Bab 15. Sedikit Kecewa

.
.
.

Jogyakarta siang itu tampak sedikit sendu, karena awan mendung yang sejak tadi menaungi tanpa berniat menurunkan hujannya. Membuat sebagian besar orang ragu-ragu untuk melakukan aktivitas di luar dengan bebas.

Ara menatap langit mendung dari jendela kelasnya, sekarang jam kosong, dan sebentar lagi jam sekolah usai.

"Kenapa, Ra?" tanya Cindy yang duduk di sampingnya.

"Hm, pengen cepet pulang tapi mendung. Arel juga nggak tahu kemana, tadi bilangnya suruh tunggu dia pulangnya."

"Oh, kayaknya dia ada persiapan lomba bulan depan sih. Soalnya kelas sebelah juga udah ada perwakilan yang ditunjuk."

"Lomba apa?"

"Ada olimpiade lagi bulan depan yang diadakan sama salah satu Universitas Negeri. Setahuku nanti ada beasiswa masuk kesana untuk pemenangnya. Kayaknya tiap kelas akan kirim perwakilan."

"Dari kelas kita diwakili Arel?"

"Iya. Ra, kamu nanti pulang sama Rere deh, misal Arelnya lama. Aku harus latihan Taekwondo juga soalnya," ucap Cindy menyesal karena tidak bisa menemani Ara.

"Iya, nanti sendirian juga nggak apa-apa. Ini hari Rabu, biasanya Rere ada les, 'kan sepulang sekolah?" tanya Ara yang mengingat jadwal bimbel Rere dan Cindy di hari-hari biasanya.

"Eh, iya juga. Terus gimana? Jangan ngojek, ya! Mama kamu nitip pesen ke aku, supaya kamu nggak ngeyel naik ojek."

Ara tertawa mendengar omelan Cindy, kenapa Mamanya sampai harus menitip pesan pada Cindy, sih?

"Atau kamu coba barengan sama Kak Bintang aja!"

"Malu, ish! Nggak mau," tolak Ara.

"Ngapain malu? Kak Bintangnya sendiri yang nawarin, 'kan? Coba kamu kirim pesan deh," bujuk CIndy.

"Apa nih? Kirim pesan ke siapa?" celetuk Rere yang baru datang, duduk di hadapan kedua sahabatnya itu.

"Ke Kak Bintang, Ara nanti pulang sendirian. Aku sama kamu ada kegiatan abis ini, 'kan?"

"Si Arel?"

"Kayaknya dipanggil untuk seleksi olimpiade lagi."

"Aku tadi liat Kak Bintang di ruang guru juga, sih. Kayaknya dia juga jadi perwakilan olimpiade," ucap Rere berbagi informasi yang diperolehnya saat kembali dari ruang guru tadi, mengantarkan tugasnya pada Pak Adrian.

"Loh, bukannya kelas XII harusnya udah nggak ikut kegiatan apa pun, ya?"

"Harusnya sih, tapi nggak tahu juga. Buktinya Kak Bintang masih diminta jadi perwakilan sekolah dan masih menjabat jadi Ketua OSIS sampai sekarang."

Ara mengangguk paham. Tidak mudah pastinya mencari pengganti siswa berbakat dan pintar seperti Bintang.

Ara jadi semakin menyukai sosok Kakak kelasnya itu.

"Malah senyum-senyum, dikirim pesan coba orangnya. Tanyain, apa bisa pulang bareng, gitu."

Menghela pasrah, Ara mengeluarkan ponselnya untuk bertanya pada Bintang. Sambil menunggu balasan dari Bintang, Ara kembali mengarahkan pandangannya keluar jendela lagi. Tak sengaja dilihatnya Arel berjalan melintasi halaman sekolah dengan Nayla mengekor di sampingnya. Ara tidak bisa melihat ekspresi Arel karena cowok itu berjalan membelakanginya, tetapi Ara bisa melihat ekspresi Nayla yang tersenyum senang saat bicara pada Arel.

Katanya tidak dekat dengan siapa-siapa? - batin Ara.

Ada sedikit rasa kesal di hatinya saat melihat Arel dan Nayla. Kesal karena Arel bohong padanya.

"Ngelamunin apa lagi, sih?" Cindy ikut menjulurkan kepalanya untuk melihat pemandangan luar jendela yang di lihat Ara.

"Cemburu liatin mereka?"

"Nggak! Aku tuh liat anak-anak main bola di lapangan tuh," kilah Ara.

"Yakin? Kok mukanya kesel gitu?"

"Cindy, ih! Nggak pokoknya," Ara mencebik pada Cindy, membuat sahabatnya itu tertawa senang melihat kekesalan Ara.

"Nggak usah cemburu, Ra. Mereka nggak ada apa-apa, si Nayla aja yang keganjenan sam si Arel," jelas Rere sambil merapikan mejanya dan memasukkan buku-bukunya dalam tas.

"Nayla itu suka sama Arel sejak kelas X. Dulu hampir tiap jam istirahat, dia datang ke kelas kita untuk nyamperin Arel, ngajak Arel ke kantin bareng, atau cuma sekedar mencari perhatian."

"Terus, Arelnya gimana?" tanya Ara yang sedikit merasa ingin tahu.

"Ya, nggak gimana-gimana, biasa aja. Sering nolak sih, tapi dasar Naylanya aja yang nggak tahu malu."

Ara sebenarnya ingin tahu tentang Arel yang sekarang, ingin tahu lebih banyak mengenai sahabatnya itu. Ara tidak bisa bertanya langsung pada Arel karena malu, dan juga dia tidak ingin digoda dan dicurigai yang bukan-bukan jika bertanya pada Rere dan Cindy.

"Arel tuh emang banyak yang suka, tapi dia nggak ngasih feedback. Malahan dia deket sama Cindy, meski cuma bikin kesel."

"Itu juga karena kita sekelas, kalau nggak, dia pasti juga ogah deket sama aku," jawab Cindy.

"Justru itu yang bikin kamu digosipin jadi pacarnya Arel, 'kan?" cibir Rere yang langsung mendapat jitakan mesra dari Cindy.

"Cindy suka sama Arel?" tanya Ara yang terkejut dengan fakta baru itu.

"Nggak, Ra! Bohong si Rere, nggak usah di dengerin!" bantah Cindy yang melotot pada Rere dengan mata sipitnya dan malah membuat Rere tertawa.

Ara tersenyum, kalaupun Cindy menyukai Arel, dia setuju saja. Bukankah lebih baik jika dua sahabatnya bisa bersama?"

Selesai berkemas, mereka bertiga keluar kelas dan berpisah di lorong dekat taman. Rere langsung pulang untuk bimbel, Cindy yang pergi kle gedung olahraga untuk latihan, lalu Ara yang memutuskan untuk pergi ke kantin sambil menunggu.

Bintang masih belum membalas pesannya.

Iseng, Ara kemudian mengetik pesan pada Arel. Menanyakan keberadaannya untuk mengajaknya pulang sekarang.

Jawaban dari Bintang dan Arel datang bersamaan. Ara membuka pesan dari Arel lebih dulu. Yang sayangnya, justru membuatnya kecewa. Arel hanya mengatakan dia masih ada urusan. Meminta Ara menunggunya sebentar lagi. Padahal jelas-jelas Ara tadi melihatnya berjalan bersama Nayla entah kemana.

Mengerucutkan bibirnya kecewa, Ara kemudian membuka pesan dari Bintang. Kakak kelasnya itu terlihat senang saat Ara meminta untuk pulang bersama. Bintang mengatakan dia masih ada di ruang guru, namun menyuruh Ara menunggunya 10 menit lagi.

Ara tersenyum, Bintang selalu perhatian padanya, bahkan mau menyempatkan diri untuknya meski dia sibuk.

Hujan mulai turun, beberapa anak mulai datang untuk berteduh di kantin. Ara mengesah pelan, dia tidak membawa payung maupun jas hujan. 

"Ra, lama nunggu?" suara lembut dan nyaman di telinga itu menyapa Ara. Bintang baru saja berlari menerobos rintik hujan menghampirinya.

"Kak Bintang, kok hujan-hujanan?" Ara bangkit dari duduknya, menyambut Bintang yang justru meringis padanya.

"Ya gimana, aku nggak mau kamu kelamaan nunggu," balasnya sambil menyeka beberapa tetes air yang menempel di jaketnya.

"Nggak apa-apa. Dari pada Kakak hujan-hujan, nanti sakit," Ara ikut membantu menyeka bagian belakang jaket Bintang.

"Kamu khawatir, kalau aku sakit?" kekehnya menggoda Ara. Sementara yang digoda tersenyum malu-malu.

"I-iyalah, nanti aku dikira jadi penyebabnya."

Bintang tertawa melihat ekspresi Ara. "Ini kita langsung pulang aja yuk? Aku udah terlanjur basah, nih. Kamu khawatir aku sakit, 'kan?"

"Tapi aku nggak bawa payung atau jas hujan, Kak."

"Aku bawa, tapi ada di motor."

"Kita nerobos hujan ke parkiran?" tanya Ara yang dijawab oleh senyuman lebar dari Bintang. Tangannya menarik lembut lengan Ara untuk berlari menerobos hujan dengan tawa lepas yang diikuti oleh Ara. Keduanya terlihat seperti anak kecil yang senang karena bermain hujan.

.
.
.

Bersambung.

Riexx1323.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top