Masa Kecil 6 (Revised)

"Kamu cemburu?"

Geornia mengernyit. Ia menoleh kesal. Ia tidak mengerti kenapa orang-orang sering menanyakan hal seperti itu.

"Kenapa aku harus cemburu?" tanyanya balik.

Pada saat Zoey melahap pancake kesukaannya tanpa berpindah dari pangkuan Tuan Hashe, Geornia mendapat pertanyaan yang sama. Mungkin itu adalah apa yang mereka sebut dengan cemburu, tapi tidak. Geornia hanya belum terbiasa mendapati sikap sang ayah yang berperilaku di luar kebiasaan.

Ia pun teringat kejadian beberapa hari sebelumnya, setelah Zoey tertidur dan Tuan Hashe sibuk berkutat dengan pekerjaan.

"Kamu terus memangku Zoey ketika makan, Ayah."

Dahi Tuan Hashe berkerut sewaktu Geornia membicarakan hal tersebut. "Nia Sayang, apa kamu cemburu pada adikmu sendiri?"

"Cemburu?" ucap Geornia. Dia mengernyit.

"Iya, cemburu. Artinya menginginkan apa yang orang lain dapatkan. Seperti orang itu tidak senang saat orang lain mendapat kebahagiaan, lalu dia berusaha merebut sumber kebahagiaan tersebut. Apa Nia seperti orang itu?" terang Tuan Hashe penuh tekanan.

Geornia menggeleng. Daripada cemburu pada Zoey, ia lebih cemburu pada ayahnya. Namun, ia takut mengaku. "Ti-tidak, Ayah. Nia cuma-"

"Zoey itu masih kecil, Nia," potongnya. "Kamu juga melihatnya sendiri yang kesusahan menaiki kursi dengan kedua kaki yang pendek."

Selalu begitu. Tuan Hashe tidak pernah mendengarkan penjelasannya kalau sudah menyangkut si anak bungsu, tapi Geornia enggan mengambil pusing.

Ia justru sibuk membayangkan tubuh mungil Zoey yang duduk di kursi tanpa dipangku. Kepalanya bahkan tidak lebih tinggi dari permukaan meja makan. Bukankah dia cukup imut? Tanpa sadar, pipi Geornia bersemu merah.

"Ayah benar," ujarnya kemudian.

Tuan Hashe bernapas lega. "Anak baik. Kemarilah," perintah Tuan Hashe sembari menepuk pahanya. "Kamu jauh-jauh kemari bukan hanya untuk mengatakan hal ini, kan?"

Dengan ragu, Geornia mendekat. Batinnya bertanya-tanya apa yang Tuan Hashe ingin lakukan. Detik berikutnya, mata Geornia membulat tatkala Tuan Hashe menggendongnya ke pangkuan.

Posisi duduk seperti ini memang membuat kepala lebih tinggi. Untuk pertama kalinya, Geornia menatap jelas tumpukan dokumen Tuan Hashe yang jumlahnya tak terhitung.

"Begini saja. Ayah akan memangku Nia selama jam kerja, sedangkan waktu makan atau istirahat Ayah akan gantian memangku Zoey. Nia boleh ke ruang kerja ayah semau Nia, jadi ... Nia Sayang jangan cemburu lagi pada Zoey." Tuan Hashe mengecup puncak rambut putri sulungnya.

Geornia bergeming, tak berani bergerak. Lengan besar di kedua sisi tubuhnya membuat napasnya tertahan. Seolah lengan kokoh tersebut mengunci dan mengurung tubuh Geornia tanpa mengizinkannya bertindak leluasa. Entah bagaimana Zoey tetap bisa tersenyum riang di pangkuan Tuan Hashe.

Ini tidak nyaman, tetapi Geornia mustahil berkata demikian. Ia pun menyunggingkan senyum tipis.

"Terima kasih, Ayah. Tapi sungguh ... Nia tidak cemburu, kok."

"Malah aneh kalau kamu tidak cemburu," ucap laki-laki itu, membuyarkan lamunan Geornia. "Tidak apa-apa, itu wajar saja."

Gadis tersebut menghela napas. Tuan Hashe saja tidak percaya dengan apa yang dia katakan hari itu. Pasti sulit bagi orang awam untuk memahami jawabannya kalau berkata tidak.

Kembali ke masa kini.

Geornia mencebikkan bibir, sembari menatap kesal manik cokelat madu lelaki tersebut.

"Karena dia adikku yang malang. Daripada cemburu, justru aku lebih ke kasihan. Aku bangga sekali dia berani tampil di depan kamera, tapi di belakang layar dia itu aslinya sangat penakut."

"Heh, malang? Penakut? Aku pikir itu tidak cocok disandingkan dengan nama idola yang terkenal."

"Serius! Bukan berarti tidak cocok, tapi dia mampu menangani hal itu dengan baik."

"Kamu cukup langka, Nona." Laki-laki itu terkekeh.

"Yah, namun aku kesal dengan para penggemarnya yang memberikan julukan tanpa melihat Zoey yang sebenarnya. Bintang biru mungkin terdengar bagus bagi orang yang tidak tahu apa-apa. Padahal, dia paling cocok dengan sebutan Peri Bulan atau Cahaya Malam." Geornia tampak murung, sedangkan laki-laki di sampingnya terperangah.

"Tunggu, apakah adikmu adalah pemeran utama yang fotonya dipasang di papan iklan?"

"Ya."

Dia seolah baru saja mendengar hal mustahil. "Wah, kaian tidak mirip," gumamnya.

"Aku tahu," balas Geornia singkat, memandang lekat iris hazel yang dipantulkan lelaki tersebut.

"Sepertinya dia bukan adik kandungmu," tebaknya.

"Memang bukan," jawab Geornia.

Ia lantas tersenyum miring. "Yah, aku sudah menduganya. Itu tampak jelas dari warna mata kalian. Meski sama-sama biru, tapi tingkat kecerahannya berbeda. Mungkin dia hasil selingkuhan ayah atau ibumu."

Inilah kenapa orang-orang bermata biru layak dibenci. Mereka senang menabur benih sialan ke mana-mana.

Geornia menghela napas sebab remaja lelaki di sampingnya tidak mengetahui apa pun. "Itu lensa kontak sehingga terlihat seperti biru, warna aslinya abu-abu," ralatnya.

"Ah, aku baru tahu ada yang seperti itu. Justru ini menjadi lebih meyakinkan."

Energi Geornia terlalu lelah untuk memarahi orang lain. "Jangan bicara sembarangan. Kata Ayah, dia anaknya pamanku yang hilang selama bertahun-tahun, tapi kemudian ayahku menemukannya dan pergi mengadopsinya."

Lelaki tersebut kian tersenyum miring. Dari penjelasannya Geornia, malah semakin membuatnya sangat yakin bahwa itu adalah anak hasil selingkuhan. "Baiklah, Nona. Kamu benar-benar lucu. Jadi, apa yang membuatmu sedih? Kamu punya adik pemberani. Dia terkenal. Hubungan kalian sepertinya juga bagus."

Geornia menggeleng sambil mengedikkan bahu. "Entahlah. Kami tetap bukan saudara kandung meski aku sangat menyukainya," jawabnya sambil mengawang ke masa awal Zoey datang ke rumah sampai detik sekarang.

Ia pun mengakumulasikan semuanya. Zoey selalu ketakutan saat bersama Geornia yang notabenenya adalah kakak tiri dan Madam Floyen yang merupakan ibu tiri, termasuk juga para pelayan di rumah meski semua orang di rumah menyukainya. Dia sering gemetaran. Lalu, dia akan bersembunyi di belakang Tuan Hashe setiap kali merasa ketakutan.

Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari bawah, lebih tepatnya, perut si budak. Geornia memperhatikan pergelangan tangannya yang kurus serta tulang pipi menonjol, menunjukkan bahwa dia jarang makan. Dia sampai mengikat sabuk dengan kencang untuk mengurangi rasa lapar.

Tuan Hashe pernah bercerita, bahwa orang miskin sering melakukannya. Geornia seketika teringat dengan roti isi yang ia tinggal di ruang rias. Ia lantas bangkit dari posisi jongkoknya yang entah sejak kapan sudah mendudukkan pantat ke tanah.

"Sudah mau pergi?" tanya anak itu, memandang Geornia yang sibuk mengibaskan rok.

"Iya, tolong Kakak tunggu aku di sini."

"Kenapa aku harus menunggumu, Nona Kecil?"

Geornia mengernyit. Nona Kecil adalah panggilan untuk Zoey. "Aku mau pergi sebentar mengambil makanan dan setelah itu kembali lagi ke sini. Lalu, aku bukan Nona Kecil. Aku adalah Nona Besar."

Dia tak kuasa menahan tawa, sampai harus menutup mulut. "Pfft! Baiklah, Nona Besar."

Geornia malas mendebat. Ia pun berlari secepat mungkin menuju gedung studio. Sedangkan anak laki-laki itu terdiam menatap langkah sepatunya yang tampak lucu dari belakang. Seperti langkah putri kelinci dengan sepatu mewah. Hanya melihat sepatu dan kedua kaki yang indah, siapapun langsung menyadari bahwa dia anak sekelas bangsawan.

"Di tempat ini, tidak ada seorang pun yang mengajaknya bicara," gumam remaja tersebut memandang sekitar.

Dia melihat orang-orang melempar batu ke kolam dan membuat permohonan, tidak jarang batu-batu itu dilempar mengenai kepalanya. Ia bahkan melihat anak-anak yang biasa melemparnya dengan sengaja, kimi sedang lahap menjilat es krim sambil menaiki ayunan. Kalau diingat-ingat, mereka bahkan selalu pergi begitu saja tanpa meminta maaf.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top