi tentang sosok ibunya. Mungkin karena buku harian itu adalah pemberian terakhir.

Di sisi lain, Kyle dan Zoey tengah berdiri gugup. Mereka berdua berharap Geornia mau membukakan pintu kamar. Pemilik rambut perak itu menatap cemas sambil tangannya ke belakang menyembunyikan sesuatu, sedangkan Zoey menyentuh bibir dengan telunjuk, pose berpikir.

"Mungkinkah Nia sudah tidur?" tanya Kyle bergumam.

Zoey memiringkan kepala. "Emm, Zoey tidak tahu. Biasanya Kak Nia jarang tidur siang."

Kyle menatap mahkota bunga di puncak kepala Zoey. Posisinya sedikit miring. Entah kenapa jarinya gatal dan ingin membuatnya lurus.

"Zoey, tunggu sebentar."

Kyle pun melepas hiasan rambut tersebut, lalu memasangkannya kembali dengan benar. Ini melegakan. Zoey terlihat tambah cantik.

"Ada apa?" tanya Geornia yang tiba-tiba muncul. Tepat saat membuka pintu, ia menyaksikan adegan tersebut.

"K-kak Nia," lirih Zoey. Wajahnya memucat.

"Bukankah sudah kubilang, jangan datang selama tiga hari?"

"Maaf, Nia. Aku ... aku datang kemari hanya ingin membawakanmu hadiah." Kyle langsung mengeluarkan setangkai bunga kuning dengan enam kelopak yang indah.

Geornia menatap benda yang dipegang oleh tangan gemetar itu, kemudian beralih menatap benda yang di atas kepala Zoey. Mereka berasal dari jenis bunga yang sama.

"Kata Zoey, kamu sangat menyukai krokus kuning. Ini banyak tumbuh liar di taman belakang. Zoey membantuku mencarikan yang paling cantik dan memetiknya untukmu, jadi berhentilah marah, oke?" sambungnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top