4 Mencari Jawaban

Semarang, 20 desember 2016

"Alhammdulillah akhirnya sampai juga," kata Fitri lega saat mereka sudah berada di luar stasiun Kota Semarang. Bisa dia rasakan punggung dan pantatnya yang terasa pegal akibat terlalu lama duduk, kemarin setelah Ibu mengambil rapotnya dan siangnya dia dan Kak Riski langsung berangkat dari stasiun jatinegara dan sekarang pikirannya tertuju pada kasur di rumah Pakdhe Kasim juga Budhe Rara yang sangat empuk beserta aroma khasnya membuat ia selalu merasa penuh nostlagia.

"Ayo kita ke depan, mungkin Pakdhe Kasim sudah menungguin kita di sana!" ajak Kak Riski setelah membaca pesan dari Pakdhe Kasim dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana kainya setelah itu mengajak Fitri untuk jalan lebih dulu sambil membawa dua tas secara dijinjing sedangkan Fitri hanya membawa satu koper besar yang di tarik. Setelah mereka melewati pintu keluar dan berjalan menerobos kerumunan orang dari kejauhan Kak Riski melihat mobil Pakdhe Kasim yang berdiri di samping mobil sambil mengedarkan pandangan, Fitri yang juga melihatnya lantas bergegas menghampiri pria tersebut.

"Assalammualaikum Pakdhe, sudah lama nunggunya?" tanya Kak Riski yang langsung mencium punggung tangan Pakdhe Kasim yang di susul oleh Fitri.

"Waalaikumsalam, tidak kok, baru sepuluh menit Pakdhe di sini. Ayo berangkat, Budhe Rara sudah nungguin kalian di rumah!" ajak Pakdhe Kasim lalu menyuruh mereka untuk masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalanan Fitri yang duduk di bangku belakang melihat suasana di jalan kota di balik jendela mobil mengabaikan obroal Kak Riski dan Pakdhe Kasim yang sedang menanyakan satu sama lain kemudian tertawa, Fitri hanya mendengarnya sembari memandang suasana ramai di jalan dan melihat banyak bangunan khas Kota Semarang; gedung lawang sewu salah satunya. Selama perjalanan itu Fitri tidak sadar sudah jatuh tidur menyandarkan kepalanya di jendela mobil, Pakdhe Kasim yang melihat Fitri tertidur di belakang lewat kaca spion tersenyum.

"Lihat adikmu, tidurnya pulas sekali!" kata Pakdhe Kasim. Matanya sempat melirik ke kaca spion mobil dan melihat Fitri sudah terlelap membiarkan kepalanya bersandar ke kaca mobil.

Kak Riski mendengarnya langsung melihat ke belakang lalu tersenyum dan kembali melihat ke depan, "Mungkin dia lelah saat di kereta, padahal selama perjalanan dia banyak makan! Syukurlah saya bawa uang yang banyak!" kekeh Kak Riski. Pakdhe Kasim ikut tertawa seraya mengarahkan mobilnya menuju ke rumah yang berada di perbatasan antara Kota Semarang dan Gunungpati, lima puluh tujuh menit kemudian mobil mereka tiba di depan rumah bergaya era 60-an. Klasik tapi sangat nyaman untuk disinggahi dan diteras rumah Budhe Rara sudah menunggu sambil mengendong Rani yang tertidur, beruntung Fitri segera bangun setelah merasakan mesin mobil mati dan kemudian segera turun.

"Assalammualaikum,Budhe," gadis manis itu lebih dulu keluar dan menghampiri Budhe Rara lalu mencium punggung tangan wanita tersebut.

"Waalaikumsalam, ayo masuk. Kebetula Budhe baru saja buat makanan kesukaan kalian," ajak Budhe Rara. "Sebelum itu kalian taruh tas kalian di kamar dan mandi, terutama kamu Fitri!" tambahnya. Fitri yang mendengarnya sedikit malu lalu mengekor Budhe Rara sambil membawa koper besarnya diikuti oleh Kak Riski dan Pakdhe Kasim. Rumah yang cukup besar nuasa khas jaman dulu lengkap dengan perabotan rumah walau ada beberapa barang yang modern selain itu dinding rumah yang terlihat usang mengeluarkan aroma khas membuat Fitri seperti merasa balik ke masa kecilnya. Memilih kamar di lantai dua Fitri segera masuk ke dalam kamar seraya meletakkan kopernya di dekat pintu lalu langsung menghempaskan tubuhnya yang lelah ke atas tempat tidur menimbulkan suara derit besi sedikit nyaring akibat ulah Fitri.

"Huaa... kasurnya nyaman sekali," Gadis itu berseru  saat merasakan lembutnya sprei kasur bermotif bunga serta suasana sejuk di kamarnya membuat rasa kantuk yang sebelumnya hilang kini kembali lagi dan membuatnya kembali mengantuk kemudian tidur. Tidak berselang lama Kak Riski yang baru saja tiba sebab bicara sebentar dengan Pakdhe dan Budhe naik ke atas tidak sengaja melewati depan kamar Fitri dengan keadaan pintu terbuka lebar sehingga pemuda berusia 28 tahun itu dapat melihat dengan jelas adiknya yang kembali tidur di kamar itu kembali, tersenyum melihatnya lalu segera menutup pintu kamar adiknya kemudian pergi ke kamar sebelah.

****

Pagi kembali datang menghampiri, Fitri baru saja tiba di ruang makan tidak melihat kakaknya di meja makan dan hanya ada Pakdhe Kasim dan Rani di meja makan sementara Budhe Rara masih sibuk masak.

"Pakdhe, Kak Riski mana?" tanya Fitri sembari duduk di sebelah Rani, bocah berusia empat tahun itu girang saat melihat kehadirannya membuat Fitri dengan gemas cubit pipi Rani yang mirip kue bakpau. Pakdhe Kasim yang semula sibuk baca koran lantas menurunkan koran itu dan menjawab.

"Kakakmu baru saja pergi, katanya dia ada panggilan dari temannya di museum Ambarawa?" jawab Pakdhe Kasim lanjut kembali membaca korannya yang tertunda beberapa detik. Fitri hanya beroh panjang kemudian teralihkan dengan Budhe Rara yang menghampiri meja makan sambil membawa piring berisi ayam crispy beserta sambal tomat lalu meletakkannya di atas meja makan dan ikut bergabung bersama mereka.

"Kakakmu pekerja keras ya, Meski hari libur dia masih ingin bekerja!" puji Budhe Rara.

"Ya begitulah Kak Riski!" timpal Fitri sembari mengambil piring yang ada di atas meja lalu mengambil nasi dan ayam beserta sambalnya yang sungguh mengoda untuk di cocol pakai daging ayam. Usai sarapan gadis itu memutuskan untuk pergi juga ke museum sekalian jalan-jalan, setelah mendapat izin serta mendapat uang saku dari Pakdhe Kasim Fitri yang sudah siap lantas berangkat membawa tas selempang berukuran kecil yang muat untuk dompet, ponsel dan Power Bank. Setelah mencegat becak motor dan pergi menuju museum palagan ambarawa, setengah jam kemudian Fitri sampai di dekat pintu masuk museum melihat dengan jelas banyaknya wisatawan yang berkunjung ke museum tersebut. Setelah bayar gadis itu berjalan masuk bersama wisatawan lainnya dan kemudian melihat sebuah tugu dengan patung pejuang yang salah satunya membawa tongkat dan bendera merah putih, selain itu terdapat dua patung berdiri di kiri serta kanan tugu juga di bawahnya bertulis "MONUMEN PALAGAN AMBARAWA", dan di tugu itu juga terpajang limas lengkap sang garuda pancasila. Tidak ketinggalan meriam yang pernah di pakai di zaman kemerdekaan dulu diletakkan persis di depan monumen itu, mengikuti para wisatawan mengantri tiket kemudian masuk menuju lobi museum yang terpajang aneka macam benda bersejarah yang diberi tali pembatas guna menghindari tangan jahil pengunjung yang datang. Selain benda bersejarah Fitri juga melihat beberapa bingkai foto hitam putih memperlihatkan lokasi bersejarah yang sudah berubah sekarang, lantas dia pergi ke tempat yang berada diluar gedung dan langsung di sambut dengan beberapa kendaraan peninggalan penjajah juga meriam yang pernah dipakai penjajah untuk melawan tentara indonesia dulu. Terlintas sedikit rasa kagum dalam hatinya sampai dia berhenti saat melihat sebuah pesawat tempur yang terparkir tenang ditempatnya.

"Itu adalah pesawat Mustang P51 yang dibuat di Amerika dan digunakan oleh Belanda kemudian jatuh di rawa pening ambarawa oleh salah satu pejuang indonesia." Fitri langsung menoleh ke belakang dan mendapati Kak Riski berdiri dengan pandangan tertuju pada pesawat itu.

"Sedang apa kau di sini? Bukannya kau masih tidur jam segini!" sindir Kak Riski.

Bibir Fitri langsung mengerucut mendengar sindiran dari Kakaknya itu,"Cuma jalan-jalan setelah tahu Kakak pergi ke sini, lagipula aku ke sini Cuma cari jawaban buat tugas sekolah?"jawabnya," Kok Kak Riski tahu kalau ada disini."

" Wah kakak kurang tahu ya." Sahut Kak Riski," kamu mulai tertarik dengan sejarah? Mau Kakak jelaskan tentang pesawat ini?" Kak Riski bertanya dengan intonasi semangat.

"Tidak? Aku hanya ingin cepat menyelesaikan tugas sekolah agar bisa menikmati liburan ini seperti yang lainnya?" jawab Fitri ketus. Sedikit kesal karena teringat hanya dirinya saja yang harus mengerjakan tugas di tengah liburan.

Seketika Kak Riski berseru kecewa, tapi tidak selang lama dia mendapat panggilan telepon. Pemuda itu berjalan meninggalkan Fitri untuk mengangkat telepon sedangkan Fitri kembali memandang pesawat Mustang itu lamat-lamat lalu mencoba menyentuh permukaan pesawat itu.

.
.
.
.
.
.
Bersambung....
" assalammualaikum, hai jumpa lagi denganku! Sebelumnya aku minta maaf karena telah membuat kalian menunggu episode ini karena banyak sekali hambatan untuk update. Dan untuk pembaca yang sudah membaca episode sebelumnya aku ucapkan terima kasih dan yang saat ini tengah menempuh ujian akhir, entah itu kelas 9 atau kelas 12 aku doa kan semoga kalian lulus dan masuk ke sma favorite atau yang anak 12 bisa masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan Amiiin...
Ah iya aku hampir lupa,untuk episode selanjutnya mungkin agak lama jadi mohon bersabar ya
Sekian dariku, mohon komentar,vote dan follownya.

@billa270399

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top