Bab 11.1
"Betapa perempuan yang rumit." Caleste mengeluh sepanjang jalan menuju ballroom. Setelah dengan halus diusir oleh Leira dan kucing gendut sialan itu, suasana hati Caleste mendadak sangat buruk.
"Seharusnya aku tidak pernah memberikan buntalan lemak itu pada Leira." Caleste mendadak kesal saat mengingat kucing gendut itu.
Caleste berdiri sejenak, lalu menatap balkon kamar Leira dari kejauhan. Entah kenapa rasanya ia ingin kembali ke sana. Instingnya mengatakan ada yang salah di sana.
"Tuan Muda, anda kemana saja!" Alberto yang sejak tadi berkeliling istana atas perintah Carla untuk mencari Caleste.
"Bukan urusanmu." Caleste menjawab dengan sinis.
"Pesta sudah dimulai, anda seharusnya berada di sana dan bukannya berkeliaran tidak jelas."
Caleste memutar matanya saat Alberto terus mengomel tanpa henti. Ia berjalan dengan langkah lebar kembali ke ballroom. Di luar, sudah ada Carla yang menunggu Caleste. Wajahnya tenang, namun Caleste tahu jika wanita itu sedang jengkel.
"Darimana?" Meskipun sedang jengkel, suara ibunya tetap lembut.
Carla menahan diri untuk tidak mendengus. "Sudah aku bilang, aku mencari angin. Kenapa kau harus sekesal itu." Caleste menjawab dengan cemberut.
"Kau menghilang seperti anak nakal, bagaimana aku tidak kesal!" Carla hampir memukul wajah anaknya dengan kipas, jika saja ia tidak ingat mereka berada di istana. Citranya sebagai wanita lembut bisa rusak jika seseorang melihatnya.
"Ayo masuk."
Caleste mengekor seperti anak ayam dibelakang ibunya. Berbagai jenis tatapan dari orang-orang, mengiringi setiap langkah Caleste. Dan semuanya terasa menjijikkan, kotor, memuakkan.
Manusia adalah makhluk kotor, tidak peduli darimana mereka berasal. Mau itu rakyat biasa, bangsawan ataupun pendeta. Dewi Ashet terlalu murah hati melindungi manusia yang menjijikan.
Karena manusia tetap ada berkat kemurahan hati seorang dewi, menyapu bersih mereka adalah hal yang sulit.
"Yang Mulia Darius I dan Pangeran Galant memasuki ruangan!" Pengumuman itu menarik atensi semua bangsawan.
Caleste yang hendak mengambil minumannya, menghentikan gerakannya. Ia mengalihkan pandangannya kearah pintu utama. Galant, bajingan menyebalkan yang telah susah payah Caleste singkirkan kembali.
"Kenapa Pangeran Galant kembali?" Para bangsawan saling berbisik.
"Bukankah keberadaan Pangeran Galant, akan menyebabkan konflik dengan Duke Agrient?"
"Masa hukumannya mungkin sudah habis."
Salah satu skandal yang paling terkenal dari keluarga kerajaan Inkarsia adalah, percobaan pembunuhan yang dilakukan mantan pangeran mahkota kepada pewaris Duke Agrient.
Beberapa tahun lalu, di pesta ulang tahun raja. Pangeran Galant, yang telah dewasa menyerang Caleste yang saat itu masih baru lulus dari akademi di taman istana
Tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi pada awalnya. Namun menurut pengakuan beberapa pelayan yang melihat mereka, Galant tiba-tiba saja mengeluarkan pedangnya dan menyerang Caleste yang baru saja selesai bicara.
Caleste menderita karena tusukan di perutnya dan memar yang ia dapatkan dari pukulan yang Galant berikan, membuatnya hampir mati.
Hukuman yang didapatkannya saat itu adalah pengusiran dari ibukota, dan gelarnya sebagai putra mahkota dicopot. Duke Agrient tidak puas, namun Caleste senang dengan keputusan itu.
Serangkaian kalimat yang Raja Darius ucapkan, membuat Caleste merasa ia mungkin harus menyumpal mulutnya agar berhenti bicara. Keluarga kerajaan adalah salah satu golongan yang Caleste benci dari manusia, karena kelakuan mereka yang kotor.
"Senang rasanya melihat kalian semua berada disini dalam keadaan yang damai, silahkan nikmati pestanya." Raja Darius berbicara dengan sebuah senyuman penuh kepuasan. Lelaki itu duduk di singgasananya, seraya memperhatikan para bangsawan yang mulai kembali menikmati pesta.
Galant yang sejak tadi diam, mengedarkan pandangannya. Tatapannya beradu dengan Caleste yang sedang menatapnya secara terang-terangan. Ia menyeringai lebar, membuat bekas luka di wajahnya tertarik.
Caleste yang selalu menjadi eksistensi yang menyebalkan, membalas Galant dengan senyuman manis layaknya anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Itu sangat menyebalkan bagi orang seperti Galant.
***
Ini adalah pagi hari yang sangat menyenangkan bagi Leira. Sinar matahari hangat dan beberapa camilan, serta seekor kucing putih gendut yang menemaninya. Kedamaian seperti ini seharusnya selalu ia miliki, karena Leira bukanlah pendosa yang tidak pantas memiliki kehidupan damai.
Hari ini Leira hanya ditemani oleh Marianne. Count Erkan memiliki pekerjaan penting lain yang harus ia urus. Tugasnya juga bukan hanya mengawal dan menemani Leira sepanjang hari. Selain itu, Count Erkan adalah bangsawan sejati. Sangat konyol rasanya jika orang sepertinya akan selalu berada di samping Leira.
"Ah, pagi yang tenang." Leira menarik nafas panjang. Menikmati udara pagi hari di taman, yang terasa sangat segar. Rasanya ia hanya ingin berduaan saja dengan kucing putih, dan mengusir Marianne. Namun mengingat kakinya sedang sakit, Leira tidak bisa ditinggalkan sendirian.
"Entah kenapa hari ini aku merasa sangat senang." Leira mengelus kucing putih di pangkuannya.
"Tapi aku juga khawatir jika sesuatu yang buruk akan segera terjadi." Leira memulai kebiasaannya berbicara sendiri.
"Ibuku pernah bilang jika kita merasa senang, makan akan ada hal buruk yang terjadi. Kau tahu kucing, ini bukan hanya sebuah bualan." Marianne berada di jarak yang cukup jauh untuk mendengar suara Leira.
"Sehari sebelum orangtuaku mati, kami merayakan ulang tahunku di salah satu restoran yang mewah. Dan keesokannya aku mendapati diriku menjadi satu-satunya orang yang tetap hidup di keluarga ku." Leira tidak pernah membicarakan hal seperti ini pada orang lain. Manusia itu menjijikan, mereka juga menjengkelkan.
"Kucing, menurutmu Tuhan di sini dan di duniaku sama atau berbeda?" Leira mengangkat kucing putih, ia menatap hewan itu layaknya seorang manusia yang telah lama menjadi temannya.
Kucing itu mengeong dengan malas.
"Iya, sepertinya sama. Baik di sana atau di sini, semuanya tetap sama jahatnya." Leira mengangguk puas, lalu mencium kucingnya dengan gemas.
Sepanjang pagi itu, Leira terus berbicara kepada kucingnya. Lebih menyenangkan mengobrol dengan hewan dibandingkan dengan manusia. Ah, pengecualian untuk Caleste. Dia cukup suka berbicara dengan Caleste meskipun mereka sangat jarang bertemu.
Caleste sebenarnya sangat berbeda dari yang ia bayangkan. Ia lebih hangat dan banyak bicara. Di dalam novel, karakternya digambarkan sebagai seseorang yang sangat menyebalkan dengan kemampuan bersosialisasi yang sangat buruk karena hampir tidak ada interaksi antara Caleste dan orang lain yang tidak memiliki kepentingan sama sekali.
Namun setelah melihatnya langsung. Penulis memang benar. Caleste memiliki mulut yang tidak terlalu bagus, untuk diajak mengobrol. Kata-katanya cenderung kasar dan sinis pada orang lain. Untung saja Leira cukup menyukainya, terutama fakta bahwa mereka akan segera mati dalam waktu yang hampir berdekatan.
Leira bersenandung pelan. Ia menatap sekitar taman, lalu mengerutkan keningnya.
"Marianne bisa kau ambilkan aku topi?" Leira bertanya tanpa menatap langsung Marianne. Sinar matahari akan lebih terik, dan membakar kulitnya. Namun ia menolak untuk kembali, karena warna kulitnya yang pucat membuat Leira terlihat seperti mayat.
"Saya akan mengambilkannya."
Setelah kepergian Marianne, Leira menghampiri semak-semak yang sejak tadi bergerak. Matanya menyorot dengan dingin seseorang, yang sejak tadi mengawasinya.
"Apa yang kau lakukan disini, Galant?" Suaranya tidak terdengar bersahabat.
"Lama tidak bertemu, sayang." Galang, menyapa Leira dengan hangat, seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih yang telah lama tidak bertemu.
Itu menjijikan di telinga Leira, ia mungkin akan memuntahi wajah Galant jika bisa.
"Sudah lama sejak kita bertemu, tapi kau masih saja tetap galak." Galant masih memasang senyumannya. Ia terlihat cukup menawan layaknya seorang bangsawan, namun sayang sikapnya telah merubah pesona yang Galant miliki menjadi sebuah sampah.
"Apa yang kau lakukan disini?" Leira ingat jika Galant diasingkan ke luar ibukota, setelah dengan agresif menyerang salah satu anak bangsawan yang berbicara dengannya. Menepatinya kembali berada disini, membuat kehidupan nyaman yang Leira idamkan semakin meredup.
"Memangnya kenapa? Kita kan sepasang kekasih." Galant menyeringai lebar, saat melihat tubuh Leira yang bergetar.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top