Fourth What is Worth
"When did it get so complicated? Didn't you think you were just gonna meet someone, falling in love, and that'd be it?" - Rachel Green
***
Tahun ini adalah tahun keempat Salsa dan Ranti bersahabat dan Salsa selalu memaksa Ranti merayakannya. Pantas saja Ranti nyaman ngejomblo, teman dekatnya bikin ritual ngalah-ngalahin orang pacaran. Kalau Ranti punya pacar bisa-bisa hidupnya malah lebih ribet karena kebanyakan ritual.
Kembali ke empat tahun persahabatan Salsa dan Ranti, mereka pun memutuskan untuk merayakannya di kafe tempat Alva manggung setiap malam minggu. Ya, Alva masih nge-band dan sekarang sudah banjir job dari job manggung di kafe, festival, bahkan sampai resepsi pernikahan.
Kafe itu sangat nyaman untuk mengobrol dengan teman maupun untuk menikmati musik akustik band Alva. Ranti sering membatin tentang betapa beruntungnya dia bisa dekat dengan Alva dan Salsa yang memiliki tekad sama dengannya untuk berusaha mandiri. Kini mereka bertiga sudah punya penghasilan sendiri dari kegiatan di luar kuliah.
Ranti rutin mengajar les untuk anak SD dan menjadi penulis lepas di media online sedangkan Salsa sudah menjadi MC profesional sekaligus seorang influencer. Kini mereka tidak lagi meminta uang jajan kepada orang tua mereka. Mereka bahkan membantu meringankan beban orang tua dalam membayar biaya kuliah mereka sendiri.
"Happy friends-versary Ranty sayaaaang," sahut Salsa manja sambil mengangkat gelas mocktailnya.
"Happy friends-versary Salsa baweeel," balas Ranti sambil mengetos gelas Salsa dengan gelasnya.
"Hai semua, hari ini adalah hari spesial buat kedua teman saya di sana. Untuk itu saya mau menghadiahi mereka sebuah lagu sederhana. I hope you all could enjoy it". Tiba-tiba Alva memberi pengumuman sambil menunjuk ke arah Ranti dan Salsa. Dia sudah duduk sendiri di panggung, memangku gitar. Tak lama ia pun memetik gitarnya dan bernyanyi.
Salsa, oh Salsa.
Namamu seperti hari setelah Senin.
Seluruh pengunjung kafe tertawa singkat, termasuk Salsa dan Ranti.
Tapi dirimu lebih mirip minggu pagi.
candamu ringan dan menyegarkan hati.
Salsa kembali mengangkat gelas pada Alva, menyampaikan salutnya.
Ranti, Ranti, Ferranti.
"Emang gue jelangkung, dipanggil tiga kali?" Bisik Ranti cepat pada Salsa, membuat sahabatnya terkikik pelan.
Namamu mirip oleh-oleh khas Medan.
"Bolu Meranti, tau kan?" Kata Alva cepat di sela-sela lagunya. Pengunjung pun kembali tertawa cepat sebelum Alva melanjutkan lagunya.
Kamu pun lembut, manis dan menyenangkan.
Membuat orang lain ketagihan.
"Untuk berdekatan maksudnya ..." lagi-lagi Alva menambahkan penjelasan di sela-sela lagunya.
Wajah Ranti memerah malu mendengar dirinya dideskripsikan di depan umum seperti itu. Belum lagi liriknya maksa banget sampai-sampai ada penjelasannya terus. Tapi dia juga merasa geli oleh lagu bikinan Alva yang ketahuan sekali bikinnya asal-asalan. Begitulah Alva, suka bikin lagu yang asal jadi asal tampil tapi selalu berakhir seru.
For two friends with similar charm
I sing this wholeheartedly
Happy friends-versary
Akhirnya pengunjung bertepuk tangan setelah gonjrengan terakhir gitar Alva berhenti. Salsa dan Ranti melihat berkeliling sambil berterima kasih pada orang-orang yang menatap mereka.
"Eh, makin lama kok makin kayak pacaran sih kita?" Tanya Ranti setelah selesai meneguk sedikit Vanilla Ice Blended-nya.
"Jangan ngarep lo, Ran, bisa dapetin gue," balas Salsa dengan wajah arogan.
"Loh kok jadi tengil sih lo, sialan!" Ranti langsung tertawa.
"Lagian sok tau banget, emangnya pernah pacaran?" pancing Salsa.
"Yaudah sih, Saaa ... ngga usah dibahaaasss. Ah, nyesel gue bawa-bawa kata itu," kata Ranti sewot. Dia sudah tahu arah percakapan ini dan sejujurnya dia sudah jengah. Untung Salsa sahabat baiknya, kalau bukan Ranti akan mencari alasan untuk terus menghindari Salsa.
"Yaelah, nge-gas banget lo." Salsa tertawa geli melihat teman di hadapannya nampak lelah kalau sudah membahas topik pacaran.
"Ya abis cape gue ngomongin itu lagi. Lagian lo juga jomblo sekarang!"
"Gue sama kayak Alva, biar jomblo juga masih rajin jalan. Masih suka sosialisasi. Lah elo, jadi tungau kasur saban hari nongkrongnya di kamaaaarrr terus."
"Bawel ah. Ngga semua orang hobi jalan-jalan atau nge-date tau. Gue senengnya ya santai-santai di rumah. Gue jomblo juga by choice, masa harus pacaran kalo ngga mau?" Kata Ranti sebelum menyesap minumannya.
"Mmh, gue ngga percaya lo ngga mau pacaran. Udah empat tahun nih gue kenal lo, gue tau banget lo udah beberapa kali naksir cowo. Tapi ngga pernah gue liat lo pedekate sama cowo. Kenapa sih, Ran? Lo takut? Takut ilfil?" Salsa buru-buru menimpali.
" ... Gue ngga bisa naksir sama orang terus langsung pepet gitu." Aku Ranti ragu-ragu.
"Gara-gara "kutukan" itu ya? Haduh, Ran ... lo tuh mau sampe kapan kayak gini? It's just a crush, not a curse." Kata-kata ini membuat Ranti diam sejenak sebelum akhirnya memutuskan bercerita pada Salsa.
"Waktu gue kecil nyokap gue sering cerita tentang gimana dia dan bokap ketemu terus jatuh cinta. Nyokap selalu bilang, bahkan walaupun udah sering naksir orang nyokap ngerasa naksirnya doi ke bokap tuh beda. Kita bakal ngerasain kok kalo yang kita taksir itu 'the one' atau bukan. Nah gue pengen fokus nyari 'the one' itu aja daripada ngalor ngidur sama banyak orang." Ranti mencoba menceritakan kisah indah kedua orang tuanya yang membuatnya ingin sekali mendapatkan kisah cinta sempurna. Tanpa menyakiti dan disakiti, happily ever after. Ranti tahu bahwa itu naif banget, tapi bukan berarti tak mungkin kan?
"Eh, malih, lo pikir segampang itu nyari 'the one'? Kagak!! Lo jatuh cinta juga awalnya pake crush." Kata Salsa gemas. Ranti sedikit memicingkan matanya. Salsa kalau sudah geregetan entah kenapa selalu menjelma jadi orang Betawi.
"Ngga lah Sa, crush tuh kayak false signal gitu. You think you're in love while you're not. Gue ngga suka nge-crush. Bikin lo ngerasa bingung sama diri lo sendiri."
"Kagak mungkin ada orang yang ngga suka crush!! It's like the best feeling in the world!!"
"... I literally just told you I don't like it ..."
"Ya maksud gueeee ... lo tuh bukan ngga suka sama crush-nya, tapi ngga suka waktu crush-nya ilang. iya kan? ngaku lo!"
" ... iya juga sih." Dengan berat Ranti membenarkan ucapan Salsa.
"Iyalah!"
"Tapi emang crush gitu kan? perasaan yang nantinya ilang. Gue sih ngga pernah ngerasain crush yang stay, Sa. Ngga ngertilah gue, kadang gue mikir mungkin emang gue ngga capable buat cinta sama orang." Curahan hati itu meluncur begitu saja dari mulut Ranti. Topik ini biasanya tidak pernah bertahan dibahas lebih dari semenit. Kenyataan bahwa Ranti masih mau lanjut diajak ngobrol soal ini ditanggapi Salsa sebagai pertanda baik.
"Lo tuh terlalu banyak mikir buat sesuatu yang harusnya dirasain, Ran. Cinta itu crush yang dirawat biar tumbuh." Kata Salsa melunak, mencoba membagi pendapatnya dengan harapan bisa dipahami Ranti.
" ... Complicated banget ya urusan rasa merasa tuh."
"Kalo takut ya ribet. Makanya kan gue sama Alva selalu bilang, dibawa santai aja. Nikmatin semua yang dateng."
"Tapi kalo udah keenakan terus tiba-tiba ilang gimana? Gue kan selalu jadi pihak yang tiba-tiba ngilang pas dideketin. Gue tau cowo-cowo yang pernah ngerasa bisa dapetin gue itu langsung panik dan ngegencarin pergerakan mereka karena gue ngejauh. gue ngga mau jadi kayak gitu."
"Kalo lo mikir bokap nyokap lo itu setelah saling ngerasa mereka ketemu 'the one' terus hidup mereka penuh cinta sepanjang hayat, elo tuh salah besar."
"Maksud lo?"
"Jatuh cinta itu ngga sama kayak berkomitmen. Lo ngga selamanya ngerasain cinta yang menggebu-gebu kayak crush. Ada masanya cinta itu super datar, bosenin. But you're still in love. Waktu lo mutusin berkomitmen kayak pacaran atau nikah, ya lo tuh belajar ngendaliin diri lo biar ngga buru-buru ambil keputusan. Contoh, waktu lo ilfil lo ngga bisa main putus aja. Lo harus usaha dulu. Nyoba ngembaliin rasanya dulu, cari tau lo tuh beneran ilfil atau hubungan lo lagi boring aja. Sampe nyoba omongin sama pasangan lo."
"Hoo ..." Ranti terkesima mendengar penjelasan Salsa. sahabatnya itu selalu terbuka untuk didekati siapa saja dan sering sekali pacaran. Ranti pikir Salsa hanya suka pacaran dan segala excitement di dalamnya, ternyata pikirannya tentang cinta itu dewasa sekali.
"Jatuh cinta itu risiko, Ran. Kita itu ngga pernah bisa bener-bener tau yang kita rasain itu cinta atau ngga. satu-satunya caranya tau ya dengan nyoba ngejalanin."
"Luar biasa, Bunda Salsa. Saya sungguh terinspirasi." Walaupun disampaikan dengan bercanda, tapi ucapan Ranti itu tulus. Salsa langsung tersenyum bangga sambil meminum kembali mocktailnya.
"Ngobrolin apa lo berdua?" Tanpa sadar Alva sudah menyeret kursi ke meja mereka. Dia sedang istirahat manggung dan menghampiri kedua sahabatnya itu.
"Doain, Va. Tahun ini Ranti pacaran." Celetuk Salsa ringan.
"Aamiiiinnn..." sambut Alva dengan gaya berdoa yang berlebihan.
"Ngga gituuuu!!" Ucapan Ranti pun tidak digubris oleh Salsa dan Alva yang sibuk berpose khusyuk berdoa.
***
Ranti merenung mengingat ucapan Salsa siang tadi. Bersahabat dengan Salsa dan Alva memang membuat pikirannya sedikit demi sedikit terbuka dalam menyikapi urusan cinta. Mungkin dulu Ranti terlalu panik dan tidak punya teman bicara sehingga dia sangat gelagapan menyikapi perasaannya. Tapi kini berbeda. Dia sudah lebih dewasa, seharusnya lebih bisa mengontrol diri dan perasaan. Seharusnya dia sudah menjadi orang yang lebih baik.
Lagipula apa bagusnya terus-terusan melarikan diri? Cepat atau lambat hal seperti ini kan harus dihadapi, Ranti juga kan tidak ingin menjomblo seumur hidup. Mungkin Ranti harus mengikuti sikap Salsa dan Alva yang lebih santai dan menikmati tiap hal yang menyenangkan saat pertama kali naksir seseorang. Sudah terlalu lama Ranti merasa takut pada hal yang seharusnya kini sudah lebih dipahami.
Empat tahun sudah dia menutup hati. Mungkin kini saatnya dia menghadapi lagi "kutukan"nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top