12. Tertunda


Desa Gunungpati,25 Februari 1942

Hawa dingin serta rasa kantuk yang berat lengkap dengan kebingungan rencana yang harus Fitri lakukan setelah terdampar di zaman ini, kini dia sudah hadir di meja makan seperti kemarin. Menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya sarapan bersama Wulan dan Mbah Aminah, selesai sarapan Fitri kembali ikut ke pasar bersama Wulan seperti kemarin. Tapi kali ini Fitri menawarkan bantuan untuk membawa lempeh yang selalu Wulan bawa di atas kepalanya.

"Wulan!" panggil Fitri. Yang di panggil menoleh.

"Apa kau dan Mbah Aminah tidak punya niat untuk pulang kampung ke kerabat?" tanya Fitri. Wulan langsung menggeleng kepala dan raut wajahnya berubah sedih.

"Eh maaf, kau nggak perlu jawab kok, maaf!" ucap Fitri sadar telah salah bicara melihat anak itu terdiam, alhasil tidak ada percakapan lagi hingga mereka tiba di pasar. Setelah meletakkan lempeh ke atas meja dan duduk di kursi setelah itu menunggu pelanggan datang, tapi belum sampai lima menit duduk Fitri ingin beranjak dan berkeliling pasar tapi ragu meninggalkan Wulan sendirian sampai akhirnya memilih untuk sabar menunggu, perlahan-lahan suasana pasar itu semakin ramai di tambah dengan kedatangan Mbak Indah bersama jamu buatannya. Setelah melayani pembeli Mbak Indah tiba-tiba memberi segelas jamu kepada Fitri.

"Kau kelihatan haus, minumlah..." Mbak Indah tersenyum ramah.

Dengan canggung Fitri menerima gelas itu sambil menyungging senyum canggung lalu mengucap terima kasih, kebetulan sejak tadi ia merasa haus. Rupanya wanita muda berusia 20-an itu juga memberikan Wulan jamu khusus anak-anak.

"Terima kasih, Mbak Indah!" ucap Wulan dan setelah itu meminumnya.

Raut wajah Fitri langsung berkerut lalu bibirnya mengercap-ngercap merasakan rasa jamu yang barusan diminumnya, rasa pedas serta manis jadi satu di tambah tercium aroma khas jamu membuat gadis itu kembali meminumnya hingga tidak tersisa lalu mengembalikan gelas itu kepada Mbak Indah.

"Mau nambah!" tawar Mbak Indah.

"Tidak, Mbak cukup!" timpal Fitri. Sementara Wulan yang baru saja menghabiskan jamunya memberikan gelas itu kepada Mbak Indah."tambah, Mbak!"

Dengan sigap wanita itu menerima gelas itu lalu menuangkan jamu dari salah satu botol ke gelas Wulan setelah itu memberikannya kepada anak itu yang di sambut dengan ucapan terima kasih. Sekilas Fitri memerhatikan lekuk tubuh Mbak Indah yang sangat profesional di tambah dengan rambut hitam kemilau yang di sanggul rapi, Fitri yang melihatnya malah membayangkan sosok Mbah Indah di tempat asalnya yang sangat jelas cocok jadi model. Hening beberapa saat tiba-tiba Mbak Indah memanggilnya dan Fitri tersentak dari lamunannya.

"Apa kau benar dari Jakarta?" tanya Mbak Indah penasaran. Fitri tertegun lalu mengangguk,"Benar? Kenapa kau tanya seperti itu!" katanya balik bertanya.

"Hanya penasaran saja, sebab kau memiliki aksen yang sangat berbeda dari orang lain seakan kau bukan orang sini dan gaya rambutmu juga sangat berbeda!" balas Mbak Indah, sorot netra cokelatnya menatap lamat wajah dan rambut Fitri. Sadar wanita itu mulai naruh curiga kepadanya Fitri berpikir cepat mencari alasan jelas dan masuk akal, beruntung tidak selang lama seorang wanita paruh baya menghampiri Mbak Indah dan membeli jamu. Kesempatan baginya untuk mencari alasan namun sayangnya tidak sempat saat melihat kedatangan pria tua ke toko mereka, dengan ramah Wulan menyambutnya dan melayani pria itu sedangkan Fitri memasukkan kue yang sudah di bungkus oleh Wulan ke dalam kantung kain lalu memberikannya kepada pria itu yang setelah itu memberikan tiga koin kepada Fitri.

"Terima kasih, Pak!" ucap Fitri meniru aksen Wulan, tidak luoa senyum manis langsung terlukis di wajahnya yang imut.

"Aduh... kamu manis sekali, apa kau sudah memiliki pasangan? Kebetulan saya punya cucu laki-laki yang kebetulan sebaya denganmu, tapi sekarang dia sedang bertugas di luar kota sebagai pejuang. Apa kau mau Mbah ini memperkenalkan cucu saya kepadamu!" tawar pria itu tiba-tiba. Fitri kaget bukan main, begitu juga dengan Wulan dan Mbak Indah yang menatap tidak percaya. Dengan gugup Fitri tersenyum kikuk lalu menggeleng kepalanya,"Maaf Pak, saya sudah memiliki pemuda lain!" Pria tua itu langsung kecewa dan setelah itu pamit pergi, setelah pria tadi sudah tidak terlihat Fitri langsung menghela napas lega sembari kembali duduk di kursinya.

"Wah aku jadi iri dengamu,Fitri. Aku belum pernah ditawar seperti tadi, kau pasti sangat beruntung!" seru Mbak Indah jujur.

Fitri menggaruk pipinya yang tidak gatal juga bingung harus menjawab apa atas kejadian tadi,"Tapi Mbak juga cantik kok. Pasti ada yang suka dengan Mbak!" timpal Fitri. Mbak Indah tersenyum mendengar pujian itu sampai dia kembali kedatangan pembeli lain, begitu juga dengan toko Wulan. Ketika matahari sudah hampir sampai di puncak Wulan mengajak Fitri untuk pulang usai melayani pembeli terakhir.

"Lho kalian mau pulang? Dagangan kalian belum habis loh?" Tanya Mbak Indah heran,"Mbah Aminah sakit lagi ya?"

Wulan mengangguk setelah itu pamit kepada Mbak Indah, akan tetapi wanita itu buru-buru mencegat mereka berdua seraya mengambil salah satu botol lalu memberikannya kepada Wulan,"Buat Mbah Aminah..."

"Jamu apa ini,Mbak?" tanya Wulan penasaran saat mencium aroma yang sedikit berbeda dengan jamu lain, Fitri juga.

"Jamu asam urat? Mbahmu pasti sangat membutuhkannya!" balas Mbak Indah.

"Wah terima kasih, Mbak. Kami pulang dulu, Assalammualaikum!" ucap Wulan pamit setelah itu pergi bersama Fitri. Tetapi tanpa Fitri sadar Mbak Indah menatap curiga ke arah punggung Fitri yang berjalan semakin menjauh di antara kerumunan orang-orang pasar.



bersambung... 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top