Take Five
"There's nothing we cannot do if we work hard, don't sleep and shirk all other responsibilities in our lives" – Leslie Knope
***
Siang yang panas itu terselamatkan oleh adanya matkul Revolusi Komunikasi. Ranti dan Alva sudah duduk manis dalam ruang perkuliahan gedung H yang sejuk karena AC. Untung di ruangan tersebut tidak ada kuliah sebelumnya sehingga mereka bisa masuk dan ngadem meskipun masih 20 menit sebelum matkul mereka dimulai.
Ranti memang sudah biasa menongkrong di kampus sekitar 40 menit sebelum kelas dimulai. Biasanya sudah ada beberapa teman yang sama-sama datang cepat ke kampus lalu berdiskusi bersama soal topik perkuliahan sebelum kelas dimulai.
Sementara Alva memang sengaja datang cepat karena belum mengerjakan tugas review. Kalau belum mengerjakan tugas, mendengarkan Ranti dan teman-temannya berdiskusi memang sangat ampuh dalam membangun inspirasi. Setelah review Alva selesai, Alva pun langsung mengeprint-nya bolak-balik. Lalu rombongan anak-anak itu pun bergegas menuju kelas Revolusi Komunikasi dan menunggu di sana.
Salsa datang tak lama setelah mereka duduk di dalam kelas. Dia langsung menghamburkan tubuhnya ke kursi sebelah Ranti. Ranti melihat sahabatnya itu dengan cemas. Salsa jarang masuk kelas Revolusi Komunikasi karena sering bentrok dengan beberapa side job MC-nya. Selama ini dia sering titip absen pada Ranti. Nilai UTS Salsa untuk mata kuliah ini agak mengecewakan, sementara tugas jarang Salsa kerjakan.
Menurut perhitungan Ranti, risiko Salsa mengulang mata kuliah ini besar sekali kalau dia tidak mengerjakan review di dua pertemuan terakhir sebelum UAS ini. Ranti sudah menebak kalau Salsa akan lupa ada tugas hari itu, tapi dia sudah mengingatkan Salsa kemarin. Nampaknya usaha Ranti berbuah nihil.
"Yaudahlah pasrah gue, mau gimana lagi," kata Salsa pada akhirnya walaupun di wajahnya jelas terlihat raut penyesalan. Ya, siapa juga yang mau mengulang matkul.
"Buka laptop lo, kita coba bikin sekarang," Ranti tiba-tiba memberi komando tegas yang Salsa tahu betul untuk apa. Ranti sedang mengajak Salsa membuat review tersebut.
"Gila lo, ini kurang dari 30 menit Ran!" Pada umumnya, secepat-cepatnya mahasiswa membuat review, mereka tetap membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk membuatnya. Alva saja tadi sudah mencicil tugasnya sedikit sebelum melanjutkannya di kampus.
"Buruan!!" Salsa pun langsung membuka laptopnya. Ranti itu kalem, tapi kalau galaknya keluar dia bisa sangat intimidatif. Laptop Salsa tidak perlu loading lama karena hanya dibuat hibernasi. Dengan segera Salsa membuka dokumen kosong.
"Judulnya: Review "The Disruption of Information Technologies". di bawahnya tulis nama sama NPM (Nomor Pokok Mahasiswa) lo. udah? sekarang ketik gini:
Teknologi informasi yang berubah disruptif telah menghasilkan konvergensi antara media massa dan alat telekomunikasi. Di era digital ini, batas media massa sudah semakin memudar. Bukan hanya yang bersifat online dan offline yang nyaris tidak nampak, tapi juga batas antara media sosial dan media massa pun menjadi semakin bias.
humm ..." Ranti langsung berpikir keras untuk mendiktekan lanjutannya.
"Liat paper lo aja, Ran" usul Alva.
"Jangan, Mas Satrio orangnya teliti. kalo inti papernya sama nanti bisa dikira plagiat, panjang urusannya. sebentar ya... hmm... oke, lanjut Sa,"
Selanjutnya Ranti pun mendiktekan berbagai kalimat-kalimat teknis yang menjelaskan bahwa dengan adanya teknologi bernama smartphone, perilaku bermedia masyarakat pun bergeser dengan cepat dari tahun ke tahun. Konten media konservatif seperti media cetak dan elektronik kini dengan mudah dinikmati secara online. Sebut saja streaming Radio, menonton youtube dan membaca artikel atau online.
Penggunaan media sosial pun berkembang menjadi media massa karena kemudahan mengakses dan bertukar informasi di dalamnya. Fungsi media sosial sebagai alat untuk aktualisasi diri dan personal branding secara tidak langsung telah membentuk satu profesi baru, yaitu influencer. Dari situ Ranti menghubungkan dengan pekerjaan Salsa sehari-hari sebagai influencer yang menerima endorsement dari produk-produk tertentu.
Seisi kelas yang semakin lama semakin ramai dibikin tegang oleh Ranti dan Salsa. Kemampuan Ranti dalam merangkai kata-kata dan teori ke dalam satu review berpacu dengan cepatnya waktu berlalu. Belum lagi saat Salsa mengetik sendiri, mendefinisikan pekerjaannya sambil sedikit-sedikit menanyakan pada Ranti apakah kata-kata yang disusunnya sudah tepat atau belum. Sungguh membuat anak-anak lain geregetan. Entah apakah Salsa dan Ranti akan berhasil membuat review ini tepat waktu atau tidak. Semua orang yang dikuliahi Mas Satrio tahu kalau dosen yang satu ini memiliki syarat mengenai panjang review. Harus 2 sampai 3 halaman A4 dengan margin normal. Ukuran judul tidak diperbesar, hanya di bold dan underline. Menambah tantangan untuk mengerjakannya dalam waktu kurang dari 30 menit.
"SELESAI!" Sahut Salsa disambut tepukan riuh orang-orang di sekelilingnya. Salsa takjub dan nyaris tak percaya melihat reviewnya jadi dalam waktu 15 menit saja.
"Save!" Ranti berseru.
"Pinjem flashdisk dong!" Salsa gantian berseru. Adrenalin mereka sedang memuncak.
"Nih, pake flashdisk gue!" Alva memberikan Salsa flashdisknya. dengan sigap Salsa mencolok flashdisk tersebut ke laptopnya dan mengesave dokumen yang baru diketiknya.
"Print sana, buruan!" kata Ranti memburu Salsa.
"Thanks Raaaaaannnn!!!" Salsa berteriak girang sambil mencium Ranti sebelum akhirnya bergegas ke luar kelas untuk mengeprint tugasnya. Ranti langsung melesak di kursinya diiringi tepuk tangan teman-teman sekelasnya.
"Thank you ... thank you ..." kata Ranti. Dia baru sadar kalau dari tadi dirinya dan Salsa sudah dikelilingi oleh teman-teman sekelasnya dalam matkul tersebut. Dia memandang ke arah Alva dengan tatapan lelah tapi lega.
"Tadi tuh nerd-jamming yang paling cool yang pernah gue tonton." kata Alva seusai tepuk tangan.
"Is that a compliment?" kata Ranti masih memburu napasnya. Ia baru sadar betapa tegangnya dia tadi sampai beberapa kali lupa bernapas saat sedang berpikir keras.
"It sure is," kata Alva sambil menepuk pundak Ranti.
"Oh ... thanks, then."
"Keren banget lo tadi, Ran!" Ranti melihat ke belakang dan dia mendapati Ajie, anak antropologi yang belanja matkul komunikasi. Ranti pun tersenyum senang, "Thanks! sekarang kalo dipikir-pikir lagi banyak yang ngga make sense ngga sih dari yang tadi gue omongin?"
"Makes a lot of sense kok, lo pasti ngga Cuma baca bahan bacaan yang dikasih Mas Satrio ya?" kata Ajie yang dengan santai duduk di sebelah Ranti.
"Eh, itu tempatnya Sals-" Ranti sempat mau memberi tahu Ajie kalau kursi sebelahnya sudah ditempati tapi buru-buru diinterupsi Alva.
"Salsa sebelah gue aja. Sini tas-nya" kata Alva buru-buru. Ajie pun memberikan tas Salsa untuk ditaruh oleh Alva di kursi sebelahnya. Ranti tersenyum pada Ajie tanpa curiga. Ajie adalah salah satu teman sekelas yang menyenangkan untuk Ranti ajak diskusi. Meskipun beda jurusan, tapi selama ini Ajie mampu membuatnya tertarik untuk membahas materi-materi perkuliahan. Mereka memang sama-sama kutu buku sih.
"Kemaren iseng googling doang. Seru banget ternyata review-review dunia maya tuh. Hehehee ... " Ranti menjawab pertanyaan Ajie soal bahan bacaan.
"Hahaha ... liat lo tadi ngarang secepet itu juga seru banget."
"Aish, ketahuan tukang ngarang ya gue?? hehehee..." kata Ranti sambil tertawa dan menutup wajahnya malu. Alva memperhatikan dengan cukup terhibur. Here she is again, seducing man with her laugh and awkwardness without even realizing it.
"Kalo review lo ngebahas apa?"
"Penjualan online yang manfaatin beberapa channel online terintegrasi. Terlalu manajemen ngga yah?"
"Laaah ... gue juga ngomongin penjualan online! Cuma gue lebih ngomongin pemanfaatan media sosial untuk penjualan online sih. Lo kan ngomongin channel, masih kom lah itu mah."
"Ooohh ... makanya tadi lo nyaranin soal habit beriklan di medsos ya??"
"Iya. Tapi ngga bakal keliatan plagiat kok. Lo kan tadi ngarahinnya lebih ke ngomongin influencer."
"Iya, emang lagi seru banget sih topik hari ini, bisa nyambung kemana-mana."
Tak lama Salsa datang membawa dua lembar kertas yang di print bolak-balik. Dia sempat bingung dengan keberadaan Ajie sebelum akhirnya melihat Alva memberi kode untuk duduk di sebelahnya. Setelah Salsa duduk, Alva lagi-lagi memberi kode Salsa untuk melihat Ranti yang mengobrol akrab dengan Ajie. Cara mengobrol Ranti agak beda dari biasa. Lebih manis dan banyak senyum. Dalam sekejap Alva dan Salsa sudah bisa menebak bahwa Ranti amat menikmati mengobrol dengan Ajie saat itu.
Mereka memang sudah curiga kalau Ranti suka sama Ajie. Ada sesuatu yang berbeda tiap Ranti mengobrol dengan Ajie, Ranti selalu terlihat canggung tapi manis. Tidak seperti kalau dengan cowo pada umumnya, Ranti seperti berusaha untuk menjadi menyenangkan kalau sudah berhadapan dengan Ajie. Tapi karena Ranti memang terbiasa menutup hatinya, dia selalu membangun tembok yang tinggi dan kokoh antara dirinya dengan si anak antrop yang cute itu.
Kali ini Salsa merasa agak berbeda, Ranti seperti lebih terbuka dan tidak bersikukuh menahan diri saat mengobrol dengan Ajie. Dia memperlihatkan kepribadiannya yang unik, geeky dan bersemangat. Kepribadian Ranti itu biasanya disembunyikan di balik kekalemannya. Saat Ranti mulai terbuka akan sifat aslinya adalah saat orang-orang bisa dengan mudah penasaran sekaligus nyaman dengannya. Hal ini yang sebenarnya menjadi daya tarik Ranti yang sulit ditolak.
Dua jam setelah itu pun berjalan lancar. di akhir perkuliahan Mas Satrio memberi tugas kelompok untuk menganalisa perilaku bermedia sosial untuk minggu depan. Datu kelompok terdiri dari dua orang.
"Ran, gue sekelompok sama lo ya?"
"Boleh yuuuk. Kali ini kita punya waktu lebih dari 15 menit kan ya?"
"Hahahahaa ... kita punya waktu sebanyak yang lo mau, Ran." kata Ajie yang membuat dada Ranti berdebar tidak keruan. Punya teman seperti Alva tidak menjamin Ranti kebal terhadap flirting-an cowo. dia hanya bisa tersenyum selama beberapa saat. Sementara itu, Alva dan Salsa makin tertarik memperhatikan.
"Minggu depan Jie. kita cuma punya waktu sampe minggu depan." Ranti mencoba mengoreksi di tengah kecanggungannya menghadapi godaan ringan Ajie tadi.
"We'll see," kata Ajie tersenyum.
"You'll see," balas Ranti sambil melempar senyum berjuta makna. Ajie menatap Ranti agak lama sebelum akhirnya tertawa sambil menunduk lalu beranjak ke luar kelas. Ranti mati-matian menyembunyikan keinginannya untuk memasang cengiran lebar di wajahnya, tapi percuma. Salsa dan Alva sudah memperhatikannya dari tadi.
"Kyaaaa~~ Rantiiiii~~~ you are sooo cute I wanna dieeee~~~" Salsa langsung heboh mewakili Ranti yang masih malu dan menahan excitement-nya sementara Alva sudah berdiri dan bertepuk tangan. Standing ovation ceritanya. Akhirnya Ranti pun hanya bisa tersenyum dan memejamkan matanya sambil menahan malu. Dia tidak berani bicara karena sedang salah tingkah habis-habisan. tapi dia senang.
"Empat tahun ketakutan, ngga taunya Cuma butuh lima menit yaa buat flirting-an sama cowo. Luar biasa," kata Alva masih bertepuk tangan untuk menggoda Ranti.
"Udah gue duga lo bukan cewe polos! 'kali ini kita punya waktu lebih dari 15 menit kan ya?'. Kode bangettt!!" goda Salsa sambil menirukan gaya Ranti mengobrol dengan Ajie tadi.
"Bawel ah, berisik." Ranti menegur, tapi cengiran tak bisa lepas dari wajahnya. Ya, dia akhirnya mengalami crush lagi. Kali ini Ranti berusaha menjalani dan menikmatinya.
"Weekend ini kita bertiga nge-date ya?? Yuhuuu!!" seru Salsa.
"Lo nge-date sama siapa, Sa?" tanya Ranti penasaran.
"Ada temen youtuber mau bikin vlog bareng," jawab Salsa.
"Lo sama siapa, Va?" tanya Ranti pada Alva.
"Vokalis band yang sama-sama manggung di festival minggu lalu," jawab Alva kalem. Ranti mengangguk-angguk. Kedua sahabatnya langsung mengobrol dan masih menggoda-goda Ranti yang masih Ranti tanggapi sekenanya. Dalam hati Ranti bertanya-tanya, bagaimana kedua sahabatnya itu bisa dengan ringan berkencan dengan orang yang baru mereka kenal seminggu, sementara Ranti harus menghabiskan satu semester dulu dengan seseorang baru merasa nyaman untuk didekati.
Salsa dan Alva kalau untuk urusan relationship dan tetek bengeknya memang selalu membuat Ranti merasa terasing. Ranti pun berusaha tidak menghiraukan pikirannya itu. Toh karena ada mereka di sisinya selama ini akhirnya dia jadi punya keberanian untuk menghadapi laki-laki lagi. Mau mereka kencan dan pacaran seperti apa itu bukan urusannya. Lebih baik dia fokus pada dirinya sendiri dulu. Ranti tidak menargetkan untuk buru-buru pacaran sih, tapi lebih ke mengontrol diri saja agar tidak menghindari Ajie dalam suka maupun tidak suka beberapa saat ke depan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top