Masa Dewasa 2.8 (Ada Flashback Z Dikit)


Tuh, kan, Kasha kamu mulai ngawur. Ubah lagi bagian sewaktu Z datang ke dunia novel.

Jemari Aisha yang sedang menulis resep obat terhenti, pikirannya terpaku.

"Jaga mulut Anda!" tegas Dokter Miller merasa tidak terima. Matanya memicing. Hanya karena menolak memberikan bantuan, gadis itu sampai mengatakan hal-hal mengerikan.

Zoey menelan saliva sulit. Bentakan Dokter Miller mengingatkannya pada amukan sang ibu tiri—Madam Floyen. Tetapi, ia tidak boleh takut.

"Barusan ... Nona Pasien, apa Anda mengancam kami?" Aisha bertanya dengan nada tak percaya. Jauh di lubuk hati, dirinya terganggu mendengar ucapan buruk Zoey. Ucapan buruk seperti halnya doa yang buruk. Itu terdengar seperti sumpah atau kutukan.

"Meskipun Nona mengancam kami, kami tetap akan menulis laporan apa adanya."

"Kalian tidak akan selamat meskipun memberikan hasil laporan kesehatanku yang asli. Setelah memberi laporan itu, dia akan menggunting perut kalian, menarik usus, dan mengawetkan organ dalam kalian ke botol kaca. Terserah mau percaya atau tidak."

Zoey mencuramkan alis. Tangannya mengepal kuat. Manik matanya bergetar seakan pernah menyaksikan hal paling biadab di dunia ini.

Sungguh, bulu kuduk Aisha meremang membayangkan semua ungkapan Zoey. "Benarkah Mr. Willson melakukan semua yang Anda sebutkan?"

"Kalau kalian mau melihat bukti, coba saja untuk tidak memalsukan laporan." Zoey menantang, tersenyum miring.

Aisha menoleh lagi ke arah Dokter Miller. Untungnya kali ini pria beruban tersebut mengangguk, membuat mata Zoey berkaca-kaca. Sebisa mungkin ia menahan untuk tidak menumpahkan air mata. Namun pertahanan itu runtuh seketika saat Aisha memeluknya dengan sangat hangat.

"Terima kasih banyak," tutur Zoey usai sesi pelukan berakhir.

Aisha tersenyum simpul. "Kami tulus membantumu berkat kasih sayang Tuhan."

"Aku mengerti." Zoey menyesal sebab di kehidupan sebelumnya dia bukan orang yang religius.

"Hanya memalsukan data laporan kesehatan, kan?" tanya Dokter Miller, memastikan.

"Ya, itu sudah cukup. Setelahnya aku berencana menghubungi seseorang melalui wartel dan menaiki Taxi."

"Ya Tuhan! Kamu mau kabur? Sebenarnya kenapa? Jujur saja, kulihat Mr. Willson orang yang baik," puji Aisha.

Zoey hanya tersenyum menanggapi pertanyaan bodoh yang baru saja ia dengar. Memangnya siapa, sih, yang mau tinggal bersama orang yang berpotensi paling besar membahayakan nyawa orang lain?

"Wartel mana yang Anda maksud?" Dokter Miller penasaran.

Zoey menjawab, "Aku dengar ada wartel tua di dekat jembatan."

"Itu sudah tidak bisa digunakan lagi," ralat pria tersebut.

"Ya? Kenapa?"

Aisha menyipitkan mata, pose berpikir. "Wartel tua ... jembatan .... hah, sebentar, aku hampir mengingat sesuatu. Ah? Bukankah siang tadi ada siaran berita tentang kebakaran?"

"Kebakaran? Jangan bilang, wartelnya ...."

Dengan ragu, wanita tirus itu tersenyum kikuk.

"Astaga," Zoey menjambak rambutnya. "Kenapa bisa terbakar ...?"

Wajar kalau dia putus asa. Satu-satunya media terdekat yang menghubungkan dirinya ke dunia luar telah lenyap. Aisha paham bagaimana rasanya tidak ada sinyal. Perjalanan ke sini bahkan terasa membosankan tanpa siaran radio.

"Kalau boleh tahu, kamu mau ke mana? Mungkin kami bisa memberi tumpangan daripada naik Taxi," tawarnya sambil menepuk pundak Zoey.

"Aisha, jangan terlalu jauh," tegur Dokter Miller.

Wanita itu tersenyum. "Tidak apa-apa, Sir. Bukankah kita sepakat membantu Nona Pasien?"

"Saya ...." kata Zoey menggantung kalimatnya. Dia belum mempunyai tujuan pasti, tetapi untuk menghindari rencana Manajer Eric yang ingin membunuhnya tentu pertama-tama dia harus keluar dari tempat terkutuk ini.

Aisha bertepuk tangan satu kali. "Ah, bagaimana kalau kamu ikut kami ke Kota Z?"

"A-apa boleh?"

"Boleh! Iya, kan, Sir?" tanya Aisha, berantusias.

Dokter Miller mengurut pelipis. Ia tampak geram mendapati kelakuan Aisha yang terlalu mencampuri kehidupan pasien. "Tidak."

Sekilas, Zoey tersenyum kecut. Ternyata sesulit ini meminta bantuan. "Tidak apa-apa, Dokter Aisha."

Gadis itu merindukan ayahnya yang sudah mati. Meskipun Tuan Hashe adalah ayah yang buruk bagi Geornia dan suami yang gagal bagi Madam Floyen maupun ibunya, tapi dia selalu menuruti segala macam permintaan Zoey.

Ingatannya meraba pada kejadian belum lama ini, ketika sekujur tubuh Tuan Hashe berubah kaku. Di kamar redup yang hanya ditembus oleh sorotan senja melalui jendela. Tuan Hashe susah payah meraih jari lentik Zoey.

"Ayah," panggil Zoey kala itu dengan dada berdenyut sakit. Baginya, sosok Tuan Hashe adalah sumber cahaya yang mengubah dunia sempit menjadi lebih luas. Sekarang dia sendiri kehilangan cahayanya.

"Zoey, apa kamu ingat apa yang kukatakan saat kamu menginjak rumah ini?"

"Zoey tidak ingat," jawab Zoey tanpa berpikir.

Tuan Hashe berdecak. "Ka-kamu—" Padahal, dia sudah sekarat begini. Sikap anak kesayangannya ini seakan-akan malah tidak acuh. Namun, ia mengerti bahwa Zoey paling peduli padanya di dunia ini. "Hah, saat itu aku menyuruhmu memanggilku dengan sebutan 'Ayah'."

"Zoey tidak ingat," ucap Zoey cepat, mengulang perkataan sebelumnya.

"Sungguh?" gumam Tuan Hashe.

Gadis itu mengernyit. "Bukankah Ayah menyuruhku untuk memainkan teater sampai akhir?"

"Ternyata kamu ingat. Baguslah, Nak. Aku lega sekaligus merasa sedih. Apa Ayah boleh menanyakan satu hal padamu?"

"Ayah baru saja melakukannya."

Tuan Hashe ingin tertawa. Sayangnya bukan gelak tawa yang keluar dari mulut, melainkan cairan merah segar. Dia terbatuk-batuk tanpa henti.

"A-ayah!" teriak Zoey panik. Ia menoleh ke belakang dengan tatapan berkaca-kaca, mencari seseorang yang dapat dimintai tolong. "Manajer Eric, tolong hubungi dokter!"

"Tidak usah," tahan Tuan Hashe, sembari meraih pergelangan tangan Zoey. "Duduklah lagi, ada yang ingin kusampaikan padamu, Zoey."

Mau tidak mau, Zoey duduk. Batuk Tuan Hashe agak reda. "Soal apa?"

"Sebenarnya ... aku bukan ayah kandungmu," ungkap Tuan Hashe.

Zoey menunduk dalam. Ia sudah tahu. Ia mengetahui fakta tersebut dari side story novel mengenai kisah perselingkuhan Tuan Hashe terhadap istrinya.

Tuan Hashe adalah bangsawan terpandang yang dulu menyukai gadis dari kalangan bermata gelap. Pria itu sudah memiliki istri dan bayi, tetapi menyatakan cinta ke orang lain yang sudah menikah dan mengandung satu minggu. Kejadian ini menjadi isu yang sangat ramai ketika Zoey belum lahir dan Geornia masih sangat kecil.

Sakit hati ditolak, Tuan Hashe pun melecehkan ibunya Zoey meskipun sedang mengandung. Tidak sampai di situ, ia juga menyiksa ayah kandung Zoey sampai dia mati. Membuatnya terlilit banyak hutang. Tuan Hashe digelapkan oleh nafsu berkedok cinta. Dia hanya tidak tahan kehormatan sebagai pemilik mata biru yang mendapat penolakan dari gadis biasa menjadi hancur.

"Dia, bukan, anakmu!" teriak seorang wanita dengan dada naik turun kepada pria di depannya. Setiap kata penuh penekanan.

Napasnya memburu. Terik matahari membuat kepala dan hati wanita itu memanas. Sudah tujuh tahun lamanya dia berusaha menghilangkan tindakan keji tatkala Tuan Hashe menghancurkan keluarga kecil mereka.

"Anakmu juga anakku, Julia, aku hanya ingin memberikan Zoey semua hal terbaik di dunia ini. Masa depannya akan akan terjamin jika dia tinggal bersamaku."

Tuan Hashe menyentuh seorang wanita tanpa tahu bahwa ada janin yang sedang dikandung pada saat itu.

Julia mendecih. "Mimpi saja! Selama aku masih hidup, aku tidak akan menyerahkan anakku ke tangan kotormu!"

Begitulah, sampai tiga tahun kemudian, cinta Tuan Hashe yang bertepuk sebelah tangan akhirnya meninggal karena suatu penyakit.

Saat membacanya, ingin sekali Zoey di kehidupan sebelumnya merobek buku tersebut kemudian menyumpah serapahi Tuan Hashe. Bagaimana bisa dia menelantarkan Geornia yang tidak tahu apa-apa dan malah mencurahkan semua kasih sayang kepada anak lain?

Namun, saat bertemu sosok Tuan Hashe yang datang mengadopsinya, entah kenapa Zoey tidak bisa membenci orang ini.

Mungkin karena dia ingin merasakan kasih sayang ayah. Zoey tidak mengenal ayah kandungnya semenjak dia lahir. Walaupun ibunya kerap menangis di makam sang suami, Zoey tidak pernah sedih. Julia selalu menghiburnya. "Zoey sayang, ayahmu sedang tidur. Dia lelah karena kebanyakan bekerja, tapi dia sangat menyayangimu. Bergembiralah, dia akan mengirimi kita roti empuk malam ini."

Atau mungkin karena Tuan Hashe terlihat sangat putus asa. Sampai harus mengambil anak wanita yang dia cintai dari hasil hubungan dengan laki-laki lain. Menyuruhnya memanggil dengan sebutan 'Ayah', berharap Zoey memang benar-benar anaknya.

"Seharusnya Ayah tidak mengatakan itu sampai teaternya berakhir," sesal Zoey.

"Maaf. Dengan mengetahui fakta tersebut, kamu pasti benci memanggilku dengan sebutan 'Ayah'."

"Tidak, menurut Zoey Ayah adalah ayah yang baik."

"Aku bukan ayah yang baik," koreksi Tuan Hashe sembari memikirkan tatapan dingin Geornia. Anak kandung semata wayangnya bahkan enggan menemui Tuan Hashe. "Zoey, mari kita sudahi teaternya. Kamu bisa memanggilku 'Paman' sekarang."

Mata Zoey melebar.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top