Masa Dewasa 4.1 (Si Ed Berhasil Bawa si Z)

Zoey terus memberontak meskipun kedua tangannya terikat. Hal itu menyebabkan pegangan pada botol kaca melonggar, sehingga terdengar suara keras memecah keheningan.

Ia memicingkan mata. "Lepaskan tangan kotormu dariku!"

"Ah, baik." Manajer Eric tersenyum puas setelah membuat wajah Zoey belepotan darah.

Gadis itu memasang ekspresi kecut. Ia melirik tajam ke arah Eric, mengingat baik-baik hari ini dan berniat memberinya pembalasan di kemudian hari.

Tiba-tiba, lampu di ruangan tersebut menyala. Zoey harus menyipitkan mata sebentar untuk beradaptasi dengan cahaya yang masuk. Manajer Eric pun menutup mata menggunakan lengan agar sebagian cahaya terhalang.

Silau. Zoey melihat wajah muram pria di depannya kian kentara. Namun Eric menatap kesal ke arah lain, tepatnya ke arah pintu di mana seseorang memegang sakelar lampu.

"Nona, sepertinya Anda kedatangan tamu," ucapnya.

Zoey menoleh mengikuti arah pandang pria itu. Di sana seorang lelaki berdiri tertatih-tatih, wajah pucat dan lemas menunjukkan tenaga yang terkuras. Sebelah tangannya menutup hidung sebab menangkap bau menusuk dari cairan zat kimia yang menyebar ke lantai.

Napasnya terengah-engah. Begitu mendengar suara pecahan, ia langsung melangkah cepat dan mencari posisi Zoey di ruangan itu.

'Ketemu,' batinnya lega melihat Zoey masih berkedip.

Manajer Eric lantas memeluk leher gadis itu dari belakang. Dia mencondongkan tubuh seraya mengeluarkan alat suntik yang sudah terisi cairan asing, mengarahkan ujung lancip ke gurat nadi.

Zoey tidak mampu bergerak. Jarum tipis tersebut semakin dekat seiring Edmund yang melangkah masuk.

"Be ... berhenti!" cegah Zoey sekuat tenaga, sebelum ujung jarum benar-benar menembus kulitnya. Zoey menggigit bibir bawah dengan cemas.

Edmund kebingungan. Kelima jarinya terulur dan menggantung di udara. Detik berikutnya, ia baru sadar kalau Mr. Willson menggenggam alat suntik kecil dan berniat mengancam gadis itu. Mereka tidak tahu jenis kandungan apa yang akan coba pria itu masukkan ke tubuh wanita.

"Hah .... Nona, Anda tidak adil," ujar Manajer Eric tepat di daun telinga Zoey. Nada yang dilontarkan penuh tekanan, membuat wajah dalam kungkungannya menegang.

Manajer Eric menatap Edmund yang mematung. "Apa Nona tahu? Sebelumnya, dia sudah berjanji pada saya untuk mengabaikan kehidupan Anda dengan syarat dibebaskan. Saya juga malas membebaskan orang itu kalau bukan karena Nona melarang saya melenyapkan orang lain sampai segitunya, tapi dia malah balik lagi ke sini dan mau menculik Nona dari saya. Lalu kenapa Anda masih ingin meninggalkan saya, padahal saya sudah sebaik ini?"

Bulu kuduk Zoey meremang. Tingkatan baik menurut tiap orang ternyata berbeda-beda. Lalu, apa tadi? Dia bilang menculik? Manajer Eric pasti berbicara tentang dirinya sendiri.

Merasakan lirikan protes dari Zoey, Manajer Eric tersenyum. "Bukankah Dokter Aisha bilang begitu? Katanya saya orang baik."

"Ya Tuhan! Kamu mau kabur? Sebenarnya kenapa? Jujur saja, kulihat Mr. Willson orang yang baik."

Ah ... terngiang. Telinga Zoey gatal sebab terngiang-ngiang pujian Aisha. Sedangkan Manajer Eric menyeringai, mengingat ketika sebelum dirinya menempelkan gerigi bilah tajam ke leher Aisha. Wanita itu tersenyum tipis sembari mengoreksi perkataan yang telah lalu.

"Sir, mata saya pasti katarak karena pernah mengagumi Anda."

Eric menarik sarung golok dengan satu alis terangkat. "Tapi katarak hanya terjadi pada lansia," ucapnya.

Aisha tersenyum pedih. "Tidak. Katarak bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pria muda seperti Anda yang tidak menyadari bahwa diri Anda itu pria paling busuk sedunia."

Manajer Eric tertawa singkat. "Terima kasih atas pujiannya. Aku akan mulai mengukir matamu seindah mungkin sebagai imbalan."

Zoey meringis pelan. "Sa-kit."

Tanpa sadar Manajer Eric meremas bahu Zoey terlalu kuat. Ia lalu sedikit melonggarkan pelukan, tetapi dalam waktu bersamaan juga menekan alat suntik. Edmund berdiri di sana dengan mata melebar.

"Ahk!" Zoey terpejam, refleks memegang area tusukan yang terasa ngilu. Matanya terbuka saat tidak mendapati apa-apa. Manajer Eric sudah lebih dulu mencabutnya.

"Apa yang kau lakukan?!" teriak Edmund. Ia benci karena hanya bisa melihat meskipun jarak mereka dekat.

"Kau punya mata, memangnya tidak tahu apa yang kulakukan?" Manajer Eric balik bertanya.

"Kau menyuntikkan sesuatu!"

"Tikus pintar."

Zoey menelan ludah. Dia sulit menghentikan jari-jemari yang gemetar. Manajer Eric memegang pergelangan tangan Zoey, berusaha menenangkan gadis itu.

"Nona, tolong jangan banyak berpikir. Saya hanya menyuntikkan obat." Ia perlahan mengurai tali yang mengikat, membuat si empu menautkan alis.

Seolah bertanya, "Kenapa?"

"Sudah saya katakan, hari ini saya akan menuruti keinginan Nona, jadi saya harus melepas tali ini. Bukankah Anda ingin segera keluar? Saya bisa mengabulkannya, bahkan jika artinya saya harus menahan emosi karena Anda pergi dengan pria lain."

"Su-sungguh?" Zoey memastikan.

Manajer Eric membantu Zoey berdiri sambil tersenyum, memandang mata bulat gadis itu. "Satu hari."

"Apanya yang satu hari?"

Manajer Eric menyelipkan anak rambut Zoey ke belakang telinga. "Pergilah ke mana pun yang Nona inginkan, tapi saya jamin Anda tidak bisa bertahan tanpa saya lebih dari satu hari. Ah, atau mungkin tidak sampai satu hari. Pada saat itu, Anda akan memanggil-manggil nama saya dengan putus asa."

Zoey muak melihat senyum palsu Eric. Dia menepis tangan Manajer Eric dan mendorong dada pria itu agar menjauh. "Kau bermimpi terlalu tinggi, Manajer."

Manajer Eric menarik sebelah sudut bibir. "Maka coba saja, Nona. Saya berani mencium Anda sampai pingsan kalau Anda ketahuan memanggil nama saya."

Kenapa Manajer Eric seyakin itu?

"Pergilah sebelum saya berubah pikiran."

Zoey tersentak. Ia meremas ujung piyama. Padahal sudah diberi kesempatan, tetapi entah kenapa kaki Zoey terasa berat untuk digerakkan.

"Ayo cepat!" Edmund tidak mau membuang-buang waktu karena Andrew menunggunya cukup lama di ruang senjata.

Langkah pertama Zoey sangat ringan. Dan sekali saja, ia ingin menoleh ke belakang sambil memastikan bahwa Manajer Eric benar-benar tidak mengejarnya. Namun ia menangkap sorot mata pemburu yang membuat punggung Edmund panas dingin. Sontak kedua pupil mata Zoey menyusut drastis. Manajer Eric yang merasa diperhatikan lantas menatap Zoey dengan tatapan yang sulit diartikan. Fakta paling penting yang tidak Zoey ketahui soal manajernya ialah, bahwa Eric tidak mungkin melepaskannya begitu saja.

Setelah bayangan keduanya lenyap, pria itu membungkuk guna memungut dua bola mata milik Dokter Miller. "Jelek," ucapnya datar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top