7. Menelusuri

Fitri kembali ke rumah tadi lalu mendudukan diri dibangku yang berada diteras rumah, gadis itu sesekali menoleh ke dalam rumah lewat pintu yang terbuka lebar. Benar-benar tidak ada siapapun didalam sana, gadis itu bangkit dan masuk ke dalam rumah menghampiri kursi yang didudukinya tiga puluh enam menit yang lalu, melihat debu di kursi tersebut dengan penasaran Fitri berjongkok lalu mengusap kaki kursi tersebut dan melihat tangannya berselimut debu berwarna abu-abu gelap. Gadis itu lantas berdiri lalu mendekati meja panjang yang menempel didinding anyaman bambu setelah itu mengusap permukaan meja itu mengunakan tangan satunya dan menjejerkan kedua tangannya, jantungnya seketika berdebar kencang melihat dua perbedaan yang mencolok. Seolah ingin mencari banyak bukti gadis itu mengelap tangan kirinya yang berdebu ke celana yang ia pakai kemudian mulai menelusuri isi rumah, suasana sunyi dan suasana asing yang terasa sangat kental bagi Fitri, setelah sibuk mencari bukti dan menemukan hasilnya membuat gadis itu ketakutan.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Perkataan Wulan dan debu yang kulihat ini...," gumam Fitri gementar.

"KRYUUK..."

"Ah aku jadi lapar gara-gara mikir barusan. Mungkin aku dapat berpikir jernih kalau makan, tapi sebelum itu cuci tangan dulu!"batinnya menatap tangannya sesaat kemudian pergi menuju dapur. Namun setibanya disana ia celingukan melihat dapur yang sangat sederhana dengan beralas tanah selain itu perabotan dapur salah satunya tungku kayu bakar yang familiar dengan milik neneknya di Jombang Jawa Timur, tidak melihat ada wastafel di ruangan itu ia memandang tepat ke sebelah melihat sebuah pintu kayu berwarna hijau tua yang sudah pudar.

"Apa ada di belakang!" batin Fitri asal nebak. Tanpa pikir panjang di hampiri pintu itu lalu membukanya melihat sebuah sumur batu dan satu kamar mandi yang terpisah dari bangunan utama dan kamar mandi itu sedikit berdekatan dengan sumur yang sengaja terpisah dari bangunan utama, khawatir tasnya jatuh ke dalam sumur gadis itu menurunkan tasnya di samping pintu lalu menghampiri sumur dan menurunkan ember ke dalam sumur sampai berbunyi suara air kemudian menariknya kembali. Ketika ember itu muncul dengan air di dalamnya ia dengan hati-hati mengambil ember itu dan memindahkannya ke tanah.

"Dingin." kata Fitri saat mencelupkan kedua tangannya ke dalam ember, selain rasa dingin ia juga takjub melihat air itu sangat jernih sampai-sampai bisa dijadikan cermin."Aku baru pertama kali lihat air sejernih ini!" Fitri berkata pada dirinya sendiri. Selesai cuci tangan pandangannya langsung teralih pada kamar mandi yang berada di sampingnya, melihat isi kamar mandi karena pintu terbuka lebar Fitri bangkit dan dengan iseng mengintip ke dalam bak mandi yang terkena akibat terkena cahaya matahari yang masuk dari atas atap, terlihat jelas didalam bak banyak jentik-jentik nyamuk di sana. wajahnya seketika berkerut geli melihat jentik-jentik lalu berpaling ke bawah luar bak melihat tutup lubang yang terbuat dari kayu sebagai penyumbat, tanpa pikir panjang gadis itu menarik kayu penyumbat itu dan membukanya membuat air dalam bak tersebut keluar bersamaan jentik nyamuk yang bergeliat seperti cacing. Seolah merasa lega Fitri keluar dari dalam kamar mandi itu dan kembali masuk tidak lupa meraih tas selempangnya menuju teras rumah untuk makan di sana.

****

Semarang, 19 Desember 2016

Kak Riski menjelaskan secara rinci dan detail kepada seorang wanita berprofesi jurnalis disalah satu siaran televisi yang bertanya tentang sejarah Kota Semarang untuk kepentingan acara televisi, berada di lobi museum palagan ambarawa dimana mereka bertiga berada. Sudah hampir dua setengah jam Kak Riski menjelaskan dan menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan oleh wanita di hadapannya yang berparas cantik dengan berjilbab biru donker serta memakai kemeja putih juga memakai celana hitam sedikit ketat itu selesai melontarkan pertanyaan dan mengakhiri acara kemudian pamit pergi.

"Aduh jadi lapar sama haus gara-gara banyak ngomong!" batin Kak Riski sedikit mengeluh saat perutnya tiba-tiba berbunyi setelah dua wartawan itu sudah menghilang dari pandangannya.

TRING... TRING...

Pemuda dengan rambut licin karena sering disisir itu tersentak ketika mendengar suara dari ponselnya dan segera merogoh saku kemeja batiknya kemudian membuka pesan yang baru saja masuk, setelah membaca lalu mengirim pesan balasan pemuda itu segera pergi ke suatu tempat sembari memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku kemejanya.

"Oh iya Fitri mau dibawain apa ya? Katanya dia mau pergi ke gunung Ungaran. Apa sebaiknya aku hubungin dia dan tanya kepadanya!"pikir Kak Riski kembali mengambil ponselnya dan sambil jalan membuka SMS hingga bahunya tidak sengaja menabrak bahu orang lain yang hampir membuat ponsel digenggamannya terjatuh jika saja dia tidak sigap menangkap ponselnya lalu berpaling ke arah orang yang menabraknya, rupanya seorang wanita berparas ayu dengan bingkai kacamata yang bertengger dipangkal hidungnya yang pesek serta memakai hijab putih juga memakai batik khas PGRI berwarna putih hitam serta rok dengan warna senada ikut menoleh ke arah Kak Riski.

"Ah maaf saya nggak lihat jalan!" ucap Wanita itu. Kaget Kak Riski buru-buru menimpal," Tidak, saya yang harusnya minta maaf karena asyik main ponsel sambil jalan!"

"Kalau begitu saya permisi." Wanita itu berujar pamit dan setelah itu pergi meninggalkan Kak Riski. Melihat kepergian wanita tersebut Kak Riski menarik napas dalam-dalam kemudian berbalik dan bergegas pergi sebelum membuat mahasiswa itu menunggunya terlalu lama, akan tetapi tanpa pemuda itu sadari wanita berhijab berkacamata itu kembali menoleh ke belakang melihat punggung Kak Riski yang sudah menjauh dengan senyum misterius sebelum akhirnya kembali berpaling dan menghilang diantara para pengunjung.

****

"Rasa Nasi Rames ini sangat lezat, sangat berbeda dengan buatan Budhe Rara dan Ibu!" gumam Fitri selesai makan lalu menjilat-jilat jarinya mencari sisa makanan disana dan setelah itu kembali ke belakang untuk cuci tangan lagi.

"Apa sebaiknya aku mencari tahu di sekitar sini?" tanyanya pada diri sendiri. Selesai cuci tangan dia pergi ke salah satu kamar yang sebelumnya lewati, ketika masuk ke dalam sebuah kamar dan melihat isi kamar yang tidak menarik dan terkesan sangat sederhana dengan satu tempat tidur tua, Selain itu disamping tempat tidur ada satu lemari besar jug satu meja disebelahnya, mata cokelatnya tertuju pada lemari besar yang tampak sudah sangat tua dengan banyak bagian yang sudah keropos. Seperti ada bisikan gadis itu lantas menghampiri dan tanpa pikir panjang membuka lebar pintu lemari tersebut. Meski diluar sudah rusak tetapi dalamnya justru terlihat bersih termasuk pakaian didalamnya yang tertata sangat rapi seolah tidak tersentuh, didalamnya hanya ada pakaian laki-laki dan perempuan yang diberi pembatas, penasaran tangangnya menyelip diantara kebaya lalu mengeluarkan satu persatu pakaian tersebut.

"Nggak ada baju yang menarik ya?" Fitri menarik baju lain yang rata-rata adalah baju kebaya dengan motif beragam, sayangnya ia tidak merasa tertarik karena warnanya yang sudah terlalu pudar. diletakkan kebaya itu bersama pakaian lainnya kemudian menarik kebaya lain hingga bagian lemari tersebut kosong. Frustasi tidak ada pakaian yang menarik ia lantas pergi ke kamar lain untuk mencari pakaian, setengah jam kemudian Fitri kembali lagi ke kamar itu dan terpaksa memakai kebaya yang menurutnya cukup layak di pakai olehnya, hawa panas di tempat itu membuatnya terus berkeringat dan terpaksa untuk ganti baju. setelah ganti baju dengan rasa tidak nyaman gadis itu melipat dan memasukkan pakaiannya ke dalam tas lalu menyampirnya ke bahu kemudian keluar meninggalkan rumah itu menuju bawah lereng, baru saja setengah perjalanan Fitri mengibas-ngibas tangannya ke wajah akibat panas dari terik matahari.

" Panas banget!" gerutu Fitri dalam hati. Beberapa menit menelusuri jalan lalu melewati pertigaan dari kejauhan ia melihat sebuah pemukiman yang ramai dengan orang-orang. Langkah Fitri terhenti ketika samar-samar mendengar suara tapak kaki kuda serta gerimcing lonceng, Mengenali suara langkah tersebut ia menoleh ke belakang dan melihat dokar melaju ke arahnya, gadis itu langsung menepi agar tidak tertabrak dan melihat kendaraan tradisional itu melaju melewatinya, namun dia menyadari tatapan kusir dokar beserta penumpangnya yang melihatnya dengan tatapan aneh walau Cuma sekilas namun ia mengabaikan dan melanjutkan langkah menuju tempat para warga tinggal, pupil matanya melebar melihat pemandangan di hadapannya yang tampak sangat menarik dan lihat! Banyak orang-orang di tempat ini yang memakai pakaian lebih menarik lagi, para wanita memakai kebaya dengan warna beragam serta motif serta memakai rok batik sama dengan Fitri pakai. Selain pakaian wanita juga para kaum lelaki yang memakai kaos putih, tapi di antara mereka ada yang bertelanjang dada juga kutang serta memakai celana diatas lutut berlalu-lalang membawa beragam beban dipundaknya, sekali lagi gadis itu tidak sadar diperhatikan oleh orang-orang terutama kalangan wanita dan terus melangkah menelusuri area yang tampak seperti pasar di tambah banyaknya lalu-lalang dokar mengangkut penumpang.

"Orang-orang ini pada kenapa sih? Kenapa mereka lihatin aku seperti itu?" batin Fitri risih ketika mulai menyadarinya tatapan beberapa Ibu-Ibu yang saling bisik ke arahnya sambil nunjuk ke arah bawahnya,"Apa sebaiknya aku balik lagi?" batinnya lagi, bingung sudah memakai pakaian yang sama dengan orang-orang dan tidak tahu apa yang salah dengannya Fitri memutuskan untuk kembali lagi ke rumah itu. Baru saja dia balik badan dan mempercepat langkahnya meninggalkan tempat itu tiba-tiba ia tidak sengaja menabrak seorang anak laki-laki berusia enam tahun bertelanjang dada serta memakai celana pendek juga tidak memakai alas kaki terjatuh terjerembab ke tanah.

"Ah maaf dek aku nggak sengaja," ucap Fitri langsung membantu anak itu berdiri lalu membersihkan debu di celana anak tersebut. Anak laki-laki itu langsung menangis sesunggukan sambil menutup matanya dengan lengannya yang telanjang, kaget melihat anak itu menangis Fitri buru-buru menenangkan anak itu membuat mereka jadi pusat perhatian di tempat itu. Ditengah usahanya menenangkan anak itu tidak berselang lama seorang wanita muda datang menghampiri lalu memeluk anak itu dengan sedikit menjauhkan dari Fitri.

"Maaf anak saya suka jalan nggak lihat jalan." Ucap wanita muda tersebut yang memakai kebaya bermotif bunga serta rambut hitam yang di sanggul, tapi pandangan wanita itu malah tertuju pada sepatu dan rambut Fitri yang hanya di ikat satu.

"Ah, tidak aku yang harus minta maaf karena tidak lihat jalan dan tidak sengaja menabrak adik ini," Sahut Fitri. Ekspresi yang sama seperti Wulan wanita itu melihat dari ujung rambut Fitri perlahan ke bawah ujung kaki lalu balik lagi,"Bahasa indonesia nona lancar sekali sampai tidak terdengar bahasa belanda sama sekali, aksennya bahasa yang nona gunakan sangat berbeda. Jika boleh saya tahu nona ini dari mana?" Tanya Wanita itu dengan nada hormat tapi juga rampak waspada. Fitri tertegun mendengar panggilan yang wanita itu lontarkan juga menyebut bahasa belanda, matanya perlahan melirik ke kaki Ibu dan anak itu yang menyeker lalu melihat ke warga sekitarnya yang juga nyeker.

"Aku pakai bahasa indonesia karena aku memang lahir di indonesia dan aku berasal dari Jakarta?" jawab Fitri tanpa pikir panjang. "Sekarang tahun dan tanggal berapa?" Fitri balik bertanya.

"Sekarang tanggal 23 Februari 1942?" jawab wanita itu, matanya masih tertuju pada sepatu yang Fitri pakai. Fitri terdiam. Jawaban yang sama dengan jawaban Wulan juga kalender di ponselnya seperti menegaskan waktu dan kondisinya sekarang, ia beroh panjang lalu mengucap terima kasih kepada wanita tersebut setelah itu bergegas pergi mengabaikan banyak pasang mata yang masih tertuju padanya dan sepatu ketsnya.











.
.
.
.
.
.
.
.

Bersambung....

Assalammualaikum, hai readers. Maaf sudah membuat kalian menunggu kelanjutannya. Sebab banyak sekali yang Author urus juga mencari refrensi untuk cerita ini.

Jangan lupa vote dan komentar ya 👋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top