Bab 1

Leira ingat jika kehidupannya tujuh tahun lalu benar-benar manis. Ia hanya seorang remaja berusia tujuh belas tahun yang menghabiskan waktunya untuk membaca novel-novel roman picisan. Mencintai banyak kisah sepasang kekasih yang bahagia, meskipun telah menari-nari di atas luka karakter lainnya.

Lalu kehidupan manisnya berubah saat kedua orangtuanya terbunuh, dalam insiden kebakaran di tempat kerja mereka. Leira yang masih remaja hidup sebatang kara, dipenuhi dengan tangisan dan teriakan.

Hingga akhirnya ia menyerah dengan kehidupannya, dan memilih untuk menelan belasan obat tidur. Berharap ia tidak pernah bangun dan mati membusuk, di kamar kecilnya.

Harapannya untuk mati memudar saat ia bangun di sebuah ruangan yang hanya menampung satu kasur, dan dua rak buku. Orang-orang masih memanggilnya Leira, dengan tambahan nona.

Leira tidak tahu apa yang terjadi. Orang-orang datang ke kamarnya setiap dua hari sekali, meminta darah di dalam tubuhnya. Yang ternyata, berwarna emas. Butuh waktu dua tahun untuk sadar, jika ia berada di dunia yang menjadi latar salah satu novel favoritnya.

Leira bukanlah pemeran utama ataupun penjahat. Ia hanyalah karakter sampingan, yang akan dijadikan tumbal oleh pemeran utama laki-laki untuk menyelamatkan kekasihnya dari kutukan kematian.

Leira benar-benar ketakutan saat itu. Di dalam novel, akhir hidupnya benar-benar menyedihkan. Orang-orang akan berdatangan dan memukulinya, sampai tubuhnya hancur dan darah emas menggenang layaknya kolam.

Ia berusaha kabur dan mengakhiri hidupnya sendiri, sebelum tragedi mengerikan itu menimpanya. Namun semua orang yang ia temui, tidak mengizinkannya untuk pergi ataupun mati.

Saat ini, Leira pasrah dengan apa yang akan terjadi padanya di masa depan. Ia tidak peduli.

"Nona, bagaimana jika anda duduk sebentar disini?" Pelayan menuntunnya duduk di kursi taman.

Leira menurut. Rambutnya yang sebagian telah memutih berayun-ayun, saat terkena angin. Matahari di sore hari membelai kulit pucat Leira.

"Bagaimana jika saya bawakan beberapa camilan dan minuman, untuk anda nikmati?" Pelayan bertanya dengan binar di matanya.

"Mn." Leira mengangguk.

Pemandangan taman istana di sore hari selalu terlihat sangat indah, terutama saat pantulan langit sore di kolam selalu berhasil membuat Leira terpana. Beberapa ikan hias berenang dengan bebas.

Leira mendekati kolam, ia memasukkan tangannya ke dalam air. Ikan-ikan mendekatinya, menabrak telapak tangan Leira. Ia terkejut, namun tersenyum lebar. Sensasi ini mengingatkan Leira pada kucing putih yang pernah ia miliki saat kecil.

Leira tidak tahu apakah di dunia ini ada kucing atau tidak. Ia mungkin harus bertanya pada pelayan, tentang itu.

****

"Tuan Muda, anda tidak boleh meninggalkan pesta begitu saja!"

"Hah, cuaca indah seperti ini benar-benar cocok berburu dewi yang jatuh ke bumi." Caleste menyisir rambutnya yang telah ditata rapi oleh pelayannya. Ia mengabaikan Alberto, yang sejak tadi mengejarnya.

"Tuan Muda!" Alberto kembali berteriak putus asa saat tuannya terlihat tidak peduli.

Meninggalkan bawahannya, Caleste berjalan-jalan menyusuri taman istana. Ia tidak kuat berada di tengah-tengah pesta, yang dipenuhi dengan perempuan. Terutama saat raja yang dengan terang-terangan menyodorkan putrinya, untuk ia nikahi.

Sayangnya Caleste adalah pria dengan selera yang tidak masuk akal. Manusia-manusia jelek seperti mereka, tidak pantas menjadi pasangannya.

Oleh karena itu sebelum terjadi pesta berdarah, Caleste memilih untuk keluar dan berkeliling di taman. Ada beberapa rumor bodoh yang tersebar luas diantara kalangan bangsawan. Seorang dewi yang telah jatuh ke bumi, dikurung di istana. Beberapa orang yang pernah melihatnya, mengaku jika kecantikan sang Dewi benar-benar tidak manusiawi.

Caleste tidak mempercayainya tentu saja, ia yakin jika dewi yang dimaksud hanyalah seorang gadis yang kebetulan tidak sejelek orang-orang. Hanya mahusia bodoh yang percaya keberadaan makhluk-makhluk mistis.

Caleste menyapukan pandangannya, ia pertama kalinya berada di sisi taman istana ini. Meskipun tidak seindah taman utama, tempat ini sangat tenang.

Saat pandangannya, sampai ke kolam. "PERI!" Caleste memekik terkejut.

Seseorang yang Caleste panggil peri itu menoleh. Kulitnya pucat, matanya berwarna biru dan rambutnya yang sebagian berwarna putih membuatnya terlihat benar-benar seperti peri. Meskipun tubuhnya terlihat kurus, dia tetap yang tercantik diantara gadis-gadis lain di dunia ini!

Dengan langkah cepat, Caleste menghampiri peri itu.

"Kau seorang peri?" Caleste berlutut di hadapan perinya. Setelah puluhan tahun hidup dikelilingi manusia buruk rupa, Caleste akhirnya menemukan sosok keindahan yang harus jadi belahan jiwanya.

"Aku bukan peri." Sosok dihadapannya menautkan alisnya.

Bahkan suaranya saja benar-benar indah. Caleste penasaran, bagaimana namanya terdengar dengan suara itu.

"Tidak ada manusia secantik kau."

"Itu karena mereka saja yang jelek."

Caleste tertegun. "Itu benar, siapa namamu?" Ia bertanya dengan cerah.

"Leira."

"Nama yang sangat indah."

Caleste selalu membenci keberadaan manusia, tanpa sebab yang jelas. Suasana hatinya selalu seburuk wilayah berkonflik, namun wajahnya terus-menerus mengulas keramahan khas seorang anak bangsawan yang tumbuh dengan nyaman.

Caleste selalu ingin muntah, setiap kali berada di dekat orang-orang. Hanya dengan melihat wajah mereka saja, ia akan mengeluh tentang betapa mengganggunya penampilan mereka. Namun menemukan seseorang seperti Leira yang tidak membuatnya kesal ataupun ingin muntah, benar-benar langka.

"Omong kosong. Duduk dengan benar." Leira bergeser memberi ruang untuk lelaki aneh di depannya duduk.

"Ngomong-ngomong namaku adalah Caleste Agrient, panggil aku Caleste." Ia meraih lengan pucat Leira, lalu mengecupnya sekilas.

"Caleste?" Leira terdiam sebentar. Caleste menatap gadis itu dengan tatapan cerah.

"Terdengar seperti nama anak perempuan."

"Kau benar, saat lahir ibuku mengira jika aku adalah bayi perempuan."

Meskipun tubuhnya tinggi dan bahunya lebar, Caleste memiliki wajah yang cukup cantik untuk seorang lelaki. Saat ia kecil, orang-orang seringkali salah mengira jika dirinya adalah seorang anak perempuan.

Caleste adalah salinan dari ibunya yang merupakan wanita tercantik yang pernah orang-orang temui. Padahal jika ia sedikit saja mirip dengan ayahnya, jejak kecantikan ibunya pasti akan menghilang di wajahnya.

"Pasti ada banyak perempuan yang iri padamu." Leira bergumam pelan. Pandangannya tertuju pada ikan-ikan di danau.

"Kau menyukai ikan?"

"Tidak terlalu, aku lebih suka hewan berbulu yang hangat."

"Seperti serigala dan singa?"

Leira berkedip polos. "Kucing."

"Kucing itu hewan menjengkelkan, mereka akan memukulmu jika kau menyentuhnya." Caleste mengerutkan keningnya tidak suka.

"Tapi mereka benar-benar lucu, dibandingkan dengan serigala dan singa yang bisa menggigit lehermu kapan saja."

"Kucing itu hewan jahat, mereka akan menduduki wajahmu saat kau tertidur. Membuatmu mati perlahan karena sesak nafas. Kau akan tetap menyukai makhluk itu?" Caleste berdecak kagum. Tidak menyangka jika perempuan dihadapannya lebih menyukai kucing yang menjengkelkan, dibandingkan serigala yang setia.

"Tidak masalah, aku bukan orang yang akan tetap tidur saat sekarat."

"Kau sangat menyukai kucing ya. Sayang sekali di Inkarsia, hewan itu benar-benar langka."

"Kenapa langka?"

"Cuaca di sini benar-benar ekstrim, kucing berbulu tebal tidak akan bisa hidup di musim panas dan kucing berbulu pendek akan mati kedinginan saat musim dingin. Biaya perawatan kucing juga mahal, hanya sedikit orang yang mau memelihara mereka."

"Ah, benarkah. Aku benar-benar ingin memiliki kucing." Leira bergumam kecewa.

"Aku bisa membawakan mu satu di pertemuan kita selanjutnya." Leira terdiam sesaat. Sinar di mata Caleste, benar-benar dengan jelas mengatakan jika itu adalah sebuah antusiasme yang gila.

Leira mengulas senyum manis, lalu mengangguk. "Mari kita bertemunya disini lain kali."

***

Caleste Argiente.

Salah satu karakter yang tidak disangka-sangka ternyata merupakan tokoh penjahat utama dalam novel. Karakternya digambarkan sebagai seorang tuan muda eksentrik periang, yang terlahir dari keluarga kaya raya. Ia juga merupakan adik sepupu dari tokoh utama.

Sebagai anggota keluarga paling kecil, Caleste mendapatkan keistimewaan yang tidak didapatkan tuan muda lainnya. Seluruh harta yang kakeknya kumpulkan diwariskan pada Caleste. Paman, kakak sepupu bahkan ibunya sendiri tidak mendapatkan sedikit pun bagiannya.

Semua paman dan kakak sepupu dari pihak ibu Caleste benar-benar marah dengan keputusan yang lelaki tua itu ambil. Caleste tidak membutuhkan uang dari kakeknya, karena ayahnya lebih dari cukup memberikan anak itu sebuah kemewahan tidak terbatas.

Mereka bahkan mendesak Levia—ibu Caleste, untuk membagikan harta keluarga mereka yang semuanya diberikan pada anaknya. Levia awalnya setuju, namun Caleste yang saat itu masih berusia sepuluh tahun mengucapkan serangkaian kalimat yang mengejutkan.

"Kalian sampah tidak berguna, seharusnya pikirkan saja cara agar kalian untuk tetap hidup tanpa uang kakekku, dan berusahalah untuk tidak menjadi manusia jelek yang hanya menghabiskan ruang di dunia ini."

Leira ingat jika diawal-awal novel, Caleste hanyalah tuan muda yang mengandalkan uang untuk melakukan sesuatu. Ia menindas kakak sepupunya dengan uang yang ia miliki, menghancurkan orang-orang dengan bantuan ayahnya yang hebat.

Leira kira Caleste akan hancur di pertengahan cerita, karena sikapnya yang arogan. Namun ternyata tidak, saat penulis beberapakali menggunakan sudut pandang Caleste untuk kemajuan alur. Dia bukanlah karakter eksentrik yang bodoh.

Caleste adalah karakter yang isi kepalanya, tidak pernah berhenti berpikir. Otaknya terus bekerja untuk memikirkan banyak hal, baik itu hal yang penting ataupun tidak penting.

Caleste merencanakan penghancuran salah satu keluarga bangsawan di dalam kepalanya, seraya berbicara dengan semangat pada orang-orang di sekitarnya. Ia memikirkan serangkaian kejahatan untuk menghancurkan tokoh utama wanita yang sangat ia benci, di pertemuan penting bangsawan.

Leira tidak menyangka jika ia akan memiliki kesepakatan bertemu dengan seseorang yang akan menyebabkan kematian banyak orang, di masa depan nanti.

"Nona Leira jika boleh saya bertanya, siapa yang anda ajak bicara tadi?" Pelayan yang sedang menyisir rambutnya, bertanya dengan penasaran.

"Seseorang bernama Caleste Agrient." Leira menatap pantulan wajahnya di cermin. Garis hitam halus dibawah matanya, kulit putih pucat, dan rambutnya yang hampir memutih membuatnya terlihat seperti hantu. Satu-satunya hal yang berwarna adalah bibirnya yang berwarna merah muda.

"Ah, Pangeran Agrient? Saya mendengar banyak hal tentang dia. Ada banyak wanita yang menangis setelah berkencan dengannya. Beberapa rumor mengatakan jika Pangeran Agrient bahkan telah melepas tanggung jawab menikahi salah satu putri Viscount Hausberg."

Bohong.

Meskipun Caleste adalah bajingan narsis yang menganggap tidak ada orang yang lebih cantik darinya, ia menganggap jika sisa manusia selain orangtuanya adalah produk gagal Dewa. Jangankan untuk berkencan, menyentuh mereka saja Caleste akan mengernyitkan kening.

Di dalam novel Caleste bahkan menepis tangan pemeran utama perempuan, saat tangannya secara tidak sengaja memegang lengannya. Karena sikapnya inilah, para bangsawan menyebarkan desas-desus menjijikkan tentang dirinya.

Selain rakyat dari wilayah Agrient, orang-orang menganggap Caleste sebagai lelaki menjijikkan yang lepas tanggung jawab.

"Anda harus menjauhinya. Dia pria yang berbahaya."

"Tidak masalah, aku menganut kepercayaan jika semua orang tampan itu baik." Leira mengulas senyum manis.

***

Aloo!

Makasih buat yang mau meluangkan waktunya buat baca cerita ini o((*^▽^*))o

Jangan lupa kasih kritik dan saran.

Love u all(~‾▿‾)~

Susunan monarki.

1. Raja/Ratu
2. Grand Duke/Grand Duchess
3. Duke/Duchess
4. Prince/Princess*
5. Marquis/Marchioness
7. Earl/Count/Countess
8. Viscount/Viscountess
9. Baron/Baroness
10. Ksatria*

Semua anak raja, grand duke sama duke itu dapet gelar Prince sama Princess waktu mereka lahir. Correct me if  i wrong.

Ksatria bukan gelar kebangsawanan, tapi gelar kehormatan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top